Bentuk akuntabilitas pelaksanaan
pekerjaan oleh ASN salah satunya adalah pemenuhan laporan pertanggungjawaban
substansi maupun administrasi. Secara substantif, setiap kegiatan harus
dilakukan secara baik dan benar menghasilkan produk yang diperlukan oleh
institusi yang tentu memiliki dampak terhadap masyarakat. Sedangkan secara
administratif, semua kegiatan yang telah dilakukan itu memiliki data dukung
berupa kelengkapan bukti-bukti dokumen yang valid.
Kegiatan penelitian selama ini disamakan
dengan kegiatan rutinitas lainnya sehingga perlakuan penganggarannya persis
sama. Akun penelitian disamakan dengan akun belanja barang atau jasa yang diatur
secara rigit dalam Peraturan Menteri Keuangan dengan tidak memperhatikan
karakteristik penelitian (Perpres 54 Tahun 2010 tentang Pengadaan Barang dan
Jasa), padahal dalam aktivitas penelitian banyak hal yang berbeda, spesifik,
bahkan unik.
Sisi perbedaan penelitian dengan kegiatan
rutin lainya dapat dilihat dari proses penggalian data yang diperlukan bisa
melampaui perkiraan batas waktu, areanyapun bisa mudah dijangkau, bahkan bisa
sulit dan jauh ke pelosok. Spesifik dalam arti bahwa proses penelitian harus
fokus pada obyek atau materi yang diteliti, sehingga memungkinkan responden/informan
yang ditemui peneliti tidak bisa mewakili, akibatnya harus mencari penggantinya
sesuai kebutuhan. Hal unik dalam penelitian tentu menjadi ciri khas tersendiri
yang tidak ditemui dalam kegiatan lainnya, seperti kebutuhan upacara ritual
tertentu, dan proses riset semakin meluas setelah menemukan fenomena baru.
Bahkan selama di lapangan tak jarang mendapatkan informasi sisi lain yang
tersembunyi di balik peristiwa utama yang tentu sangat berharga sebagai
pertimbangan kebijakan (Saifuddin, 2016: vii).
Penelitian pada Lembaga atau Kementerian
berbeda dengan penelitian dosen di Perguruan Tinggi. Sebagaimana amanat Perpres
nomor 7 tahun 2015 tentang Organisasi Kementerian Negara bahwa Badan Litbang
dan Diklat merupakan supporting agency
untuk unit-unit teknis lainnya. Jadi, tema dan fokus penelitian seyognyanay harus
mendukung kebijakan. Seiring dengan itu, tuntuan pemenuhan dokumen PMPRB terhadap
Puslitbang salah satunya adalah dokumen kebutuhan penelitian atau MoU dengan
unit eselon I lainnya. Artinya, penentuan jenis penelitian berbasis pada kebutuhan
stakeholder.
Mengukur sejauh mana urgensi atau
signifikansi penelitian yang dilakukan oleh Puslitbang tidak lepas dari tugas
pokok dan fungsinya sebagai unit pendukung. Seperti dijelaskan oleh Ali Ghufron
Mukti, Dirjen Ristek dan Dikti bahwa posisi penelitian sangat bergantung pada
impaknya yang diharapkan berkontribusi terhadap stakeholder. Penelitian menjadi tidak urgen dan signifikan jika
tidak memiliki relasi dengan kebutuhan masyarakat. Terpenuhinya data untuk unit
teknis dalam merumuskan kebijakan yang baik sehingga berdampak pada peningkatan
kualitas layanan berarti memiliki impak bagi masyarakat yang menggunakan jasa
layanan Pemerintah.
Dari sisi proses, menurut Patrick J.
Cullen, profesor dari University of Nottingham, penelitian perlu dilakukan
secara kolaboratif karena persoalan yang berkembang saat ini sangat
multidisiplin sehingga harus diselesaikan secara interdisipliner pula. Dengan
demikian, tidak terjadi gap antara
penelitian yang selama ini dilakukan dengan impak yang dirasakan stakeholder.
Maret tahun 2018 merupakan awal
perubahan mendasar pengelolaan penelitian yang mengarah pada kualitas substansi,
yakni dengan lahirnya Peraturan Presiden Nomor 16 Tahun 2018 tentang Pengadaan
Barang dan Jasa Pemerintah, pasal 62 mengecualikan penelitian dari pola
pengadan barang dan jasa lainnya, dan pada ayat 11 dinyatakan bahwa ketentuan
lebih lanjut mengenai penelitian diatur oleh Kementerian yang membidangi riset,
teknologi dan pendidikan tinggi.
Menindaklanjuti amanat dalam ayat 11 di
atas, tepatnya pada bulan Juni lahirlah Peraturan Menteri Riset, Teknologi, dan
Pendidikan Tinggi Nomor 20 Tahun 2018 tentang Penelitian. Uraian pasal demi
pasal dalam peraturan ini fokus pada penelitian berbasis keluaran baik dalam
bentuk penugasan maupun kompetitif. Kedua jenis pola penyelenggaraan penelitian
ini dijelaskan secara komprehensif dari proses awal hingga akhir.
Sesuai dengan Rencana Induk Riset
Nasional tahun 2017 – 2045 yang terfokus pada delapan aspek yakni pangan,
energi, kesehatan, transportasi, produk rekayasa keteknikan, hankam, Kemaritiman, dan Sosial humaniora,
seni, budaya dan pendidikan, riset-riset pada Badan Litbang dan Diklat terfokus
pada aspek sosial humaniora, seni, budaya, dan pendidikan khsusunya dalam menyentuh
isu-isu sosial yang bermanfaat luas dan besar bagi kehidupan masyarakat.
Perangkat regulasi yang cukup lengkap di
atas, merupakan momen melakukan transformasi penelitian yang sebelumnya by process. Jika sebelumnya laporan
penelitian sangat rigit dan penuh tumpukan dokumen administratif sebagai bentuk
pertanggungjawaban. Saat ini, peneliti diarahkan mengubah konsentrasi dari
administrasi ke substansi, yakni by
output yang lebih kompetitif dan
kreatif. Tentu hasilnya diharapkan dapat menjawab permasalahan-permasalahan
sosial yang dibutuhkan. Dalam tataran lebih sempit, diharapkan berkontribusi
dalam penentuan kebijakan yang tepat.
Riset berbasis keluaran baik melalui
kompetisi maupun penugasan, didorong adanya harapan peningkatan publikasi dan
paten anak bangsa. Ini merupakan salah satu bentuk laporan substansi yang
sangat ditunggu-tunggu. Peningkatan kualitas dan kuantitas publikasi dan paten
tentu targetnya adalah efek positif baik untuk para peneliti dalam berkreasi
dan berimajinasi mengungkapkan gagasan-gagasannya maupun untuk masyarakat luas
dengan dihasilkannya solusi atas berbagai persoalan yang terus berkembang.
Dalam
perspektif pemeriksa, bukti pelaporan dan pertanggung jawaban penelitian berbasis
keluaran memang sudah tidak terperinci (dalam Peraturan Dirjen Perbendaharaan
Nomor 15 Tahun 2017 tentang Petunjuk Pelaksanaan Pembayaran Anggaran Penelitian
Berbasis Keluaran), namun data dukung bukti pengeluaran tetap harus tersimpan
oleh peneliti itu sendiri. Hal ini, jauh berbeda dengan penelitian model lama,
peneliti dan tim berkutat pada laporan administrasi disamping substansi. Namun
demikian, tetap perlu disadari bahwa penggunaan anggaran negara harus
senantiasa dapat dipertanggungjawabkan secara rasional dan akuntabel karena
pada prinsipnya penggunaan anggaran penelitian merupakan dukungan terhadap
pemenuhan biaya-biaya operasional bukan dalam rangka memperbanyak penghasilan
tambahan.
Dalam konteks pelaporan, tidak
dipungkiri masih terjadinya gap
persepsi antara pemeriksa dengan penyelenggara penelitian. Sebagai kebijakan
baru, model penelitian berbasis keluaran memerlukan waktu cukup untuk
menyamakan pemahaman berbagai pihak sehingga pemaknaan konsep kualitas hasil di
atas pemenuhan dokumen administratif dapat dipedomani dengan baik. Upaya ini
terus dilakukan oleh Kementerian Ristekdikti dengan meningkatkan status
Perdirjen Nomor 15 Tahun 2017 menjadi draf Peraturan Menteri Keuangan yang
isinya lebih menguatkan pelaksana penelitian terkait pola pelaporan keuangan
berbasis keluaran.
Dalam sesi paparan pejabat
Kemenristekdikti pada Rakor 3 Puslitbang di Bogor awal Maret 2019 dijelaskan
bahwa Ristekdikti saat ini telah membuka peluang penelitian kolaboratif tidak
hanya dosen melainkan siapapun yang memiliki kompetensi dan minat melakukan
penelitian. Selama ide dan gagasanya bagus dan memiliki kebermanfaatan luas,
siapapun disilahkan berkolaborasi dengan dosen selaku ketuanya, ini karena
biaya riset berasal dari BOPTN (Biaya Operasional Perguruan Tinggi Negeri).
Disadari bahwa peluang atau kesempatan
penelitian yang terbuka bagi para peneliti seiring dengan regulasi yang terus
berkembang dan menuntutnya memenuhi hasil kerja minimal. Dalam Peraturan Kepala
LIPI Nomor 14 Tahun 2018 tentang Petunjuk Teknis Jabatan Fungsional Peneliti
dijelaskan bahwa selama satu periode (4 tahun) peneliti Ahli Pertama hingga
Ahli Madya harus mendapatkan dana kegiatan dari instansi internal, sedangkan
untuk jabatan peneliti Ahli Utama harus mendapatkan biaya kegiatan dari lembaga
eksternal. Lahirnya aturan dan klausul ini sudah barang tentu linier dengan
perubahan pola pengelolaan penelitian yang fokus pada hasil.
Keputusan Kepala Badan Litbang dan
Diklat Nomor 42 Tahun 2018 tentang Pedoman Penyelenggaraan Penelitian Berbasis
Keluaran merupakan bentuk kebijakan sekaligus keberpihakan terhadap peneliti
untuk konsentrasi pada substansi penelitian serta dapat berkolaborasi dengan
pihak lain secara lebih fleksibel. Tantangan dan peluang ini tentu sejalan
dengan kewajiban pemenuhan hasil kerja minimal peneliti yang harus didukung
oleh lembaga sebagai fasilitatornya.
Akhir tahun 2018, Puslitbang LKKMO
langsung merepson SK Kepala Badan di atas dengan membuka kesempatan kepada para
peneliti, dosen, dan akademisi lainnya di lingkungan Kementerian Agama untuk
berkompetisi mengusulkan proposal terbaiknya sesuai kebutuhan yang ditetapkan
penyelenggara. Tercatat 98 proposal masuk dari berbagai unit kerja dan setelah
melalui review atau penilaian tim
yang terdiri dari para profesor dan pakar di bidangnya, dinyatakan lolos 14 proposal
penelitian kompetitif dan penugasan yang mendapatkan pembiayaan penelitian
berbasis keluaran. Saat ini, mereka sedang melaksanakan proses penelitian
setelah tanggal 28 Maret 2019 dilakukan penadatanganan kontrak.(IA)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar