Diskusi dilakukan di
ruang aula Pascasarjana UIN Suska Riau pada tanggal 15 Maret 2018 tentang
pengalaman penelitian dan menulis. Hadir
dalam diskusi diantaranya Direktur Pascasarjana UIN Suska Prof. Dr. Ilyas Husti,
MA beserta jajarannya, Dr. Muhammad Zain, MA, Dr. Asroi, M.Pd, dan mahasiswa S3
UIN Suska.
Mengutip
pernyataan Prof. Qodri Azizi, bahwa S1 itu adalah strata bagi mahasiswa yang
mencari ilmu, S2 strata mahasiswa dengan karakteristik critical analysis yang memiliki kemammpuan menimbang pendapat/pemikiran
para pakar, dan S3 adalah mahasiswa memiliki kemampuan melahirkan pikiran
independen bahkan mampu memberikan fatwa. Konsekuensinya jika sudah doktor maka
harus melakukan critical analysis
terhadap berbagai pendapat dan gagasan. Jika profesor mengatakan A maka kita
harus mengatakan B dengan reasoning yang lebih kuat. Hal ini seperti
dicontohkan Imam Syafii ketika menulis Kitab Al Umm berbeda dengan gurunya
sebagai bentuk critical analysis.
Bahkan Imam Syafii berbeda dengan pendapatnya sendiri yang disebut dengan qaul
qodim dan qaul jadid.
Problem
utama kita di dunia kampus dan lainnya adalah academic writing yang belum menjadi tradisi atau kebiasaan. Menurut
Prof. Atho Muzhar, bahwa untuk selesai menulis disertasi kita tidak perlu
melakukan dehumanisasi keluarga, sahabat dan masyarakat, kita mengalir saja,
jangan dirasakan sangat sulit seperti menjunjung gunung sehingga menghalangi
kita tidak melakukan pengembaraan intelektual/intellectual travelling. Jadi, yang terpenting harus dimulai dari
kegelisahan akademik dan adanya keunikan. Apalagi saat ini kita berada di zaman
internet yang mudah untuk kita menggali berbagai informasi.
Pengalaman
pribadi Zain, ketika menulis disertasi, beliau membaca 600 buku, artikel, dan
referensi lainnya sebelum mengajukanproposal. Hal ini dilakukan untuk
meyakinkan bahwa tema yang dibahas itu belum dikaji orang lain dan kita tidak bertanding
dengan diri sendiri. Kita harus fokus dan konsen dalam melakukan kajian.
Sebagai contoh, Ada profesor di Leiden university bernama Juynboll. Selama
hidupnya jarang berada di bangku kuliah. Beliau menulis buku Canonical hadits selama 35 tahun. Setiap
harinya selalu ada di perpustakaan untuk membaca dan membaca dan tidak bicara
dengan siapapun. Dalam bukunya tersebut ia meragukan hadits. Namun demikian,
menurut dia hadits nabi jauh lebih baik daripada injil karena hadits punya
sanad sedangkan injil tidak.
Dalam
menulis disertasi kita harus full dan konsen jangan sampai main ambil dari
internet, dll. Kualitas disertasi bukan pada jumlah halamannya tapi lebih
penting substansinya. Disertasi yang baik cukuplah 150 halaman. Menurut
Fazlurrahman bahwa disertasi yang baik cukup 100 halaman karena jika lebih
pasti di dalamnya banyak pengulangan. Kelak setelah anda semua lulus menjadi
doktor bukan sekedar doktor, tetapi anda adalah doktor yang berkualitas dan
menambah kelas menengah Indonesia. Mengapa Singapur kuat karena middle class sciety nya lebih banyak,
mengapa kita masih banyak persoalan dan politik uang dalam pemilu karena di
Indonesia kelompok low class society
nya lebih banyak. Contoh lain adalah Israel yang sulit dikalahkan, karena dari
1 juta penduduk itu terdapat 17500an doktor dan profesornya, Mesir hanyak
1500an doktor dan profesor. Bahkan di Indonesia lebih sedikit lagi.
Untuk
mendukung kemampuan menulis kita, maka perlu membaca buku academic writing tentang teknik dan cara bagaimana menulis yang
baik jangan sampai kita tidak berputar-putar dalam menuangkan ide. Sering kita
temui banyak orang pandai tapi ketika sudah di depan Laptop ternyata sulit
menulis. Contoh permasalahan yang dapat saudara lihat diantarannya tentang masalah
mengecat jenggot dari sudut pandang sosiologi, mau melihat timbul dan
tenggelamnya hadits, seperti ada hadits wala aimmatin minquriasy. Hadits ini
terkenal pada masa khalifah Abu Bakar setelah nabi wafat hingga berabad-abad tidak
ada yang membantah sehingga para sultan diangkat dari orang quraisy, tetapi di
zaman Ibnu Khaoldun muncul mukoddimah ibnu kholdun yang membantah makna quraisy
itu bukan geneologi/keturunan quraisy tetapi adalah kompetensi seperti orang
quraisy.
Indonesia
menyimpan sangat kaya raya manuskrip yang bisa dilakukan penelitian. Ada
profesor Edwin P Wierenga, beliau meneliti manuskrip tentang syair unggas soal
jawab. Menurutnya syair unggas ini merupakan asli syair Melayu yang memiliki
makna bahwa ulama kita memiliki kreativitas otentik. Jika Cak Nur mengatakan
bahwa orang Indonesia itu merupakan konsumen ilmu pengetahuan, ini tidak
spenuhnya benar karena temuan Edwin ini bahwa ulama-ulama kita banyak menulis.
Jadi,
kita perlu penguasaan Manuskrip Nusantara, seperti dikatakan Yan Van der Puthen
(dari Jerman) bawah siapa yang menuasai masa lalu maka ia akan menguasai masa
depan, dengan demikian Jerman menyiapkan anggaran tidak terbatas untuk membeli
berbagai naskah dan manuskrip seluruh dunia dalam rangka itu.
Menyikapi
dinamika perkembangan jurnal yang teindeks Scopus, di Kemenag ada 2 ribu jurnal
yaitu moraref. Dari 2000 itu ada 800 yang sudah OJS. Iran memiliki jurnal yang
diakui dunia khusus sains dan teknologi. Moraref akan dimasukan ke jurnal Iran
itu. Di Lektur kita punya dua jurnal Lektur dan Heritage. Kita setuju bahwa
kita punya pemikiran bahwa Indonesia seharusnya menjadi destinasi pemikiran
Islam. Islam Indonesia adalah Islam masa depan dunia. Dulu abad 18 kiblat kita
ke Mesir, Yaman, dsb, tapi hari ini, kiblat Islam adalah ke Asia Tenggara, dan
itu adalah Indonesia.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar