Dalam psikologi dijelaskan
tentang tahapan pertumbuhan dan perkembangan manusia sejak lahir. Pada setiap
tahap perkembangan manusia memiliki karakteristik berbeda. Dalam filsafat jawa,
penyebutan angka-angka memiliki arti yang berkaitan dengan tahapan kehidupan manusia.
Angka 1 sampai dengan 9 disebut berbeda-beda, yakni siji, loro, telu, papat, lima sampai sanga/songo yaitu sembilan. Penamaannya berubah-ubah, ini memiliki
makna bahwa manusia sejak lahir hingga usia 9 tahun itu terus tumbuh dan
berkembang dengan pesat. Dari usia 1 tahun ke 2 tahun, anak mengalami banyak
perubahan yang sangat jauh seperti fisik, gerakan, juga kecakapan lainnya,
begitu pula seterusnya hingga usia 9 tahun. Kemudian berakhir dengan angka 10
(sepuluh) merupakan jeda antara usia anak dengan remaja yang dimulai usia 11
tahun.
Usia 11 hingga 19 tahun
disebut dengan akhiran sama, sewelas,
rolas, telulas terus hingga sangalas/songolas
(sembilan belas). Sewelas dan
seterusnya dalam bahasa jawa berarti seneng
welas lan asih artinya terjadi rasa saling senang antara laki-laki dengan
perempuan. Ini adalah masa remaja, masa puber, masa mulai munculnya rasa
suka/simpati terhadap lawan jenis, fisiknya berubah semakin kentara, laki-laki
semakin berotot dan wanita semakin membentuk organ-organ penting lainnya.
Muncul rasa kepedulian antarsesama, membentuk kelompok, muncul rasa cari
perhatian terhadap lawan jenis. Bila laki-laki berkumpul maka topik
pembahasannya adalah wanita, dan begitu juga jika para wanita berkumpul maka
yang dibicarakan adalah pria. Pada usia ini memang terjadi istilah pacaran,
pria maupun wanita bisa saling mengungkapkan rasa ketertarikannya. Diakhiri
dengan angka 20 (rongpuluh) sebagai
jeda dengan masa selanjutnya menginjak masa dewasa.
Usia 21 sampai dengan
29 disebut dengan kata likuran, selikur, rolikur, telulikur hingga
sangalikur (29). Selikur bermakna
sejatine linggih ning kursi yaitu
usia dimana kita sudah mulai harus bekerja menetap pada suatu profesi tertentu.
Masa ini merupakan permulaan berkarir sebagai dasar untuk dilanjutkan secara
kokoh dimasa mendatang yang lebih kuat. Di tengah-tengah antara 21 sampai
dengan 29 ada usia 25 (selawe) yang
berarti senenge lanang lan wedok
yaitu usia saling mencintai antara laki-laki dan perempuan. Usia lanjutan
terbangunnya rasa saling suka pada usia belasan, maka usia ini adalah masa
pernikahan, penyebutannya berbeda sendiri dengan usia 21 sampai 29 dengan
istilah likuran. Setelah manusia
mulai bekerja dan berkarir pada usia 21 (selikur)
sebagai bekal membina rumah tangga, maka 25 (selawe) menjadi pintu masuk membentuk keluarga kecil. Setelah itu
diakhiri pula dengan angka 30 (telungpuluh)
sebagai jeda memasuki usia dewasa tengah yang lebih bijak dan stabil.
Usia 31 sampai dengan
49 cukup panjang disebut dengan kata yang sama telungpuluh siji (31) sampai patangpuluh
sanga (49). Usia ini merupakan masa dewasa tengah. Seyogyanya bangunan dalam
keluarga sudah kokoh, karir sudah mantap, berpikir sudah bijak tidak ceroboh,
dan kondisi keluarga sudah mapan menapaki apa yang telah digagas dan dimulai pada
usia likuran (linggih ning kursi). Tentu pada usia ini banyak aspek mencapai puncaknya
yang harus dijaga untuk persiapan memasuki usia selanjutnya.
Tahap berikutnya masuk
usia 50 yang dalam bahasa jawa disebut seket.
Seket kepanjangannya senenge kethun
berarti suka menutup kepalanya. Menutup kepala dengan kopiah bermakna pada usia
ini, orang sudah senang mendekatkan diri dengan Khalik untuk fokus beribadah.
Suka memakai penutup kepala juga bermakna kebutuhan orang tua karena telah
terjadi perubahan pada kepalanya seperti tumbuh rambut putih atau juga sudah
turunya daya tahan fisiknya apabila terkena langsung oleh sinar matahari
ataupun hujan.
Angka selanjutnya
adalah 51 (seket siji) sampai 59 (seket sanga) disebut secara sama dan
stabil berada pada masa tua dan diakhiri dengan angka 60 (sewidak) yang memiliki kepanjangan sejatine wis tindak, artinya sudah waktunya untuk pergi, pergi
kemana? tentu kembali menghadap kepada sang Khalik. Usia 60 tahun merupakan
usia mendekati kematian meskipun sesungguhnya mati adalah urusan Allah yang
tidak dapat diprediksi kapan datangnya. Namun bila kembali menstandarkan kepada
usia Rasulullah Muhammad saw, maka usia 60 merupakan masa akan berakhirnya
kehidupan kita. Wallahu a’lam.