Abstract
Teaching performance is the
most essential factor from another resources of non human factor in raw input
of education system. The teacher as an activator of another resources in
education. So, the goals of the research are to analyze the different of
teaching performance between certified and non certified teacher. The method of
research used survey with quantitative approach through the techniques of data
collection by Likert scale of questionnaire to the teacher’s Islamic Junior
High School. Population and sample as an analysis unit of the research are 100
of teacher’s Islamic Junior High School. Data analysis techniques used one
samples t test. Location of research focused on the teacher of Islamic Junior
High School in Bekasi. The result of the research are no different of teaching
performance between certified and non certified teacher.
Keyword : Teaching performance, Certified and non certified
teacher
PENDAHULUAN
Dalam proses pengelolaan pendidikan
terdapat beberapa unsur penting, yaitu unsur sumber daya manusia, unsur
material dan unsur biaya. Unsur sumber daya manusia adalah guru, staf, siswa,
unsur material adalah gedung, sarana fisik, sumber belajar, dan unsur biaya
adalah pembiayaan proses pendidikan. Unsur-unsur tersebut saling berkaitan satu
sama lain menjadi satu sistem yang tidak terpisahkan dalam proses pendidikan.
Dari berbagai unsur di
atas, guru sebagai unsur manusia memiliki peran
strategis dalam menggerakkan aktivitas pendidikan, bahkan sumberdaya
pendidikan lain menjadi kurang berarti apabila tidak disertai dengan kinerja guru
yang memadai, meskipun kinerja guru ini tidak dapat dilepaskan dari sumberdaya
pendukung lainnya yang dapat menyebabkan optimalisasi kerja. Dengan kata lain,
guru merupakan ujung tombak dalam upaya peningkatan kualitas layanan, proses,
dan hasil pendidikan. Seperti dikatakan Fasli Jalal & Dedi Supriadi (2001 :
262), bahwa guru merupakan kunci utama yang memiliki peran besar dalam
peningkatan mutu pendidikan, guru berada pada titik sentral dari setiap usaha perbaikan
pendidikan yang diarahkan pada perubahan seluruh aspek seperti kurikulum,
metode dan pengembangan sarana prasarana.
Direktur Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah Kementeriaan Pendidikan
Nasional (dalam Sudrajat: 2008), menyatakan bahwa berdasarkan hasil penelitian
pada negara-negara berkembang bahwa faktor yang memberikan kontribusi paling
besar terhadap prestasi belajar siswa adalah berasal dari faktor guru sebesar
36%, sedangkan sisanya adalah faktor manajemen sebesar 23%, faktor waktu
belajar sebesar 22%, dan faktor sarana fisik sebesar 19%.
Kondisi ril
madrasah-madrasah (lembaga pendidikan yang dikelola Kementerian Agama),
terdapat 60 % guru madrasah (MI, MTs, dan MA) tidak memiliki kualifikasi yang
memadai sebagai guru, sebanyak 20 % guru mengajar di luar bidang keahliannya,
dan dari seluruh guru yang ada ternyata hanya 20 % yang layak dari segi
kualifikasi pendidikannya (Fasli Jalal & Dedi Supriadi, 2001 : 262).
Dari sisi lain, berdasarkan hasil penelitian bahwa skor
penguasaan guru terhadap metodologi pembelajaran yang diterapkan di kelas hanya
mencapai sekitar 51,81 % dan aspek yang paling rendah terdapat pada aktivitas
menganalisis pembelajaran dengan skor 37,08% (Umul Hidayat, 2006: 92).
Rendahnya penguasaan pada beberapa aspek di atas menunjukkan rendahnya kinerja
guru dalam mengajar.
Secara empirik, rendahnya minat
masyarakat terhadap Madrasah khususnya Madrasah Aliyah di Kota Bekasi,
dikuatkan dengan hasil penelitian yang menunjukkan rendahnya mutu Madrasah
Aliyah dilihat dari 8 standar nasional pendidikan yang terindikasi pada
rendahnya mutu proses pembelajaran yang berdampak pada rendahnya kompetensi
lulusan hanya mencapai 23,7 % yang mampu bersaing dalam memasuki Perguruan
Tinggi Negeri dan lemahnya kinerja mengajar guru dalam melakukan interaksi pembelajaran,
yaitu hanya 36,6 % (Tim Mapenda Depag Kota Bekasi, 2007: 35).
Berdasarkan uraian di
atas, maka tujuan penelitian ini untuk memperoleh data yang valid dan reliabel
tentang kinerja mengajar guru yang sudah disertifikasi dan yang belum di
sertifikasi sehingga dapat diketahui jenis kebutuhan diklat bagi guru saat ini.
KERANGKA TEORITIK
Berpijak pada urgensi peran dan fungsi
guru, Pemerintah mendorong disejajarkannya profesi guru dengan profesi-profesi
lainnya yang layak mendapatkan penghargaan profesional atas kinerjanya. Sebagai
bukti profesionalitas guru yang layak melakukan aktivitas akademik, maka dikeluarkan
legalisasi melalui proses sertifikasi guru yang diamanatkan dalam UU No 20/2003
tentang Sisdiknas, yaitu dalam pasal 39 ayat (2) dinyatakan, pendidik merupakan
tenaga profesional yang bertugas merencanakan dan melaksanakan proses
pembelajaran, menilai hasil belajar, serta melakukan pembimbingan dan
pelatihan, pasal 42 ayat (1) bahwa pendidik harus memiliki kualifikasi akademik
dan sertifikasi sesuai dengan jenjang kewenangan mengajar, sehat jasmani dan
rohani, serta memiliki kemampuan untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional.
Amanat Undang-Undang Sisdiknas tersebut
di atas, diterjemahkan dalam UU nomor 14 tahun 2005 tentang guru dan dosen,
diantaranya disebutkan pada bab II pasal 2 ayat (1) bahwa guru mempunyai
kedudukan sebagai tenaga profesional pada jenjang pendidikan dasar, pendidikan
menengah, dan pendidikan anak usia dini pada jalur pendidikan formal yang
diangkat sesuai dengan peraturan perundang-undangan, dan pada ayat (2)
disebutkan bahwa pengakuan kedudukan guru sebagai tenaga profesional
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibuktikan dengan sertifikat pendidikan, dan
pada pasal 8 ayat (1), disebutkan
bahwa guru wajib memiliki kualifikasi akademik, kompetensi, sertifikat
pendidik, sehat jasmani dan rohani, serta memiliki kemampuan untuk mewujudkan
tujuan pendidikan nasional.
Implementasi program
sertifikasi guru secara teknis dirinci dalam Peraturan Menteri Pendidikan
Nasioanl Nomor 18 Tahun 2007, diantaranya dinyatakan bahwa sertifikasi bagi
guru dalam jabatan adalah proses pemberian sertifikat pendidik untuk guru dalam
jabatan. Sertifikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diikuti oleh guru
dalam jabatan yang telah memiliki kualifikasi akademik sarjana (S1) atau
diploma(D-IV).
Orientasi peningkatan kinerja
guru yang terkandung dalam kebijakan sertifikasi guru diikuti dengan dampak
material sebagai kompensasi yang diterima oleh setiap guru sebagai hak atas
sertifikat yang dimilikinya sebagai pendidik profesional, yaitu berupa
pemberian kompensasi berupa tunjangan profesi. Saat ini tunjangan profesi guru
sudah diberikan meskipun belum seluruhnya dari jumlah guru yang ada. Tunjangan
profesi yang diterima guru seyogyanya berdampak pada kinerja mereka dalam
menjalankan tugas dan kewajibannya yang didorong dengan motivasi tinggi untuk
melakukan proses pendidikan dan pembelajaran yang berkualitas setelah kebutuhan
materilnya dipenuhi. Dengan demikian, selayaknya pemberian kompensasi berupa
peningkatan atau pemberian kesejahteraan guru ini diikuti dengan motivasi,
komitmen dan kinerja yang tinggi sebagai guru profesional yang
bertanggungjawab.
Kinerja merupakan nilai dari
seperangkat perilaku yang berkontribusi baik secara positif maupun
negatif terhadap pencapaian tujuan organisasi, artinya kinerja positif akan
berkontribusi pada semakin tercapaianya tujuan organisasi, dan semakin negatif
kinerja, maka akan berpengaruh terhadap semakin jauh pencapaian tujuan, seperti
dikatakan “Job performance is formally defined as the value of the
set of employee behaviors that contribute, either positively or negatively, to
organizational goal accomplishment”. (Jasson A. Colquitt, et.al, 2009: 37)
Bentuk kualifikasi dan kompetensi seorang guru dijelaskan Muijs and
Reynolds dalam Jeff Jones, Mazda Jenkin and Sue Lord (2006: 5)
bahwa kinerja guru yang efektif sangat bergantung pada beberapa aspek, yaitu :
“The effective teachers performanace: 1. have a positive attitude; 2.
develop a pleasant social / psychological climate in the classroom; 3. have
high expectations of what pupils can achieve; 4. communicate lesson clarity; 5.
practise effective time management; 6. employ strong lesson structuring; 7. use
a variety of teaching methods; 8. use and incorporate pupil ideas; and 9. use
appropriate and varied questioning”.
Bahwa kinerja seorang guru akan
efektif bila memiliki kriteria sebagai berikut:
memiliki sikap positif, mampu membangun iklim kelas yang kondusif,
memiliki harapan yang besar terhadap keberhasilan siswa, mampu berkomunikasi
dengan jelas, dapat mengelola waktu secara efektif, menggunakan struktur
pembelajaran yang jelas, menggunakan berbagai macam metode pembelajaran yang
bervariasi, menggali dan menggunakan ide-ide siswa, dan menggunakan berbagai
model pertanyaan yang bervariasi.
Danielson
dalam Sergiovanni & Starra (2002: 183-185) menggambarkan kinerja guru dalam
4 domain level kinerja, yaitu : Persiapan dan perencanaan, lingkungan kelas,
pelaksanaan pembelajaran, dan tanggungjawab profesi.
Menurut Helmut
R. Lang & David N. Evans (2006 : 298) bahwa kegiatan mengajar dimulai
dengan tahap pertama berupa perencanaan sebelum kegiatan pembelajaran dimulai,
tahap kedua adalah menjelaskan tujuan pembelajaran yang dikaitkan dengan apa
yang telah dipelajari sebelumnya dan yang akan dipelajari berikutnya, tahap
ketiga adalah menyajikan dan mengorganisasi kemajuan belajar yang dapat
meningkatkan pemahaman dan daya ingat terhadap materi yang telah diajarkan,
tahap keempat adalah melibatkan dan memotivasi belajar siswa dengan memberikan
penjelasan yang disertai contoh-contoh sehingga membantu mereka untuk memahami
pelajaran, tahap kelima adalah memberikan kesempatan kepada siswa untuk
mengulang dan mempraktekkan pelajaran yang telah lalu sehingga ada penguatan
atas apa yang mereka dapatkan, dan tahap terakhir adalah pemberian tes untuk
mengetahui seberapa baik pemahaman siswa terhadap pelajaran.
1).
Membuat Perencanaan Mengajar
Aktivitas guru dalam
melakukan rangkaian pembelajaran dimulai dari menyusun rencana belajar
mengajar, mengorganisasikan, menata, mengendalikan, membimbing, dan membina
terlaksanannya proses belajar mengajar secara relevan, efisien, dan efektif,
menilai proses dan hasil belajar, dan mendiagnosis faktor-faktor yang
mempengaruhi tingkat keberhasilan proses belajar untuk dapat disempurnakannya
proses belajar mengajar selanjutnya (Soedijarto, 1993 : 96).
Perencanaan
mengajar merupakan persiapan yang dibuat sebagai standar atau rambu-rambu dalam
proses pembelajaran di kelas. Menurut Fred C. Lunenburg & Beverly J. Irby
(2006: 88-89) konten perencanaan pembelajaran adalah meliputi:
a. Goal, yaitu sasaran umum yang
hendak dicapai dalam pembelajaran
b. Tujuan, yaitu aspek khusus yang
harus dikuasai siswa setelah mengikuti proses pembelajaran yang mengacu pada
pola abcd (audience, behavior, condition,
degree)
c. Menentukan materi yang akan
diajarkan
d. Level dan karakteristik siswa,
yakni memperhitungkan berbagai perbedaan yang memungkinkan berbedanya
pencapaian tujuan
e. Penilaian, yaitu melakukan
penilaian atas tujuan yang telah ditetapkan
2).
Melaksanakan Pembelajaran
Mengajar merupakan tugas menantang dan kompleks karena
yang dihadapi adalah manusia yang masing-masing memiliki karakteristik berbeda
tetapi tetap harus dijamin mencapai keberhasilan. Oleh karena itu, seorang guru
memiliki peran supermulti, yaitu sebagai pendidik, pengajar, pelindung, dll.
Menurut Linda
Darling Hammond (2006: 115) bahwa mengajar merupakan kegiatan membangun dan memodifikasi materi sesuai pengalaman siswa,
memilih dan menggunakan materi pembelajaran sesuai dengan pengalaman siswa,
mendesain aktivitas pembelajaran yang menarik siswa, menggunakan contoh-contoh
dalam pembelajaran sesuai yang dialami siswa, mengelola kelas dengan berbagai
cara sehingga menentukan gaya interaksi dalam pembelajaran, dan menggunakan
teknik evaluasi yang bervariasi.
Menurut Schunk, Pintrich, Meece
(2008: 304) bahwa pembelajaran yang efektif dilakukan melalui tahapan berikut:
a) Memulai pembelajaran dengan
penjelasan singkat prasayarat dan tujuan pembelajaran.
b) Menyampaikan materi baru pada
beberapa tahapan dan memberikan kesempatan kepada siswa untuk mempraktekkannya.
c) Menjelaskan secara gamblang, jelas
dan instruksi yang detil.
d) Menyiapkan siswa dalam melakukan
praktek
e) Meminta pertanyaan, mengecek
pemahaman siswa, dan memberikan respon terhadap semua siswa.
f) Memandu siswa selama mengikuti
kegiatan praktek
g) Menyiapkan feedback dan koreksi
yang sistematis
h) Memberikan instruksi yang
eksplisit dan latihan praktis serta memonitornya
Sedangkan keterampilan teknis yang harus dikuasai
adalah keterampilan-keterampilan khusus sehingga tujuan dapat tercapai dengan
baik, diantara keterampilan itu adalah :
Ketrampilan bertanya (question skill
), Ketrampilan memberi penguatan (reinforscement
skills), Keterampilan mengadakan variasi (variation skills), Ketrampilan menjelaskan (exsplanation skills), Ketrampilan membuka dan menutup pelajaran (set induction and closure), Ketrampilan
membimbing diskusi kelompok kecil, Ketrampilan mengelola kelas, dan Ketrampilan
mengajar perseorangan (M. Uzer Usman, 1992 : 66).
3). Melakukan evaluasi
Penilaian
hasil belajar yang dilakukan oleh guru mencakup 4 aspek, yakni aspek
pengetahuan dan pemahaman konsep (yaitu bagaimana siswa dapat mendemonstrasikan
pemahamannya), aspek kemampuan berpikir (yaitu bagaimana siswa dapat berpikir
atau menunjukkan indikator bahwa mereka dapat berpikir), aspek keterampilan
(yaitu apa yang dapat siswa lakukan yang mengindikasikan adanya perubahan), dan
aspek perilaku (yaitu bagaimana perilaku siswa menunjukkan perubahan positif di
kelas) (Donald C. Orlich, et al. 2010: 325).
Pelaksanaan evaluasi dapat
dikelompokkan menjadi dua bagian, yaitu tes formatif dan tes sumatif (Anthony
J. Niko & Susan M. Brookhart, 2007: 120-127). Secara luas Anthoni dan Susan
ini menjelaskan gambaran kedua tes tersebut di atas. Tes formatif digunakan
untuk mendapatkan informasi tentang pencapaian target yang dicapai siswa dalam
pembelajaran yang fungsinya untuk membuat perencanaan pembelajaran selanjutnya,
mendiagnosis kesulitan belajar siswa, dan untuk memberikan informasi kepada
siswa bersangkutan tantang bagaimana cara meningkatkannya. Ada tiga teknik yang
digunakan dalam tes formatif ini, yaitu: oral assesment technique,paper and
pencil assesment technique, portfolio technique. Sedangkan tes sumatif
dilakukan secara formal untuk mengevaluasi pencapaian target belajar siswa
untuk diinformasikan kepada siswa, orang tua maupun pengawas sekolah dengan dua
teknik yaitu: teacher crafted technique dan external technique.
Wilson (1999: 158) menggambarkan pengukuran
kinerja dengan tujuh macam metode, yaitu:
penilaian kinerja yang dilakukan oleh atasan langsung, penilaian oleh
diri sendiri, penilaian oleh bawahan, penilaian oleh teman sejawat, penialaian
secara tim, dan penilaian umpan balik 360 derajat yang berfokus pada
pengembangan skill.
METODOLOGI
PENELITIAN
Pendekatan dalam penelitian ini
adalah pendekatan kuantitaif, metode survey dan teknik analisisnya adalah
analisis jalur. Obyek penelitian guru Madrasah Aliyah tersertifikasi dan belum
tersertifikasi di Kota Bekasi, waktu pelaksanaan penelitian bulan Juli – September 2012.
Menurut Moh. Nazir (1999 : 325) bahwa populasi adalah
kumpulan dari
individu dengan kualitas serta ciri-ciri yang telah ditetapkan. Populasi dalam penelitian ini
adalah seluruh guru Madrasah Aliyah di Kota Bekasi yang berjumlah 489 orang,
sebanyak 187 guru telah lulus sertifikasi dan sisanya 302 orang belum
disertifikasi.
Besaran jumlah sampel yang diambil
dari populasi didasarkan pada pendapat Suharsimi Arikunto (2006: 134) bahwa
apabila populasi subyeknya cukup besar maka sebagai ancer-ancer sampel diambil
antara 10 – 15 % atau 20 – 25 %. Dalam penelitian ini, sampel diambil sebanyak
20 % dari jumlah total populasi 489 orang guru yaitu 97,8 dan digenapkan
menjadi 100 orang.
Instrumen
penelitian menggunakan model skala Likert dengan 5 pilihan jawaban yang telah
diuji validitasnya dengan menggunakan
korelasi Product Moment. Hasil uji validitas, bahwa instrumen kinerja
mangajar dari 53 butir ternyata 8 butir drop dan 45 valid. Uji reliabilitas
instrumen dengan menggunakan rumus Alfa
Cronbach. Ketentuan tentang tingkat reliabilitas butir instrumen
diungkapkan oleh Sugiyono (2011: 184) bahwa instrumen dikatakan reliabel
apabila memiliki skor reliabilitasnya minimal 0,60, jika kurang maka tidak
reliabel. Berdasarkan perhitungan reliabilitas, diperoleh skor Alpha Cronbach variabel kinerja mengajar
sebesar 0,942 > 0,60 yang berarti instrumen kinerja mengajar reliabel.
Analisis data untuk menguji hipotesis penelitian
menggunakan bantuan program SPSS 16,00 dengan rumus one sample t test
sehingga diketahui ada tidaknya perbedaan antara kedua sampel. Sedangkan analisis
deskriptif menggunakan statistik deskriptif kemudian dikonsultasikan dengan
tabel kriteria skor rerata variabel dan penafsiran sebagai berikut :
Tabel 1
Kriteria Skor Rerata Setiap Variabel
Rentang Nilai
|
Kriteria
|
Penafsiran
|
4,01 – 5,00
|
Sangat Tinggi
|
Sangat Baik
|
3,01 – 4,00
|
Tinggi
|
Baik
|
2,01 – 3,00
|
Cukup
|
Cukup Baik
|
1,01 – 2,00
|
Rendah
|
Kurang Baik
|
0,00 – 1,00
|
Sangat rendah
|
Sangat Kurang
Baik
|
HASIL PENELITIAN
1. Analisis Variabel
Kinerja mengajar guru meliputi perencanaan mengajar,
pelaksanaan pembelajaran, evaluasi pembelajaran dan perbaikan atau
pengembangan. Deskripsi variabel
kinerja mengajar guru dalam penelitian ini diperoleh melalui perhitungan
rata-rata terhadap skor jawaban dari 45 butir pertanyaan yang dijawab oleh guru
dan kepala madrasah sebagai responden di Madrasah Aliyah se-Kota Bekasi. Berdasarkan hasil perhitungan dari empat dimensi yakni
perencanaan pembelajaran, pelaksanaan pembelajaran, evaluasi pembelajaran dan
perbaikan atau pengembangan, dua dimensi memiliki kriteria baik yaitu
perencanaan (skor 3,66) dan evaluasi pembelajaran (skor 3,62), sedangkan satu
dimensi yakni pelaksanaan pembelajaran memiliki kriteria cukup baik (skor 2,99)
dan satu dimensi perbaikan atau pengembangan memiliki kriteria kurang (skor
2,00).
Dimensi perencanaan pembelajaran terdiri dari 4 butir
pertanyaan dan selurunya memiliki kriteria baik, dimensi pelaksanaan
pembelajaran memiliki 32 pertanyaan, 29 butir memiliki kriteria cukup dan baik
dan sisanya 3 butir memiliki kurang baik (yaitu menggunakan strategi yang
menyenangkan, menggunakan metode yang bervariasi, dan menggunaan media
pembelajaran yang menarik minat belajar siswa), dan dimensi perbaikan atau
pengembangan memiliki 2 butir pertanyaan dan keduanya memiliki kriteria kurang atau
lemah.
2. Uji Hipotesis
Untuk
menguji hipotesis penelitian menggunakan uji statistik uji “t” dengan bantuan
program SPSS 16,00. Hipotesis penelitian yang diuji sebagai berikut :
: µ1 > µ2
: µ1 = µ2
Hasil perhitungan diperoleh skor Coeffisients
sig. sebesar 0.592 dan nilai
probabilitas yang digunakan adalah 0.05, jadi 0.592 > 0.05, maka Ho diterima
dan Ha ditolak artinya kinerja guru yang belum disertifikasi dengan guru yang
sudah disertifikasi memiliki varians yang sama. Artinya bahwa guru yang belum
disertifikasi dengan guru yang sudah disertifikasi tidak mengalami perbedaan.
Gambaran
tersebut di atas, bahwa ternyata guru Madrasah Aliyah se-Kota Bekasi yang sudah
dan yang belum disertifikasi memiliki kinerja yang sama atau tidak memiliki
perbedaan meskipun sekilas terlihat tampak perbedaan akan tetapi setelah
dilakukan uji beda mean ternyata
keduanya sama atau tidak berbeda. Dilihat dari rerata skor antara guru yang belum dan sudah disertifikasi pada
gambar di atas hanya terpaut sedikit yakni 139,82 dan 143,70 sehingga secara
statistik setelah dilakukan pengujian ternyata tidak ada perbedaan. Dengan
demikian, bahwa program sertifikasi guru yang diharapkan dapat mendorong
kinerja guru ternyata tidak banyak berpengaruh mengubah kinerja mengajar guru
lebih baik daripada guru yang belum disertifikasi. Hal ini berarti, program
sertifikasi guru baru sampai pada tahap mensejahterakan guru dengan
diberikannya tunjangan profesi dan belum menyentuh atau meningkatkan kinerja
mereka.
3.
Pembahasan
Kinerja
mengajar guru Madrasah Aliyah di Kota Bekasi aktivitas dan perilaku kerja guru baik PNS maupun non PNS yang
dilandasi dengan pengetahuan dan kemampuan dalam membuat perencanaan
pembelajaran, melaksanakan pembelajaran dan mengevaluasi pembelajaran,
penguasaan konten materi pelajaran dan pedagogi, serta kemampuan melakukan
hubungan kerjasama dengan orang tua, lembaga dan masyarakat terkait dengan
isu-isu pendidikan. Kinerja mengajar guru di bagi ke dalam dua kelompok
yaitu kelompok kinerja mengajar guru yang telah disertifikasi dan kelompok
kinerja mengajar guru yang belum disertifikasi.
Kinerja mengajar guru
memiliki empat dimensi yakni perencanaan pembelajaran, pelaksanaan
pembelajaran, evaluasi pembelajaran dan perbaikan atau pengembangan. Dari empat
dimensi tersebut di atas, dua dimensi memiliki kriteria baik yaitu dimensi
perencanaan dan evaluasi pembelajaran, sedangkan dua dimensi lainnya yaitu
pelaksanaan pembelajaran memiliki kriteria cukup baik dan perbaikan atau
pengembangan kurang atau lemah.
Klasifikasi baik dan
cukup baik pada setiap aspek dari dimensi kinerja mengajar guru di atas, bahwa
dimensi perencanaan pembelajaran memiliki kriteria baik, dimensi pelaksanaan
pembelajaran memiliki 32 secara umum memiliki kriteria cukup baik dan hanya beberapa
aspek yang memiliki kriteria kurang baik (yaitu menggunakan strategi yang
menyenangkan, menggunakan metode yang bervariasi, dan menggunakan media
pembelajaran yang menarik), dimensi evaluasi pembelajaran seluruhnya memiliki
kriteria baik, dan dimensi perbaikan atau pengembangan secara umum memiliki
kriteria kurang terutama pada aspek melakukan refleksi atas aktivitas
pembelajaran yang dilakukannya tergolong paling kurang.
Dalam
konteks di Madrasah Aliyah se-Kota Bekasi, secara umum dikatakan bahwa rata-rata
kinerja mengajar guru memiliki kriteria baik. Beberapa aspek memiliki kriteria
baik, beberapa aspek lain tergolong cukup baik dan terdapat pula aspek dengan
kategori kurang baik yakni pada aspek penggunaan strategi pembelajaran yang
menyenangkan, penggunaan metode yang bervariasi, penggunaan media pembelajaran
yang menyenangkan minat belajar siswa, dan lemahnya melakukan refleksi. Hal ini
berarti kecenderungan proses pembelajaran masih sering dilakukan dengan
pola-pola konvensional dan belum banyak menggunakan metode atau model-model
pembelajaran kooperatif, interaktif yang menyenangkan dan saat ini berkembang
serta belum terbiasanya guru melakukan refleksi atas kegiatan belajar mengajar
yang telah dilakukannya.
Setelah dilakukan uji
perbedaan antara guru yang sudah disertifikasi dengan guru yang belum
disertifikasi diperoleh gambaran sebagai berikut: Dimensi perencanaan
pembelajaran yang terdiri dari 4 butir pertanyaan, perbedaan guru
tersertifikasi dan belum tersertifikasi terdapat pada beberapa aspek, yakni
aspek menentukan tujuan dan sumber belajar dimana guru yang belum
tersertifikasi memiliki kriteria cukup baik sedangkan guru tersertifikasi
seluruh butir memiliki kriteria baik. Dimensi pelaksanaan pembelajaran dengan
32 pertanyaan, terdapat beberapa aspek yang berbeda yaitu pada aspek
menjelaskan pelajaran, pengelolaan waktu belajar yang efektif, pelibatan siswa
secara aktif dalam kegiatan pembelajaran untuk guru tersertifikasi memiliki
kriteria baik dan untuk guru yang belum tersertifikasi memiliki kriteria cukup
baik. Pada dimensi evaluasi pembelajaran dengan 7 butir pertanyaan seluruhnya
memiliki kriteria baik. Dimensi terakhir adalah perbaikan atau pengembangan
dengan 2 butir pertanyaan, guru tersertifikasi maupun belum tersertifikasi memiliki
kriteria kurang.
Masih
lemahnya kinerja mengajar guru khusus pada aspek pelaksanaan pembelajaran yang
aktif, kreatif dan menyenangkan dengan menggunakan berbagai metode dan
pendekatan yang bervariasi, menunjukkan bahwa program sertifikasi yang telah
diikuti tidak lebih sebagai acara seremonial yang diikuti sekedar menggugurkan
kewajiban sebagai seorang pendidik untuk kemudian berhak mendapatkan legalisasi
sertifikat profesi. Hal ini terbukti, meskipun dalam program PLPG diberikan
materi tentang metodologi pembelajaran PAKEM (pembelajaran aktif, kreatif,
efektif dan menyenangkan) ternyata ketika kembali ke tempat tugasnya masing-masing, pembelajaran
kembali semula dengan menggunakan pola konvensional dengan pendekatan monolog
ceramah.
Kondisi kinerja
mengajar guru di atas, tidak terlepas dari upaya yang dilakukan baik oleh guru
sendiri maupun oleh unsur eksternal lainnya, seperti dikatakan bahwa
peningkatan kualitas guru dalam pelaksanaan tugasnya (professional growth)
dapat diperoleh melalui usaha sendiri atau orang lain (Piet A. Sahertian, 1994
: 42). Artinya bahwa faktor eksternal juga turut berpengaruh terhadap
peningkatan kinerja guru, diantaranya adalah kepemimpinan kepala madrasah,
kelengkapan sarana dan budaya madrasah disamping faktor internal yang bersumber
dari dalam diri guru tersebut bagaimana berusaha mengembangkan kemampuannya
dalam mengajar.
Sejalan dengan
hasil penelitian, dari sudut internal adalah kurangnya keterbukaan para guru
dalam komunikasi profesi dalam bentuk refleksi atas proses belajar mengajar
yang telah dilakukannya. Pada aspek ini, hasil penelitian menunjukkan masih
rendah, artinya bahwa guru menganggap dirinya sebagai satu-satunya sumber
belajar sehingga tidak terbuka dengan orang lain untuk memberikan penilaian
atas apa yang dilakukannya, belum terbangunnya budaya diskusi dan saling
mengkoreksi, lemahnya daya kritisi dan kepedulian dalam mengelola pembelajaran
yang berkualitas, serta sikap puas terhadap pekerjaan yang telah dilakukannya.
Maka hasilnya adalah proses pembelajaran tidak berubah menjadi lebih baik
meskipun sebagian besar guru telah mengikuti program sertifikasi yang
diharapkan dapat mendongkrak kinerja mereka.
Dari sudut pandang eksternal,
sekembalinya guru yang telah disertifikasi ke tempat tugas masing-masing kurang
dilakukan pengawasan, pembinaan dan pengembangan oleh kepala sekolah melalui
supervisi akademik yang rutin dan kontinyu sehingga bekal yang telah diperoleh
guru ketika mengikuti PLPG tidak berbekas, guru mengajar secara konvensional
tanpa ada pemantauan dan pengawasan bahkan reward
and punishment. Supervisi merupakan hal penting yang tidak dapat dilepaskan
dalam proses pendidikan seperti dikatakan Melissa Luke & Janine M. Bernard
(2006 : 14) bahwa supervisi sesungguhnya dibutuhkan untuk meningkatkan skill
atau kemampuan terkait dengan penyelenggaraan pembelajaran di kelas, kemampuan
melakukan penilaian, kemampuan melakukan koordinasi dengan guru lain, kemampuan
memahami hubungan berbagai aktivitas di sekolah, kemampuan membuat perencanaan
fungsi sekolah, kemampuan mengambil keputusan tentang sesuatu yang berkaitan
dengan karir, kemampuan melakukan pengembangan layanan evaluasi, kemampuan
menentukan intervensi kelas pembelajaran dan terakhir adalah kemampuan
menghandel sesuatu sesuai dengan konteksnya yang bervariasi.
Terlepasnya
aspek akademis dari pantauan kepala madrasah juga merupakan rangkaian akibat
dari padatnya aktivitas kepala madrasah untuk mengurus masalah administrasi dan
keuangan serta bantuan lainnya, kepala madrasah harus turun tangan mengelola
dan mengamankan laporan keuangan, yang pada akhirnya tidak mampu menyentuh hal
esensial dalam pendidikan yakni proses pembelajaran.
KESIMPULAN
Berdasarkan hasil
penelitian dan pembahasan di atas, maka dapat ditarik kesimpulan penelitian ini
sebagai berikut :
1.
Kinerja
mengajar guru Madrasah Aliyah se-Kota Bekasi secara umum tergolong baik, hanya
pada dimensi pelaksanaan pembelajaran tergolong cukup (khususnya pasa dimensi
penggunaan metode pembelajaran yang bervariasi dan menyenangkan serta
penggunaan media pembelajaran yang menarik) dan pengembangan atau perbaikan tergolong
kurang atau lemah khususnya pada aspek melakukan refleksi atas kegiatan
pembelajaran yang telah dilakukannya.
2. Tidak terdapat perbedaan kinerja mengajar
guru Madrasah Aliyah se-Kota Bekasi antara yang sudah dengan yang belum
disertifikasi.
REKOMENDASI
Terkait dengan
temuan penelitian ini, maka penulis sampaikan beberapa rekomendasi sebagai
berikut :
1. Perlu adanya pengawalan program sertifikasi
guru ini dengan membuat program lanjutan terkait dengan pembinaan dan
pengembangan kinerja mengajar guru karena hasil penelitian ternyata tidak
terdapat perbedaan antara guru tersertifikasi dan belum tersertifikasi.
2. Perlu dilakukan pembinaan, pengawasan dan
peningkatan keterampilan mengajar guru oleh kepala sekolah dan atau pengawas terutama
pada aspek penggunaan metode dan strategi belajar mengajar karena aspek ini
ditemukan masih lemah.
3. Perlu diadakan atau diikutsertakannya guru
pada kegiatan diklat terkait dengan model-model pembelajaran, diklat pembuatan
dan penggunaan media pembelajaran interaktif, diklat ICT (Information and Communication Technology), dan diklat lesson Study dalam mendorong kebiasaan
guru melakukan refleksi sehingga terjadi perbaikan pola pembelajaran secara
terus menerus.
DAFTAR PUSTAKA
Akhmad Sudrajat.
(2008). Pemberdayaan Guru. (Online).
Tersedia: http://akhmadsudrajat.wordpress.com/2008/. (26 Pebruari 2010).
Arikunto, Suharsimi. (2006). Prosedur Penelitian Suatu
Pendekatan Praktik, Jakarta: Rineka Cipta.
Colquitt, Jasson
A, Jeffery A. Lapine, & Michael J. Wesson. (2009). Organizational Behavior:
Improving Performance and Commitment in the Workplace. New York: McGraw-Hill-Irwin.
Hammond, Linda Darling. (2006). Powerful Teacher
Education, Lesson From Examplary Programs. USA: Jossey-Bass.
Hidayat, Umul.
(2006). Upaya peningkatan kompetensi
guru. Jurnal Penelitian Pendidikan Agama Dan Keagamaan. Vol. 4 No. 2
April-Juni 2006.
Jalal, Fasli & Dedi Supriadi. (2001). Reformasi
Pendidikan Dalam Konteks Otonomi Daerah. Jakarta: Adicita Karya Nusa.
John P. Wilson.
(1999). Human Resources Management:
Learning and Training for Individuals and Organizations. London: Kogan Page
Limited.
Jones,
Jeff, Mazda Jenkin and Sue Lord. (2006). Developing
Effective Teacher Performance. California. Paul Chapman Publishing.
Lang, Helmut R & David N. Evans. (2006). Models, Strategies, and Methods
Leonard, Edwin
C, JR. (2010). Supervision. Concepts and Practices of Management. USA :
Cengage.
Luke, Melissa & Janine M Bernard. (2006). Counselor Education
and Supervision.
Washington: Jun 2006. Vol. 45, Iss. 4; pg. 282, 14 pgs
Lunenburg,
Fred C & Beverly J. Irby. (2006). The Principalship. Vision to Action.
USA : Cengage Learning.
Mapenda
Departemen Agama Kota Bekasi Tahun 2007
Nazir, Moh. (1999). Metode
Penelitian. Jakarta: Ghalia Indonesia.
Niko, Anthony J & Susan M. Brookhart. (2007). Educational Assesment of Students.
Fifth Edition. Ohio: Pearson Prentice Hall.
Orlich, Donald
C. et al. (2010). Teaching Strategies a Guide to Effective Instruction,
USA : Wadsworth.
Sahertian, Piet
A. (1994). Profil Pendidikan Profesional. Yogyakarta : Andi Offset.
Schunk, Dale H, Paul R. Pintrich, Judith L. Meece. (2008).
Motivation in Education, Theory, Reaearch, and Applications. Ohio, New
Jersey.
Sergiovanni,
Thomas J & Robert J. Starra. (2002). Supervision : A Redefinition. Sevent
Edition. New York: McGraw-Hill.
Soedijarto. (1993). Memantapkan Sistem Pendidikan Nasional. Jakarta:
Gramedia Widiasarana Indonesia.
Sugiyono. (2011). Metode Penelitian Kombinasi (Mixed Methods).
Bandung: Alfabeta.
Sukardi. (2003). Metodologi Penelitian Pendidikan, Kompetensi
dan Praktinya. Jakarta: Bumi Aksara.
Usman, M. Uzer. (1992). Menjadi Guru Profesional. Bandung : Remaja Rosdakarya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar