Istilah kepemimpinan transformasional pertama
kali dicetuskan oleh Downton pada tahun 1973. Tahun 1978 James MacGragor Burns
menulis karya berjudul “Leadership”
yang mencoba menghubungkan peran kepemimpinan dan pengikut. Menurut Burns,
kepemimpinan dibedakan menjadi dua jenis yaitu traksaksional dan
transformasional. Kepemimpinan traksaksional merujuk pada pertukaran yang
terjadi antara pemimpin dengan pengikutnya. Misal politisi yang menjanjikan
rendahnya pajak setelah ia memenangkan dalam pemilihan, manajer yang
menjanjikan promosi bagi pegawai yang mampu mencapai target pekerjaan, guru
memberikan nilai untuk siswa yang dapat menyelesaikan pekerjaan yang diberikan.
Kepemimpinan transformasional merupakan
proses untuk mencapai hubungan yang meningkatkan motivasi dan moralitas bagi
diri pemimpin dan pengikutnya. Misalnya Ghandi yang berusaha menaikan harapan
bagi jutaan pengikutnya. Selain itu, menurut Burns, ada pula yang disebut
dengan kepemimpinan pseudotransformasional. Jenis ini untuk menggambarkan
bentuk kepemimpinan yang telah melakukan perubahan namun dengan cara yang
negatif dan keluar dari salah satu karakteristik transformasional yaitu
“moralitas” seperti Adolf Hitler.
Beberapa faktor yang menjadi ciri
pemimpinan transformasional, yaitu: 1) karisma sebagai faktor ideal, pemimpin
berperan sebagai teladan bagi para pengikutnya, 2) memotivasi dan menginspirasi
pengikut untuk setia dalam organisasi, 3) rangsangan intelektual, yakni peran
pemimpin merangsang pengikutnya untuk kreatif dan inovatif serta keyakinan dan
nilai yang ada pada diri mereka, 4) memberikan iklim yang mendukung dengan cara
mendengarkan kebutuhan setiap pengikut.
Menurut Bennis dan Nanus (1985) terdapat
empat strategi utama yang digunakan pemimpin transformasional dalam mengubah
organisasi: 1) memiliki visi yang jelas, sederhana, dapat dipahami,
menguntungkan, dan menciptakan energi, 2) sebagai arsitek sosial yang berusaha
menciptakan tujuan bersama, 3) menciptakan rasa percaya (trust) dalam organisasi dan memberikan pemahaman tentang
integritas, 4) melakukan pengorganisasian yang kreatif lewat egoisme positif.
Dari banyak kajian, sesungguhnya
kepemimpinan transformasional lebih banyak memberikan dampak, lebih banyak
menghasilkan kinerja lebih daripada yang diharapkan, dan menjadi model
kepemimpinan yang lebih efektif daripada kepemimpinan transaksional.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar