Abstrak
Aspek
mendasar perubahan kurikulum 2013 dari kurikulum sebelumnya terdapat pada empat
macam jenis kompetensi inti yang mengikat bagi semua mata pelajaran, yaitu
kompetensi inti 1 (KI-1) berupa aspek sikap spiritual, kompetensi inti 2 (KI-2)
berupa sikap sosial, kompetensi inti 3 (KI-3) berupa pengetahuan, dan
kompetensi inti 4 (KI-4) berupa keterampilan. Hal lain adalah karakteristik
pembelajaran menggunakan lima tahapan yaitu mengamati, menanya,
menalar/mengasosiasi, menggali/mencoba, dan mengkomunikasikan, dan dua hal
penting yaitu pendekatan pembelajaran saintifik dan penilaian autentik yang
menekankan pola pembelajaran joyfull
learning (pembelajaran yang menyenangkan). Berbagai perubahan di atas,
keberhasilannya sangat bergantung pada bagaimana guru dalam
mengimplementasikannya dengan kemasan pembelajaran yang kreatif dan inovatif.
PENDAHULUAN
Pendidikan adalah aspek yang sangat strategis dalam
pembangunan suatu bangsa. Berbagai kajian baik lokal maupun internasional, menunjukan
betapa kuatnya hubungan antara proses pendidikan yang dikembangkan suatu Negara
dengan tingkat perkembangan dan pertumbuhan Negara tersebut yang terindikasi
pada peningkatan ekonomi dan kondisi sosial budaya masyarakatnya. Artinya,
kokohnya suatu Negara tidak terpisahkan dari upaya pengembangan pendidikan yang
merata dan bermutu sehingga menghasilkan sumber daya manusia yang handal dan
kompetitif.
Kurikulum merupakan
aspek yang tidak dapat dipisahkan dalam proses pendidikan yang didalamnya
terdapat berbagai input saling
berkaitan dan menentukan eksistensi proses pendidikan itu sendiri. Menurut Nana Syaodih S, dkk (2006:7), input pendidikan diklasifikasikan menjadi tiga, yaitu : (1) Raw
input, yaitu siswa yang meliputi intelek, fisik-kesehatan, sosial-afektif
dan peer group. (2) Instrumental input, meliputi kebijakan
pendidikan, program pendidikan (kurikulum), personil (Kepala sekolah, guru,
staf TU), sarana, fasilitas, media, dan biaya, dan (3) Environmental input, meliputi lingkungan sekolah, lingkungan
keluarga, masyarakat, dan lembaga sosial, unit kerja. Dari tiga input di atas, kurikulum sebagai sebuah
kumpulan mata pelajaran yang disiapkan untuk peserta didik yang dalam istilah
Ahmad Tafsir (2010: 80) adalah sejumlah mata pelajaran yang harus ditempuh /
dipelajari atau sekumpulan mata pelajaran yang ditawarkan oleh lembaga merupakan
bagian penting yang dapat memberikan warna dan karakteristik bagi sebuah
lembaga pendidikan
Mata pelajaran Pendidikan
Agama Islam (saat ini menjadi Pendidikan Agama Islam dan Budi Pekerti) adalah
mata pelajaran yang wajib diajarkan kepada siswa pada semua jenjang pendidikan
dengan durasi 4 jam per minggu untuk sekolah dasar dan 3 jam untuk sekolah
menengah pertama dan menengah atas, seperti dinyatakan pada pasal 3 ayat 1 Peraturan
Pemerintah Nomor 55 Tahun 2007 tentang Pendidikan Agama dan Pendidikan
Keagamaan bahwa setiap satuan pendidikan pada semua jalur, jenjang, dan jenis
pendidikan wajib menyelenggarakan pendidikan agama. Mata pelajaran ini
merupakan salah satu mata pelajaran yang diajarkan secara mandiri dari jenjang
Sekolah Dasar hingga Sekolah Menengah Atas atau Kejuruan, artinya, pada tingkat
Sekolah Dasar dengan pola pembelajaran tematik tidak berlaku untuk mata
pelajaran Pendidikan Agama Islam. Hal ini dinyatakan pula dalam Peraturan
Pemerintah di atas pasal 4 ayat 2, bahwa setiap peserta didik pada satuan
pendidikan di semua jalur, jenjang, dan jenis pendidikan berhak mendapat
pendidikan agama sesuai agama yang dianutnya dan diajar oleh pendidik yang
seagama. Pernyataan di atas, meskipun tidak secara eksplisit menyatakan pelarangan
pembelajaran PAI di SD secara tematik integrasi, akan tetapi memiliki makna tersirat
adanya pelarangan karena jika dilakukan pembelajaran tematik integrasi maka
memungkinkan pembelajaran agama apapun diajarkan oleh guru yang tidak seagama
sebagaimana mata pelajaran lainnya.
MENGAPA
KURIKULUM HARUS BERUBAH
Perubahan dan
pengembangan kurikulum menjadi satu keniscayaan yang tidak terelakkan di Negara
manapun termasuk Indonesia yang telah mengalami perubahan semenjak tahun 1973,
kurikulum 1975, kurikulum 1984, kurikuum 1994, kurikulum 1997, kurikulum 2004,
kurikulum 2006 yang kemudian direvisi kembali pada tahun 2013 tetap sebagai
kurikulum yang berbasis kompetensi sekaligus menyempurnakan kurikulum 2006.
Dalam
paparan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan pada acara diskusi publik yang
dilaksanakan partai Golkar pada tanggal 18 Pebruari 2013 dengan tema “Mampukah
kurikulum 2013 menjawab tantangan generasi emas 2045?” dinyatakan bahwa
perubahan dan penyempurnaan kurikulum pendidikan tidak terlepas dari kondisi
ril yang ada saat ini, tantangan internal dan eksternal, serta perubahan masa
depan yang harus dipersiapkan. Rasional di atas kemudian dituangkan dalam permendikbud
Nomor 67, 68 dan 69 tentang kerangka dasar dan sturktur kurikulum SD, SMP dan
SMA tahun 2013, bahwa kurikulum 2013 dikembangkan menggunakan filosofi bahwa 1)
pendidikan berakar pada budaya bangsa untuk membangun kehidupan bangsa masa
kini dan masa mendatang, 2) peserta didik adalah pewaris budaya bangsa yang
kreatif, 3) pendidikan ditujukan untuk mengembangkan kecerdasan intelektual dan
kecemerlangan akademik melalui pendidikan disiplin ilmu, dan 4) pendidikan
untuk membangun kehidupan masa kini dan masa depan yang lebih baik dari masa
lalu dengan berbagai kemampuan intelektual, kemampuan berkomunikasi, sikap
sosial, kepedulian, dan berpartisipasi untuk membangun kehidupan masyarakat dan
bangsa yang lebih baik (experimentalism and social reconstructivism). Sedangkan
secara teoritis, Kurikulum 2013 menganut : 1) pembelajaan yang dilakukan guru (taught
curriculum) dalam bentuk proses yang dikembangkan berupa kegiatan
pembelajaran di sekolah, kelas, dan masyarakat; dan 2) pengalaman belajar
langsung peserta didik (learned-curriculum) sesuai dengan latar
belakang, karakteristik, dan kemampuan awal peserta didik. Seperti dikatakan Murray
Print dalam Wina Sanjaya (2008: 3) bahwa kurikulum sesungguhnya meliputi
rencana pengalaman belajar untuk peserta didik (planned learning experiences), sebagai sebuah program institusi
atau lembaga (offered within an
educational institution/program), disiapkan dalam bentuk dokumen (represented as a document), dan di
dalamnya termasuk hasil dari pengalaman belajar sebagai wujud implementasi
dokumen yang telah dibuat (includes
experiances resulting from implementing that document). Dengan demikian,
idealisme perubahan kurikulum mengikuti perubahan realitas yang terus bergulir
meskipun pada tataran implementasinya tentu banyak mengalami kendala dan
hambatan.
Pada perubahan
dan peyempurnaan kurikulum 2006 menjadi kurikulum 2013, Pemerintah menyiapkan
dokumen perubahan kurikulum tersebut menjadi satu paket yang disiapkan untuk
setiap lembaga pendidikan meskipun pada tahun 2013 ini hanya baru pada sebagian
kecil sekolah yang ditunjuk sebagai pilot
project. Dokumen dimaksud adalah kompetensi inti (KI) dan kompetensi dasar
(KD) yang harus diberikan kepada anak didik dalam proses pembelajaran, buku
teks siswa dan buku guru sebagai panduan proses pembelajaran yang lengkap dengan
langkah, metode, tahapan pembelajaran, dan alat evaluasi yang digunakan, serta
konten silabus pada setiap mata pelajaran.
ASPEK
PERUBAHAN KURIKULUM 2013
Kajian tentang
kurikulum tidak terlepas dari pertanyaan apa yang harus disampaikan dan
dikuasai anak didik?, bagaimana cara menyampaikannya?, dan seperti apa alat
ukur yang digunakan untuk menentukan bahwa siswa telah mencapai apa yang
diinginkan?. Pertanyaan-pertanyaan mendasar ini membutuhkan jawaban sebagai
bentuk kerja keras semua pihak dalam rangka menjawab tantangan zaman yang terus
berubah dan menuntut perubahan kurikulum itu sendiri sesuai dengan kebutuhan
masa depan anak didik.
Pada kurikulum 2006, setiap mata
pelajaran terdiri dari beberapa standar kompetensi, setiap standar kompetensi
terdiri dari kompetensi dasar dan setiap kompetensi dasar diturunkan indikator
kunci sebagai ukuran operasional keberhasilan proses pembelajaran, artinya
bahwa mata pelajaran memiliki standar kompetensi yang berbeda satu dengan
lainnya, hal ini berbeda dengan kurikulum 2013 yang mengikat setiap mata
pelajaran dengan kompetensi inti. Kompetensi inti dalam Permendikbud Nomor 65 Tahun 2013 tentang
Standar Proses dinyatakan sebagai gambaran secara kategorial mengenai
kompetensi dalam aspek sikap, pengetahuan, dan keterampilan yang harus
dipelajari peserta didik untuk suatu jenjang sekolah, kelas dan mata pelajaran.
Dengan demikian, kompetensi inti pada setiap level kelas adalah sama untuk
setiap mata pelajaran yakni 4 aspek kompetensi yang merupakan turunan dari kompetensi
generik, yaitu kompetensi sikap sipiritual (KI-1), kompetensi sikap sosial
(KI-2), kompetensi pengetahuan (KI-3) dan kompetensi keterampilan (KI-4).
Keempat kompetensi inti ini menjadi dasar bagi pengembangan dan pelaksanaan
pembelajaran semua mata pelajaran sehingga diharapkan seluruh guru memegang 4
macam kompetensi ini sebagai landasan dalam proses pembelajaran, guru mata
pelajaran apapun tidak melulu mengajarkan konten materi semata akan tetapi juga
menyampaikan dan menginternalisasikan nilai-nilai vertikal dan horizontal dalam
interaksi pembelajaran, sehingga proses pembelajaran tidak hanya terpaku pada
aspek kognitif semata.
Rincian dan kata kunci dan gradasi sikap,
pengetahuan, dan keterampilan berdasarkan Permendikbud Nomor 65 Tahun 2013 sebagai
berikut:
Sikap
|
Pengetahuan
|
Keterampilan
|
Menerima
Menjalankan
Menghargai Menghayati
Mengamalkan
|
Mengingat
Memahami
Menerapkan
Menganalisis
Mengevaluasi
|
Mengamati
Menanya
Mencoba
Menalar
Menyaji
Mencipta
|
Aspek
keseimbangan afektif, kognitif dan psikomotorik pada tabel di atas, sesungguhnya
merupakan hal yang tidak asing dan telah lama dikenal khsusnya oleh kalangan
pendidik, akan tetapi pada kurikulum 2013 aspek di atas menjadi penekanan yang
tergambar pada pada proses dan evaluasi yang harus dilakukan oleh guru. Hal ini
sekaligus menjadi pembeda atau paling tidak sebagai pengembangan dari kurikulum
sebelumnya. Pada kurikulum 2013 yang merupakan penyempurnaan KTSP, aspek
mendasar yang berbeda meliputi empat (4) kompetensi inti, lima (5) pendekatan
dalam pembelajaran, dan dua (2) hal penting yakni proses pembelajaran saintifik
dan penilaian autentik.
1. Kompetensi
Inti
Empat
jenis kompetensi inti yang menjadi pangkal bagi semua mata pelajaran, yaitu
kompetensi inti 1 (KI-1) berupa aspek sikap spiritual, kompetensi inti 2 (KI-2)
berupa sikap sosial, kompetensi inti 3 (KI-3) berupa pengetahuan, dan
kompetensi inti 4 (KI-4) berupa keterampilan. Keempat
kompetensi inti ini sama pada semua mata pelajaran pada jenjang tertentu sesuai
dengan standar kompetensi lulusan seperti tercantum dalam Permendikbud nomor 54
tahun 2013. Penjabaran kompetensi inti dari jenjang SD hingga SMA/MA dan
SMK/MAK, dapat dilihat pada tabel sebagai berikut:
Kompetensi
|
Deskripsi
Kompetensi Kelas 1 dan 2
|
Penambahan
Kompetensi Kelas 3 sampai 6
|
Sikap Spiritual
|
Meneriman dan menjalankan ajaran agama
yang dianutnya
|
Untuk kompetensi spiritual kelas 3
sampai 6 ada penambahan kata menghargai ajaran agama yang dianutnya
|
Sikap sosial
|
Menunjukkan perilaku jujur, disiplin,
tanggungjawab, santun, peduli, dan percaya diri dalam berinteraksi dengan
keluarga, teman dan guru
|
Untuk kompetensi sosial kelas 3 dan 4 ada
penambahan lokus disamping berinteraksi dengan keluarga dan guru ditambah tetangga
dan kelas 5 dan 6 ditambah cinta tanah air.
|
Pengetahuan
|
Memahami pengetahuan faktual dengan
cara mengamati, mendengar, melihat, membaca dan menanya berdasarkan rasa
ingin tahu tentang dirinya, makhluk ciptaan Tuhan dan kegiatannya, dan
benda-benda yang dijumpainya di rumah dan di sekolah
|
Untuk kompetensi pengetahuan kelas 3
dan 4 ada penambahan lokus tempat bermain dan untuk kelas 5 dan 6 ditambah
pengetahuan konseptual dan lokus tempat bermain.
|
Keterampilan
|
Menyajikan pengetahuan faktual dalam bahasa
yang jelas dan logis, dalam karya yang estetis, dalam gerakan yang
mencerminkan anak sehat, dan dalam tindakan yang mencerminkan perilaku anak
beriman dan berakhlak mulia.
|
Untuk kompetensi keterampilan kelas 3
dan 4 ada penambahan kata sistematis dan kelas 5 dan 6 ada penambahan kata
sistematis dan kritis.
|
Pada tabel di atas, bahwa jenjang SD dibagi menjadi tiga
kelompok yakni kelompok SD kelas 1 dan 2, kelas 3 dan 4, dan kelas 5 dan 6. Meskipun
tidak terlalu mencolok, tetapi pada setiap jenjang tersebut terdapat perbedaan target
kompetensi yang harus dicapai baik menyangkut lokus maupun tahapan berpikirnya.
Selanjutnya kompetensi inti pada jenjang SMP/MTs dapat dilihat sebagai berikut:
Kompetensi
|
Deskripsi
Kompetensi Kelas 7 sampai 9
|
Sikap Spiritual
|
Menghargai dan menghayati ajaran agama
yang dianutnya.
|
Sikap social
|
Menghargai
dan menghayati perilaku jujur, disiplin,
tanggung jawab, peduli (toleransi,
gotong royong), santun, percaya diri, dalam berinteraksi secara efektif
dengan lingkungan sosial dan alam dalam jangkauan pergaulan dan
keberadaannya.
|
Pengetahuan
|
Memahami dan
menerapkan pengetahuan (faktual,
konseptual, dan prosedural)
berdasarkan rasa ingin tahunya tentang ilmu pengetahuan, teknologi, seni,
budaya terkait fenomena dan kejadian tampak mata.
|
Keterampilan
|
Mengolah,
menyaji, dan menalar dalam ranah konkret
(menggunakan,
mengurai, merangkai, memodifikasi, dan membuat) dan ranah abstrak (menulis,
membaca,
menghitung, menggambar, dan mengarang)
sesuai dengan yang dipelajari di sekolah dan sumber lain yang sama dalam
sudut pandang/teori.
|
Pada tabel di
atas, aspek sikap spiritual siswa SMP tidak lagi pada kompetensi menjalankan
akan tetapi sudah harus mampu mengharai dan menghayati ajaran agamanya, aspek
sikap sosial diarahkan pada pergaulan pada kelompok-kelompok sosial dan
peningkatan rasa percaya diri, aspek pengetahuan sampai pada tahap berpikir prosedural
dan keterampilannya tidak terbatas pada hal-hal kongkrit melainkan juga hal-hal
yang abstrak. Sedangkan target kompetensi inti pada jenjang SMA/MA dan SMK/MAK sebagai
berikut:
Kompetensi
|
Deskripsi
Kompetensi Kelas 10 Sampai 12
SMA/MA
|
Penambahan
Kompetensi Kelas 10 Sampai 12 SMK/MAK
|
Sikap Spiritual
|
Meneriman dan mengamalkan ajaran agama
yang dianutnya
|
Untuk kompetensi ini antara SMA/MA dan
SMA/MAK sama dari kelas X hingga kelas XII.
|
Sikap sosial
|
Menghayati dan
mengamalkan perilaku jujur, disiplin, tanggung jawab, peduli (gotong royong,
kerjasama, toleran, damai), santun, responsif dan pro-aktif dan menunjukkan
sikap sebagai
bagian dari solusi atas berbagai permasalahan dalam berinteraksi secara
efektif dengan lingkungan sosial dan alam serta dalam menempatkan diri
sebagai cerminan bangsa dalam pergaulan dunia pergaulan dunia
|
Untuk kompetensi ini antara SMA/MA dan
SMA/MAK sama dari kelas X hingga kelas XII.
|
Pengetahuan
|
Memahami,
menerapkan, dan menganalisis pengetahuan faktual, konseptual, prosedural, dan
metakognitif berdasarkan rasa ingin tahunya tentang ilmu pengetahuan,
teknologi, seni, budaya, dan humaniora dengan wawasan
kemanusiaan,
kebangsaan, kenegaraan, dan peradaban
terkait
penyebab fenomena dan kejadian, serta menerapkan pengetahuan prosedural pada
bidang kajian yang spesifik sesuai dengan bakat dan minatnya untuk memecahkan
masalah
|
Untuk kompetensi pengetahuan, setelah
kata fenomena dan kejadian, diteruskan dengan kalimat dalam bidang kerjanya
yang spesifik untuk memecahkan masalah.
|
Keterampilan
|
Mengolah,
menalar, dan menyaji dalam ranah konkret dan ranah abstrak terkait dengan pengembangan
dari yang dipelajarinya di sekolah secara mandiri, bertindak secara efektif
dan kreatif, serta mampu menggunakan metoda sesuai dengan kaidah keilmuan,
sedangkan untuk kelas XII setelah kata menyaji ditambah kata mencipta
|
Pada kompetensi ini, untuk kelas XII setelah kata menyaji ditambah mencipta
dan setelah kata efektif dan kreatif ditambah mampu melaksanakan tugas
spesifik dibawah pengawasan langsung.
|
Pada jenjang
SMA/MA dan SMK/MAK dari kelas 10 sampai dengan kelas 12 tidak banyak perbedaan
kecuali hanya lokus dan tahapan keterampilan sampai pada mencipta untuk kelas
12 baik SMA/MA maupun SMK/MAK.
Kompetensi inti
dari setiap jenjang pendidikan di atas sama sekaligus menjadi pengikat bagi
seluruh mata pelajaran yang mendorong upaya pencapaian tujuan pendidikan dari 4
aspek yang ditekankan. Dari kompetensi tersebut, kemudian diturunkan kompetensi
dasar untuk setiap mata pelajaran, khusus untuk mata pelajaran Pendidikan Agama
Islam dan budi pekerti dapat digambarkan jumlah kompetensi dasar antara
kurikulum 2006 dan kurikulum 2013 sebagai berikut:
Kls
|
SD
|
SMP
|
SMA/K
|
|||
Kur
– 06
|
Kur-13
|
Kur-06
|
Kur-13
|
Kur-06
|
Kur-13
|
|
1
|
27
Kd
|
43
Kd
|
35
Kd
|
46
Kd
|
34
Kd
|
35
Kd
|
2
|
21
Kd
|
45
Kd
|
42
Kd
|
39
Kd
|
35
Kd
|
37
Kd
|
3
|
19
Kd
|
42
Kd
|
37
Kd
|
38
Kd
|
34
Kd
|
33
Kd
|
4
|
25
Kd
|
48
Kd
|
||||
5
|
24
Kd
|
37
Kd
|
||||
6
|
20
Kd
|
41
Kd
|
Berdasarkan
perbandingan di atas, untuk level SD nampak jumlah kompetensi kurikulum 2013
lebih banyak dari sebelumnya. Standar kompetensi yang baru stressingnya pada
materi keteladanan para nabi yang diajarkan mulai kelas I hingga kelas VI yang pada
kurkulum 2006 materi ini baru disampaikan pada kelas IV, terdapat materi yang
hilang pada kurikulum 2013 yakni topik tentang khalifah Nabi pada kelas V dan
tokoh-tokoh yang membangkang terhadap ajaran Islam, tapi pada kelas VI masuk
materi baru tentang ashabul kahfi. Sedangkan materi akhlak dimasukkan
sikap-sikap terpuji seperti disiplin, kasih sayang, menuntut ilmu, dan perilaku
sehat. Penambahan jumlah kompetensi dasar pada sekolah dasar lebih menekankan
pada aspek kompetensi inti 1 (KI-1) yaitu sikap spiritual dan kompetensi inti 2
(KI-2) yaitu sikap sosial.
Pada jenjang SMP
dan SMA/SMK dari jumlah standar kompetensinya tidak terlalu berbeda hanya saja
muatan kurikulum 2013 lebih gemuk dari pada sebelumnya. Hal yang nampak muatan
barunya adalah dimasukkannya materi akhlak terpuji seperti sikap terhadap orang
tua, guru dan sesama serta munculnya kompetensi tentang keharusan menghafal
ayat-ayat alquran. Begitu juga pada jenjang SMA/MA dan SMK/MAK yang banyak ditekankan
tentang akhlak terpuji dan perilaku pergaulan bebas yang dilarang agama serta
munculnya keharusan menghafal ayat-ayat alquran sebagai dalil tentang berbagai
perilaku.
2.
Tahapan
Pembelajaran
Tahapan proses pembelajaran yang ditekankan dalam
kurikulum 2013 berorientasi pada upaya membelajarkan siswa dengan pola yang
menyenangkan, melibatkan siswa secara aktif melalui berbagai aktivitas sehingga
siswa memiliki pengalaman belajar secara langsung dan guru berfungsi sebagai
fasilitator. Dikatakan Hammond (2006: 115) :
“Teaching
must build upon and modify students’ prior knowledge, responsive teachers
select and use instructional materials that are relevant to students’
experiences outside school, design instructional activities that engage
students in personally and culturally appropriate ways, make use of pertinent
examples or analogies drawn from students’ daily lives to introduce or clarify
new concepts, manage the classroom in ways that take into consideration
differences in interaction styles, and use a variety of evaluation strategies
that maximize students’ opportunities to display what they actually know in
ways that are familiar to them”.
Bahwa mengajar merupakan kegiatan membangun
dan memodifikasi
materi sesuai pengalaman siswa, memilih dan menggunakan materi pembelajaran
sesuai dengan pengalaman siswa, mendesain aktivitas pembelajaran yang menarik
siswa, menggunakan contoh-contoh dalam pembelajaran sesuai yang dialami siswa,
mengelola kelas dengan berbagai cara sehingga menentukan gaya interaksi dalam
pembelajaran, dan menggunakan teknik evaluasi yang bervariasi.
Lima
tahapan proses pembelajaran pada kurikulum 2013 ditekankan bahwa guru harus
melakukan proses pembelajaran melalui berbagai teknik agar siswa melakukan
proses mengamati, menanya, menalar/mengasosiasi, menggali/mencoba, dan
mengkomunikasikan.
a)
Mengamati, yaitu
proses aktif siswa melakukan kegiatan belajar sesuai dengan topik yang
disiapkan guru dengan menggunakan berbagai sumber yang ada. Seperti dikatakan Suharsono (2000: 146) bahwa obyek pembelajaran yang
memungkinkan anak-anak bisa berpikir logis sebagaimana ilmuwan besar lainnya
sebenarnya dapat ditemukan dalam lingkungan dan permainan mereka sendiri atau
hal-hal yang bersifat rekreatif.
b)
Menanya, yaitu
aktivitas bertanya siswa terhadap berbagai hal yang ditemui dalam pembelajaran
yang harus distimulasi oleh guru dengan membiasakan menggunakan rumus 5 W
(what, when, where, why, dan who) dan 1 H (how).
c)
Menalar/mengasosiasi,
yaitu aktivitas mengkaitkan proses berpikir atas obyek tertentu dengan tujuan
yang dikehendaki. Pada aktivitas ini siswa didorong untuk berpikir secara logis
atas obyek dan atau fenomena yang terjadi sehingga menemukan pemahaman
mendalam.
d)
Menggali/mencoba,
yaitu aktivitas mengalami secara langsung proses pembelajaran, guru hanya
berperan sebagai fasilitator yang mendukung proses pembelajaran aktis sehingga
siswa dapat menemukan jawaban atas pertanyaan-pertanyaan yang dibuatnya.
e)
Mengkomunikasi, yaitu aktivitas menyampaikan atau
mempresentasikan apa yang dialami dan ditemukannya sehingga dapat dipahami baik
oleh diri sendiri maupun oleh yang lainnya.
Dari lima tahapan pembelajaran
pada kurikulum 2013 di atas, menuntut kreativitas guru dalam pembelajaran
sehingga tercipta inovasi-inovasi
pembelajaran yang dapat meminimalisir kecenderungan untuk melakukan hal-hal
konvensional yang terbelenggu dengan pola pembelajaran paradigma lama yakni mengajar dan memberi
tugas latihan membawa dampak munculnya kejenuhan pada siswa bahkan membuat
siswa frustasi dan mengalami kebosanan berkepanjangan yang bias berakibat merugikan semua pihak terutama siswa karena
eksistensi mereka sebagai individu yang harus difasiliasi perkembangannya cenderung
terhambat. Proses pembelajaran yang dilakukan guru ini diawali dari perencanaan
pembelajaran inovatif yang mampu mengajak siswa untuk berpikir kreatif, pemilihan
bahan pembelajaran, penentuan strategi, penggunaan media pembelajaran yang
memungkinkan siswa untuk belajar dengan senang, sampai bagaimana melakukan
evaluasi untuk mengukur hasil belajar yang dicapai siswa.
3. Pendekatan
Saintifik dan Penilaian Autentik
Dua
aspek penting yang harus tergambar dalam proses pembelajaran dalam kurikulum 2013 adalah
pendekatan pembelajaran saintifik dan penilaian autentik. Pendekatan saintifik lebih
menekankan pola pembelajaran joyfull
learning (pembelajaran yang menyenangkan) yang mengaktifkan siswa sebagai
subyek didik untuk terlibat secara aktif menggali berbagai informasi selama
pembelajaran sedangkan penilaian autentik bahwa proses evaluasi belajar
dilakukan bukan hanya terpaku pada hasil yang dicapai berupa pemahaman semata,
akan tetapi juga harus dilakukan penilaian proses yang terkait dengan sikap dan
unjuk kerja siswa selama mengikuti kegiatan pembelajaran.
Proses pembelajaran pada kurikulum 2013 dengan pendekatan
saintifik diharapkan siswa melakukan penalaran terhadap obyek-obyek tertentu
melalui pengamatan dan mengalami langsung, seperti dikatakan John Dewey bahwa kelas
seharusnya menjadi laboratorium bagi pembelajaran, guru harus menciptakan
lingkungan belajar yang diandai prosedur-prosedur demokratis dan proses-proses
ilmiah dengan mendorong siswa melakukan pengamatan terhadap masalah-masalah
kemudian mencari jawabannya melalui interaksi dengan teman-temannya (Richard I.
Arends, 2008: 7).
Penilaian
autentik merupakan barang baru tapi lama dan barang lama tapi baru, mengapa
demikian karena secara teoritik telah lama hadir di dunia pendidikan hanya saja
penerapannya yang mungkin masih langka. Penilaian autentik ini memberikan
penekanan penilaian bukan hanya pada hasil belajar berupa pemahaman atas materi
pelajaran semata, akan tetapi diarahkan mencakup proses yang dilalui untuk
mengetahui aspek sikap dan keterampilan yang dikuasai siswa, karena
sesungguhnya hasil
belajar adalah terpenuhinya kompetensi yang dimiliki siswa dari segi
pengetahuan, keterampilan, dan nilai-nilai dasar yang direfleksikan dalam
kebiasaan berpikir dan bertindak (Balitbang Depdiknas, 2002 : 3).
Anderson (1989 : 334) menegaskan pula bahwa
evaluasi dan penilaian belajar dilakukan dengan tujuan menetapkan tingkatan
siswa, menilai performan siswa, menetapkan siswa pada kelas selanjutnya,
mengidentifikasi kesulitan siswa sehingga memerlukan tugas tambahan. Dengan
demikian, penilaian autentik lebih komplek dan membutuhkan instrumen yang
bervariasi baik berupa tes maupun non tes untuk mengukur dan memantau
perkembangan siswa dari ketiga aspek di atas.
PENUTUP
Kurikulum merupakah salah satu faktor saja
dalam upaya meningkatkan mutu pendidikan, karena tanpa dukungan serius semua
elemen pendidikan terutama guru, kurikulum menjadi sia-sia. Oleh karena itu, sebaik
apapun kurikulum dan desain rencana pembelajaran tetap saja hal itu adalah
benda mati tidak lebih dari sekedar dokumen jika tidak dikembangkan atau
dimodifikasi oleh guru dalam praktek pembelajarannya, artinya pembelajaran yang
menarik atau menjenuhkan bukan semata karena kurikulum dan rencana pembelajaran
yang dibuat akan tetapi lebih dari itu adalah bagaimana guru menerapkan rencana
pembelajaran tersebut dalam kemasan yang kreatif dan inovatif. Sesungguhnya perubahan
kurikulum 2013 menjadi pekerjaan bagi semua pelaku pendidikan dan
stakeholdernya untuk bertindak lebih jauh setelah kurikulum selesai dirubah,
karena kesadaran melakukan hasil perubahan menjadi penting dari sekedar merubah
itu sendiri.
DAFTAR BACAAN
Ahmad
Tafsir. 2010.
Filsafat
Pendidikan Islam. Bandung: Remaja Rosdakarya.
Arends, Richard I. 2008. Learning to Teach. Belajar untuk Mengajar.
Edisi ketujuh, Cetakan ke 1. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Hammond, Linda Darling. (2006). Powerful
Teacher Education, Lesson From Examplary Programs. USA: Jossey-Bass.
Lorin W. Anderson. 1989. The Efective
Teacher. New York : McGraw-Hill.
Nana Syaodih, Ayi Novi J., dan Ahman.
2006. Pengendalian Mutu Pendidikan Sekolah Menengah (Konsep, Prinsip dan
Instrumen). Bandung: Penerbit Rafika Aditama.
Permendikbud
Nomor 64 Tahun 2013 tentang Standar Isi
Permendikbud
Nomor 65 Tahun 2013 tentang Standar Proses
Permendikbud
Nomor 66 Tahun 2013 tentang Standar Penilaian
Permendikbud
Nomor 67 Tahun 2013 tentang Kerangka Dasar dan Struktur Kurikulum SD
Permendikbud
Nomor 68 Tahun 2013 tentang Kerangka Dasar dan Struktur Kurikulum SMP
Permendikbud
Nomor 69 Tahun 2013 tentang Kerangka Dasar dan Struktur Kurikulum SMA
Puskur
Balitbang Depdiknas. 2002. Pengembangan
kurikulum berbasis kompetensi
Jakarta.
Suharsono. 2000. Mencerdaskan
Anak. Jakarta: Inisiasi Press.
Wina
Sanjaya. 2008. Kurikulum
dan Pembelajaran. Teori dan Praktek Pengembangan Kurikulum Tingkat Satuan
Pendidikan,
Jakarta: Kencana Prenada Media Grup.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar