Desa Kreyo, sebuah desa atau kampung kecil yang
terletak di wilayah Kecamatan Klangenan Kabupaten Cirebon dengan jumlah
penduduk sekitar 4000 Jiwa pada tahun
1980an, kondisi jalanan yang asli tanah dan suasana gelap belum ada listrik,
khas seperti kampung lainnya yang sunyi sepi pada malam hari kecuali dihiasi lampu-lampu tempel di
dinding tembok dan alunan suara jangkrik sebagai ciri khas daerah pedesaan.
Desa ini terletak diujung kecamatan Klangenan yang berbatasan dengan desa Gujeg kecamatan Arjawinangun yang
kini berubah menjadi salah satu desa yang berada di kecamatan Panguragan. Suhu
udara yang cukup panas dan rasa air payau menunjukkan desa ini berada di jalur jalan
pantura yang tidak jauh dari pantai.
Bahasa sehari-hari yang digunakan adalah Jawa mirip
seperti bahasa Indramayu, orang bilang adalah bahasa Jawareh karena intonasi,
kata dan pengucapannya berbeda dengan bahasa Jawa lainnya di Pulau Jawa seperti
Semarang, Solo, Yogyakarta dan Surabaya. Kemiripan bahasan Cirebon dengan
Indramayu ini dapat dipahami karena posisinya yang bergandengan berada
disepanjang pantai utara.
Kurang lebih 25 KM letak desa ini dari pusat kota
Cirebon, kota udang yang terkenal dengan makanan khasnya nasi jamblang dan
empal gentong. Nasi jamblang yang sudah tenar namanya hingga ke Jakarta dan
berbagai daerah lainnya ini, diambil dari nama sebuah daerah yaitu Jamblang
yang dahulunya diwilayah sekitar itu ada pasar tradisional dan di
pinggir-pingirnya ditempati para pedagang nasi dengan bungkus daun pohon jati.
Seperti, nasi yang dijual pedagang pada umumnya, nasi jamblang ini disajikan berbagai
jenis lauk pauk yang siap dimakan hanya saja sambal goreng dan bungkus daun
jatinya yang membuat rasa dan ciri berbeda dari pedagang nasi lainnya. Kini,
nasi jamblang banyak ditemui diberbagai pusat keramaian di kota Cirebon yang
banyak dikunjungi orang baik dari Cirebon itu sendiri maupun para tamu dari
berbagai daerah lainnya. Nasi Jamblang yang dulu merupakan makanan biasa yang
diperuntukkan bagi mereka yang membutuhkan sarapan ketika sedang berbelanja di
pasar, sekarang menjadi makanan khas
yang banyak dituju orang meskipun tempatnya yang sangat sederhana di
tenda-tenda atau alam terbuka hanya
bermodalkan meja dan kursi panjang bagi para pengunjungnya.
Selain nasi jamblang, empal gentong juga menjadi
tren makanan saat ini yang tidak luput dari sorotan media cetak maupun
elektronik sehingga tidak ayal lagi, empal gentong makanan khas Cirebon ini sering
keluar pada acara-acara kuliner di televisi. Bayangan kebanyakan orang yang
berasal dari luar Cirebon, empal gentong itu adalah sejenis daging yang digoreng
yang disajikan sebagai salah satu menu atau pilihan ketika orang hendak makan.
Penamaan empal gentong ini tidak jelas mulai kapan, akan tetapi dimungkinkan
karena daging yang dimasak ini dimasukkan ke dalam gentong yang terbuat dari
tanah, mirip seperti soto daging sapi atau soto Betawi yang kental santannya,
empal gentong memiliki ciri dan rasa yang khas apalagi bila ditambah sambal
kering yang jarang ditemui pada menu makanan lainnya.
Julukan sebagai kota udang memang karena letak
geografis Cirebon berada di sepanjang pantai utara pulau Jawa yang tidak luput
dari hasil laut para nelayannya. Udang, terasi, kerupuk, dll menjadi bagian
yang tidak terpisahkan dari oleh-oleh Cirebon sebagai sebuah kota yang berada
di garis pantai. Setiap musim mudik lebaran, berbagai penjuru kota Cirebon
yang menjajakan makanan khas Cirebon
ramai dikunjungi mereka yang sengaja mudik pulang kampung, mereka sengaja
mendatangi tempat-tempat itu hanya untuk menikmati makanan kampung halaman
setelah sekian lama merantau.
Masyarakat desa Kreyo mayoritas adalah petani sawah
yang menggantungkan hidupnya dari hasil panen padi pada musim hujan dan hasil
tanaman palawija pada musim kering. Dahulu desa ini sangat terkenal dengan
tanaman timun suri yang dijual ke banyak kota-kota besar khususnya pada bulan
puasa sehingga boleh dikatakan banyak orang dari luar desa ini berguru tentang
bagaimana cara dan teknik menanam timun suri hingga memanennya. Kenyataan ini
menjadi pemandangan tersendiri pada setiap tahunnya, di setiap sudut gang dan
jalan-jalan kecil dipenuhi tumpukan timun suri yang siap dikirim ke berbagai
daerah, maklum karena letak desa ini berada di tengah-tengah sawah, dari ujung
Barat, Timur, Utara dan Selatan semuanya adalah persawahan yang cukup
memberikan kehidupan bagi penghuninya.
Saat ini, desa Kreyo masih sama seperti dulu baik
dari kondisi geografis sampai pola kehidupan masyarakatnya yang mengandalkan
sawah sebagai tulang punggung kehidupan mereka.
Sebagian masayarakat yang tidak biasa bertani, memilih eksodus ke Jakarta dan
sekitarnya seperti Tengerang, Bekasi, Depok dan Bogor untuk mengundi nasib
sebagai pedagang, pekerja pabrik, pembantu rumah tangga, pelayan toko, bahkan
sebagai pegawai negeri. Banyak diantara mereka yang sukses di Jakarta dan sekitarnya
sehingga menjadi figur yang dapat membangun kampung halamannya lebih baik.
Perubahan era memasuki tahun 1990an para pemuda desa
Kreyo lebih tertarik berkiprah di luar kampungnya dengan memilih berbagai
profesi seiring dengan meleknya masayrakat terhadap pendidikan, jika dahulu
anak-anak remaja tertentu saja yang
melanjutkan sekolah hingga jenjang SMA dan Perguruan Tinggi, maka saat ini
hampir semua remaja melanjutkan pendidikan sehingga nampak pada pagi hari
kerumunan mereka menuju sekolah yang ada di sekitarnya. Kesadaran pendidikan
terlihat pada para orang tua selain karena tuntutan zaman, perubahan pola pikir
setelah beralih generasi, juga dipicu oleh hadirnya orang kampung yang telah
sukses di dearah lain dengan bekal pendidikan yang miliki.
Boleh dikatakan bahwa tidak ada satu rumahpun di
desa ini yang salah satu anggota keluargnya yang tidak merantau dan berkarya di
luar daerahnya terutama Ibu Kota Jakarta. Terlihat banyaknya pemuda yang
merantau adalah pada saat bulan suci Ramadlan tiba terutama menjelang hari raya
Iedul Fitri, kondisi jalanan penuh dengan lalu lalang para pengendara motor dan
mobil, serta kampung mendadak ramai dipadati mereka yang baru pulang dari
rantauan. Tidak dipungkiri bahwa situasi saat ini jauh berubah dari sebelumnya
setelah banyaknya para perantau yang membawa budaya dan pernak pernik khas
perkotaan sehingga adat dan budaya pedesaan sepertinya terkikis oleh gelimang kebiasaan
orang kota.
Tren tahun 2000an lebih dahsyat lagi, akibat
tuntutan ekonomi dan kebutuhan yang semakin tinggi, masyarakat desa Kreyo terus
meningkat jumlahnya yang berusaha mengadu nasib sebagai TKI (Tenaga Kerja
Indonesia) ke luar negeri seperti Arab Saudi, Korea, dan Malaysia. Dibandingkan
dengan kaum pria jumlah kaum hawa berkali-kali lipat yang pergi ke luar negeri karena
menggangap lebih menguntungkan dan menjanjikan. Otomatis, banyak kaum pria yang
tergolong masih muda ditinggal pergi isterinya untuk bekerja sebagai karyawan
dan lebih banyak lagi sebagai pembantu rumah tangga, tidak heran jika di desa
ini kemudian banyak berdiri rumah-rumah baru, kokoh dan besar meskipun tidak
terlalu mewah, ini adalah rumah pasangan keluarga yang berhasil sebagai TKW.
Kondisi sosial masyarakat yang terus berubah seiring
dengan perubahan kehidupan, berdampak pada semakin pudarnya kekhasan berbagai
aspek di desa. Jika dulu kehidupan keagamaan seperti perayaan hari-hari besar Islam selalu digalakan,
pengajian-pengajian hidup ramai di musholla dan masjid, kini sudah mulai
langka, jika dulu pada hari raya diramaikan dengan persediaan makanan khas
seperti tape ketan yang dibungkus daun pisang, koci kelapa dan kacang ijo, dan
masakan khas berupa semur ayam kampung, maka saat ini sudah tiada tergantikan
oleh makan instan yang mudah dijumpai di warung-warung bahkan makanan kemasan
dari supermarket, jika dulu hiburan khas daerah diramaikan dengan sintren,
topeng orang, wayang kulit yang membawa cerita hidup dan kehidupan, maka
sekarang sudah punah terkalahkan oleh ramainya gemerlap dangdut organ tunggal
dengan segala karakteristiknya.
Meskipun demikian, gaya dan pola hidup pedesaan
tetap memiliki ciri yang berbeda dengan di perkotaan, sikap santun antarsesama,
saling tegur sapa, perilaku lugu dan jujur masih menghiasi kehidupan
masayarakat, kondisi kekurangan secara ekonomi sebagai ciri khas orang
pedesaan, minimnya pengalaman dan rendahnya
tingkat pendidikan rata-rata mereka tidak menghalangi mereka berperilaku terpuji bahkan
bisa dibilang melebihi mereka yang hidup diperkotaan. Kedamaian di pedesaan
dari sisi orang, lingkungan, pergaulan, lalu lintas nampak lebih asyik
dibandingkan di kota yang semrawut dan kurang bersahabat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar