Tuntutan masyarakat terhadap
perbaikan kualitas birokrasi publik telah lama diimpikan khalayak banyak. Era demokratisasi
telah memperkuat posisi masyarakat sipil untuk memperoleh hak-haknya ketika
berhubungan dengan birokrasi. Dalam
konteks ini, birokrasi publik yang diharapkan
adalah bersifat demokratis,
efisien, responsif dan non partisipan. Apabila birokrasi pada
Kementerian dan Lembaga tidak
dapat menyelenggarakan pelayanan publik yang berkualitas maka otomatis
akan ditinggalkan bahkan terdistorsi oleh
kompetisi antarlembaga.
Dalam perspektif
teoritik, telah terjadi pergeseran paradigma pelayanan publik dari model
administrasi publik tradisional (Old
Public Administration) ke model administrasi publik baru (new public management), dan akhirnya
menuju model pelayanan publik baru (new
public service). Menurut
Denhardt and Denhardt (dalam Agus Dwiyanto,
2005 : 143) bahwa model new public
service, pelayanan harus berlandaskan teori demokrasi yang mengajarkan adanya
persamaan hak antarwarga negara. Dalam model ini, kepentingan publik dirumuskan
sebagai hasil dialog dari berbagai nilai yang ada di dalam masyarakat.
Birokrasi yang memberikan pelayanan publik harus bertanggungjawab kepada
masyarakat secara keseluruhan. Peranan pemerintah adalah melakukan negosiasi
dan menggali berbagai kepentingan dari warga Negara dan berbagai kelompok
komunitas yang ada. Jadi, dalam model ini, birokrasi lembaga publik tidak hanya sekedar akuntabel pada berbagai aturan hukum,
melainkan juga harus akuntabel pada nilai-nilai yang ada dalam masyarakat,
norma politik yang berlaku, standar professional dan kepentingan warga Negara.
Peraturan Presiden Nomor 81 Tahun 2010 tentang Grand
Desain Reformasi Birokrasi 2010-2025 meliputi 8 aspek area perubahan yakni
organiasi, tata laksana, sumber daya manusia, akuntabilitas, pengawasan,
pelayanan, perundang-undangan dan pola pikir/budaya kerja. Layanan publik
merupakan salah satu aspek dari 8 area yang dicanangkan. Setelah beberapa tahun
berjalan, kita perlu menengok bagaimanakah kualitas kepatuhan Kementerian dan
Lembaga dalam memberikan layanan terhadap masyarakat. Kategorisasi kepatuhan
dibagi menjadi tiga kelompok. Zona hijau termasuk kepatuhan tinggi, zona kuning
termasuk kepatuhan sedang, dan zona merah termasuk kepatuhan rendah.
Berdasarkan hasil
penilaian Ombudsman selama 3 tahun terhadap kepatuhan penyelenggara pelayanan
publik terhadap standar pelayanan publik yang hasilnya diharapkan menjadi acuan
peningkatan kualitas pelayanan publik. Secara umum menunjukkan bahwa kepatuhan
Pemerintah Pusat terhadap implementasi standar pelayanan publik masih harus
ditingkatkan. Dari 14 Kementerian, hanya 5 Kementerian yang berada pada zona
hijau, dan dari 6 lembaga, hanya ada 2 Lembaga berada pada zona hijau.
Kementerian Agama berada pada zona kuning dengan rata-rata skor capaiannya
adalah 72,00.
Kementerian Agama masuk
pada kelompok zona kuning, artinya bahwa tingkat kepatuhan dalam memberikan
layanan publik berada pada kelompok sedang. Tidak terlalu buruk memang tetapi
hal ini harus menjadi pendorong dilakukannya upaya-upaya menuju zona hijau.
Bukan hal yang tidak mungkin dicapai apabila adanya kesadaran dari seluruh
pegawai Kementerian Agama dalam menjalankan aktivitas kerjanya sesuai dengan 5
nilai budaya kerja yang telah ditetapkan yakni 1) Integritas, yaitu sebagai pegawai yang selaras antara hati,
pikiran, perkataan, dan perbuatan, 2) Profesional, yaitu dapat bekerja secara
disiplin, kompeten, tepat waktu dan mencapai hasil berkualitas, 3) Inovatif,
yaitu selalu berkreasi lebih baik dengan tidak mengabaikan kebaikan yang telah
ada, 4) Tanggungjawab, yaitu bekerja secara tuntas dan konsekuen, dan 5)
Keteladanan, yaitu menjadi pribadi yang patut diteladani dan dicontoh orang
lain.
Kata
kunci keberhasilan penerapan 5 nilai budaya kerja sebagai asas pencapaian
program reformasi birokrasi adalah kesadaran setiap individu atas tugas dan
kewajibannya sebagai ASN yang bertanggungjawab secara vertikal dan horizontal, jadi,
bekerja bukan karena pimpinan, bekerja tidak hanya mengumpulkan dokumen, dan
bekerja tidak semata-mata asal menggugurkan kewajiban.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar