SAMBUTAN
MENTERI AGAMA REPUBLIK
INDONESIA
PADA ACARA PEMBUKAAN TEMU PENELITI BADAN DLITBANG DAN DIKLAT
KEMENTERIAN AGAMA
REPUBLIK INDONESIA
Cibubur, 21 Agustus 2019
Assalamu’alaikum Wr. Wb.
Yang saya hormati :
1.
Kepala
Badan Litbang dan Diklat Kementerian Agama
2. Para narasumber: Prof.
Dr. Alwi Shihab, Ph.D, Prof. Dr. Irwan Abdullah, Prof. Kevin Fogg, Ph.D (Oxford
University).
3.
Para Pejabat eselon II, pejabat eselon III
dan IV
4. Para pejabat fungsional
peneliti
5. Para Wartawan Media
Elektronik
6.
Hadirin peserta dan seluruh tamu undangan yang berbahagia.
Puji dan
syukur kita panjatkan kepada Allah swt karena atas nikmat dan karunia-Nya kita semua dapat menjalankan aktivitas rutin sebagai ASN
Kementerian Agama, dan saat ini kita berkumpul dalam satu event kegiatan yakni
temu peneliti keagamaan.
Salawat dan salam senantiasa kita sampaikan kepada junjungan kita nabi
besar Muhammad saw, teladan kita semua sehingga atas wasilahnya kita diarahkan
pada jalan kebaikan. Semoga kebaikan yang kita terima ini bermanfaat positif bagi bangsa dan negara.
Saudara-saudara
sekalian, beberapa hari lalu kita memperingati hari kemerdekaan Republik
Indonesia ke 74 dengan tema ”SDM unggul, Indonesia maju”. Tema ini cukup
singkat dan padat namun kaya makna serta memerlukan energi besar untuk
mencapainya. Para pendahulu kita (founding fathers)
telah berjasa mengantarkan kita menjadi bangsa yang merdeka, bebas dari kecamuk
perang, lepas dari cengkeraman penjajah. Giliran kita saatnya mengisi ruang
kemerdekaan ini dengan karya nyata untuk menghasilkan kemaslahatan dan
kesejahteraan bersama sebagaimana yang dicita-citakan. Peneliti sebagai kaum
intelektual adalah bagian di dalamnya yang diharapkan berkontribusi bagi
kemajuan bangsa.
Temu riset
kali ini bertema “Positioning Peneliti Keagamaan di Era Disrupsi”. Tema ini cukup menarik dan perlu pemikiran bersama para peneliti.
Momen ini menjadi sangat berharga jika dapat dirumuskan langkah-langkah nyata
peran dan tugas peneliti di era yang serba tidak menentu, relatif cepat
pergerakan siklus informasi dan perubahan sendi-sendi kehidupan, dan terlebih
lagi tuntutan terhadap peran Kementerian Agama dalam mewujudkan bangsa
Indonesia yang cerdas, taat beragama, rukun dan sejahtera lahir batin. Tantangan moderasi
beragama, indeks kerukunan umat beragama dan kesalehan sosial, peta kehidupan umat beragama, layanan
pendidikan agama dan kegamaan yang kompetitif, peningkatan kualitas layanan
penyelenggaraan haji, good governance, maka
para peneliti dituntut memberikan data yang akurat, hasil kajian yang tepat,
dan analisis empirik teoritik yang memadai guna mendukung Visi dan Misi Kemenag di atas.
Di era
disrupsi, kebijakan pemerintah selayaknya didasarkan pada hasil-hasil
kajian/riset. Sebagaimana pesan dalam Peraturan Presiden Nomor 7 tahun 2015
tentang Organisasi Kementerian Negara, bahwa Badan pada setiap
Kementerian/lembaga berfungsi sebagai supporting agency, yakni unit pendukung yang mensupport kebutuhan data unit teknis,
maka peneliti pada Badan Litbang dan Diklat tentu harus melakukan riset/kajian
yang sesuai dan dibutuhkan unit lainnya. Hasil penelitian tidak semata-mata
menjadi dokumen kenaikan jenjang pangkat dan jabatan melainkan harus memiliki wisdom yang bermanfaat bagi masyarakat. Jadi, tema/masalah yang diteliti
atau dikaji harus benar-benar berdasar pada kebutuhan stakeholder bukan hanya berdasar pada kebutuhan peneliti. Kita harus kembali pada logika dasar kebutuhan
penelitian dan mendukung kebijakan pemerintah yang telah dicanangkan dalam
Rencana Induk Riset Nasional (RIRN). Hal ini tentu sedkit berbeda antara riset di Perguruan Tinggi yang
bersifat eksplorasi pengetahuan untuk mengungkap teori-teori
dengan riset Kelitbangan pada Kementerian dan Lembaga yang lebih spesifik pada
kebijakan.
Dalam konteks ini, kita harus memperbesar
riset-riset kebijakan (policy research) di samping pure research
yang melahirkan konsep dan teori-teori keilmuan dalam pemecahan problem-problem
sosial. Riset masala-masalah aktual dan yang tak terduga sebelumnya juga terus
diantisipasi. Fenomena intoleransi, keberagamaan yang “lugu”, ancaman
radikalisme yang bermuara pada terrorisme, gerakan pelemahan keutuhan NKRI
harus diwaspadai. Jadi riset-riset Kelitbangan kita harus responsif dan juga
futuristik.
Saudara-saudara
sekalian, jumlah peneliti pada Kementerian Agama sekitar 167 orang, jika masing-masing menghasilkan 1 hasil riset kebijakan maka
dalam setahun terdapat 167 rekomendasi kebijakan yang dapat digunakan oleh
unit teknis dalam mengambil langkah-langkah strategis untuk peningkatan
kebijakan dan layanan yang berkualitas. Ketersediaan data yang memadai, akurat,
dan aktual pada Kementerian Agama merupakan keniscayaan, kebutuhan mendesak
yang tidak bisa diabaikan. Mengamati perkembangan isu-isu aktual saat ini, maka
perlu antisipasi terkait beberapa hal:
1.
Lahirnya
Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) yang dalam setahun ini ramai dibicarakan dan didiskusikan meskipun
belum diketahui seperti apa bentuknya, bagaimana mekanisme kerjanya, dan
bagaimana dengan keberadaan unit-unit penelitian pada kementerian dan lembaga. Argumen yang mendasari
BRIN ini antara lain: (a) Penguatan lembaga riset, (b) agar tema-tema riset
lebih fokus untuk menyelesaikan dan menjawab persoalan-persoalan bangsa dan
keumatan, (c) Pembinaan SDM peneliti yang lebih kompetitif dan kolaboratif,
(d) efisiensi dan skema pembiayaan
riset, (e) kebermanfaatan hasil-hasil riset untuk penemuan teori-teori
keilmuan, dukungan penguatan korporasi dan dunia industri, serta
stakeholder.
2.
Perlunya
penyelarasan dan penguatan riset/kajian keagamaan dengan amanat yang ditetapkan
dalam Peraturan Presiden Nomor 38 tahun 2017 tentang Rencana Induk Riset
Nasional tahun 2017-2045. Riset keagamaan menjadi bagian dari riset sosial,
humaniora, dan seni budaya. Merawat kohesi sosial bangsa kita yang majemuk, multietnik dan beragam
agama tidaklah mudah. Oleh karenanya dibutuhkan riset-riset yang serius dan
mendalam serta mencerahkan. Bahwa kemajemukan adalah anugerah Tuhan yang patut
disyukuri. Bahwa mengelola kemajemukan adalah tugas mulia dan sebuah
keniscayaan. Kemajemukan adalah pilar penyangga tegaknya demokrasi di
Indonesia. Sekali lagi, riset-riset ilmu sosial humaniora tidaklah lebih rendah
dari riset sains dan ilmu-ilmu kealaman. Riset harus kolaboratif dan saling
melengkapi.
3.
Semakin
menguatnya tuntutan masyarakat terhadap kualitas layanan Kementerian Agama,
sehingga memerlukan riset/evaluasi/dan kajiaan secara terus menerus guna
memberikan informasi aspek-aspek yang harus diperbaiki dan ditingkatkan
4.
Kebutuhan
data yang serba cepat dan tersedianya berbagai aplikasi yang berperan
memudahkan peneliti dalam mengoleksi data, maka mind set penelitian yang harus mengeluarkan dana banyak karena tingginya cost perjalanan dan lainnya harus mulai diubah.
Survey-survey yang mungkin dilakukan secara online dan
tidak memerlukan konfirmasi dan penjelasan secara metodologis, maka sedianya dilakukan secara cepat, efisien,
serta mampu menjangkau responden lebih luas.
5.
Tuntutan
publikasi ilmiah hasil-hasil penelitian menjadi sangat penting sebagai bentuk
informasi kepada publik atas karya nyata kita sehingga dapat dinikmati oleh
masyarakat. Hasil penelitian hendaknya tidak berhenti “di lorong sunyi
perpustakaan”, tapi harus disampaikan kepada masyarakat dan
dimanfaatkan stakeholder.
6.
Ada hasil
riset yang dilakukan dosen Universitas Indonesia bahwa
salah satu persoalan riset di Indonesia
adalah masih menguatnya insularity, penelitian masih terbatas pada sekat kepulauan, “kurang gaul”, maka seyogyanya para
peneliti sudah harus berpikir global bukan hanya lokal terbatas pada geografi
Indonesia. Peneliti harus memiliki intellectual
networking agar terkonek dengan peneliti dunia. Kini zaman sudah terbuka, kompetitif dan sekaligus kolaboratif. Kapan dan
dimanapun kita bisa mengakses informasi dari belahan dunia manapun.
Terakhir
saya sampaikan selamat mengikuti kegiatan temu peneliti, hendaknya forum ini
dapat menghasilkan sesuatu, bukan sekedar rutinitas sehingga apa yang kita
kerjakan memiliki efek positif. Semoga event ini
adalah pertemuan yang penuh kenangan. Dan saatnya kita mendengarkan “suara”
peneliti.
Wa Allah al-Muwaffiq ila aqwam al-tharieq.
Wassalamu’alaikum Wr. Wb.
Menteri Agama RI,
Lukman
Hakim Saifuddin
Tidak ada komentar:
Posting Komentar