Rabu, 19 September 2018

PENELITIAN LAYANAN KITAB SUCI


Penelitian Indeks Layanan Kitab Suci yang dilakukan Puslitbang Lektur, Khazanah Keagamaan, dan Manajemen Organisasi tahun 2018 dilakukan di  Nusa Tenggara Timur, Papua, Jawa Tengah, Lampung, Sumatera Utara, Denpasar, Jawa Barat, Kalimantan Selatan, Sulawesi Selatan, Sulawesi Utara, Banten dan Maluku. Penelitian ini sangat penting dan merupakan salah satu Indikator Kinerja Utama Kementerian Agama. Seperti diungkapkan Kepala Puslitbang Lektur, Khazanah Keagamaan dan Manajemen Organisasi (LKKMO) Muhammad Zain ketika turun ke lapangan guna memonitor pelaksanaan penelitian tersebut. Dalam forum brainstorming yang dipimpin Kabag Tata Usaha di ruang rapat Kantor Kementerian Agama Provinsi Nusa Tenggara Timur, Kapuslitbang LKKMO menyatakan bahwa tujuan penelitian ini adalah untuk mendapatkan informasi yang akurat tentang penyebaran kitab suci pada semua agama yang dilakukan oleh Kementerian Agama. Hadir dalam forum itu Kepala Bidang Litbang Manajemen Organisasi sebagai leading sector penelitian, Para Kepala Bidang dan Kasi Kanwil Kemanag NTT dan peneliti dari Puslitbang LKKMO.
Menurut Muhammad Zain, ketersediaan kitab suci adalah sangat penting karena semua agama memiliki kitab suci yang tiada lain merupakan teks-teks ajaran yang berfungsi sebagai enlightenment bagi pemeluknya. Selain itu, keberadaannya dapat mendorong tingkat literasi agama. Literasi agama masyarakat tidak akan beranjak naik jika mereka tidak memiliki kitab suci yang merupakan sumber nilai dan ajaran yang diyakininya. Oleh karena itu, penyebaran kitab suci seyogyanya berjalan optimal dan dirasakan masyarakat bahwa negara telah hadir.
Lebih dari itu, dari sisi substansi makna dalam kita suci perlu penerjemahan ekstra hati-hati dan harus dilakukan oleh orang yang ahli dalam rangka mendukung moderasi agama. Dalam Islam, ada kasus penerjemahan ayat-ayat tertentu yang setelah dilakukan croscheck ternyata kurang tepat. Seperti pemaknaan kata “kafir” yang sesungguhnya berasal dari kata “cover” berarti penutup/menutupi, kata “aulia” yang dahulu dimaknai pemimpin tetapi kemudian ternyata lebih tepat diterjemahkan sebagai teman/kawan, dan kata “qawwamuna ‘alannisa” pada surat Annisa. Kata ini populer diartikan bahwa laki-laki pemimpin bagi kaum wanita, namun menurut ahli bahasa bahwa kata tersebut lebih tepat dimaknai pengayom atau pelindung. Makna ini lebih tepat yang menggambarkan pasangan suami dan isteri sebagai relasi cinta yang saling mengasihi, buka relasi pimpinan dan bawahan yang lebih menunjukkan kekuasaan.
Penelitian indeks layanan kitab suci baru dilakukan saat ini semenjak awal kelahiran Kementerian Agama tahun 1946. Menurut Choirul (peneliti Puslitbang LKKMO) hal ini didasarkan pada urgensi yang diamanatkan oleh konstitusi dan tugas serta fungsi Kementerian Agama yakni memberikan layanan dalam bidang keagamaan. Disadari bahwa kitab suci merupakan sumber primer ajaran agama dalam sistem keyakinan, ritual, pengetahuan dan lainnya. Ditengarai ada 2 problem tentang kitab suci, pertama sisi penyediaan mulai proses perencanaan hingga pengadaan dan kedua adalah penyebaran atau distribusinya. Tentu, dalam penelitian ini diharapkan memperoleh kesimpulan perbaikan layanan yakni pengadaan dan distribusinya.
Selama eksplorasi data yang diperlukan, ditemukan berbagai keterangan yang mencengangkan seperti jarangnya distribusi kitab suci dari pusat ke Kanwil-Kanwil, kurang meratanya distribusi kitab suci ke masyarakat yang memerlukan karena tidak adanya anggaran transportasi untuk distribusi sehingga penyebaran kitab suci hanya diberikan kepada lembaga/masyarakat yang datang ke kantor. Selama penelusuran ke lapangan, banyak tempat-tempat ibadah yang miskin kitab suci bahkan yang adapun bukan berasal dari Kementerian Agama.
Jangka waktu monitoring yang sangat singkat, sempat berkunjung ke beberapa lokasi rumah ibadah tua yang ada di Kupang. Gereja tidak bernama yakni Gereja Kota Kupang yang didirikan tahun 1887 merupakan gereja tertua yang berlokasi di pinggir pantai. Keberadaanya yang tetap difungsikan sebagai tempat ibadah hingga saat ini, juga menjadi situs sejarah yang dilindungi. Tidak jauh dari lokasi itu, ada pula masjid tertua di Kota Kupang yakni Masjid Baitul Qadim yang didirikan oleh Sya’ban bin Sanga pada tahun 1806. Masjid tertua ini telah mengalami beberapa kali perbaikan dan pelebaran namun tidak menghilangkan keberadaan bangunan lamanya termasuk “mimbar” yang masih berdiri tegak.
Dari berbagai perbincangan dengan pejabat Kanwil, Tokoh Masyarakat, Ketua MUI, dan masyarakat setempat, bahwa NTT termasuk provinsi yang rukun dan tidak banyak terjadi konflik sara karena kekuatan ikatan perkawinan antarmarga. Isu agama tidak mempan mendorong terjadinya konflik tidak seperti isu atasnama marga yang cenderung lebih sensitif. Selain itu, bibit-bibit konflik selalu dapat dikendalikan dengan terjalinnya komunikasi intensif antartokoh agama pada semua lapisan melalui pertemuan rutin yang berkelanjutan.

Minggu, 16 September 2018

KEPERKASAAN INTERNET


Zaman kini telah berubah, jika dulu kekuatan bergantung pada sekumpulan orang dalam kelompok-kelompok yang membangun visi bersama untuk tujuan tertentu, sekarang individu secara mandiri bisa memiliki kekuatan luar biasa baik dalam aspek penguasaan ekonomi maupun lainnya. Manusia sekarang dapat dengan leluasa menggunakan media sosial berbasis internet melakukan apa yang dikehendakinya. Bagi mereka yang kuat mengemban values kemanusiaan menggunakan internet untuk kemaslahatan manusia, namun bagi yang hanya berorientasi praktis, ekonomis, bahkan politis bisa jadi menggunakannya hanya untuk kepuasan dan target-target pribadi.
Perubahan era ini mendorong pentingnya nurani manusia untuk mengelola kompetensi dirinya bagi kesejahteraan khalayak banyak. Jika tidak, maka hancurlah dunia ini oleh keserakahan manusia yang terkungkung oleh hawa nafsunya. Pantaslah jika kemudian di Amerika banyak orang yang mencoba mendaftarkan diri untuk turut serta eksodus ke planet baru untuk menapaki kehidupan barunya.
Menurut Taufan Hariyadi, dalam Republika edisi Rabu, 18 April 2018, halaman 6 dinyatakan bahwa kalau ada senjata pemusnah massal di era industri 4.0 seperti sekarang, media sosial bisa jadi salah satunya. Kekuatan internet dengan cepat mampu mengubah cara pandang, menjungkirbalikan logika, bahkan melemahkan daya nalar. Revolusi kini tidak lagi melalui senjata atau tank, melainkan bisa melalui medsos. Saat Wael Ghonim sukses memimpin gerakan revolusi di Mesir yang menginginkan perubahan di negaranya, hanya melalui facebook. Ia menjadi kotor revolusi menggulingkan rezim Hosni Mubarak. Model revolusi ini juga berlanjut di Tunisia. Rezim presiden Zine El-Abidine Ben Ali tumbang di bawah keperkasaan internet. Di Indonesia keperkasaan media sosial, ketika gerakan 212 yang mampu menggerakan jutaan masa untuk menuntut penyelesaian kasus penistaan agama yang dilakukan Gubernur DKI Jakarta, Basuki Cahaya Purnama.
Menurut Turkle, bahwa di tengah teknologi yang semakin maju, sesungguhnya manusia itu rapuh dan rentan dan yang paling parah lagi adalah merasa sendirian. Medsos sesunguhnya memberikan pilihan kepada umat manusia untuk lebih baik atau sebaliknya. Anak-anak bisa semakin berprestasi atau malah semakin jatuh akibat pencetan tombol yang salah sehingga muncul informasi yang tidak baik.
Hoaks saat ini terus berkembang dimana-mana dan masuk pada semua lapisan, kita sering sulit membedakannya mana yang benar dan mana yang hoaks, kita tertipu bahkan bisa saling serang dan membunuh karena hoaks. Sungguh ini telah lama dinyatakan oleh Syekh Hasyim Asy’ari bahwa nanti akan tiba suatu zaman sebagai tanda-tanda kiamat dimana terjadi aktivitas tulis menulis tetapi isinya adalah fitnah dan kebohongan.
Adakah instrumen yang mampu menangkal, membendung dan membedakan “hoaks” saat ini? Sepertinya tidak ada, semua kembali pada prinsip masing-masing individu. Integritas diri menjadi kunci utama, kesalehan pribadi dalam mengelola berbagai informasi dari medsos perlu diutamakan agar tidak meracuni banyak generasi bahkan memakan korban luas. Barang siapa yang hendak meracuni suatu generasi maka racunilah materi bacaannya, artinya siapa yang menyebarkan informasi palsu, kebohongan, fitnah, adu domba maka dia adalah predator generasi mendatang.

REORIENTASI PENELITIAN


Prof. Irwan Abdullah. Antropolog UGM secara lugas menyitir bahwa Kementerian Agama dihadapkan pada banyak persoalan internal dan eksternal. Persoalan internal adalah kurangnya bahan untuk menghadapi berbagai isu yang berkembang bahkan lemahnya antisipasi terhadap derasnya perubahan tersebut. Sedangkan persoalan eksternal adalah terjadinya perubahan negara karena peralihan era revolusi industri.
Dahulu zaman Suharto, para ilmuwan sosial pernah ditempeleng lewat Menteri Sekretaris Negara Murdiono. Beliau mengatakan bahwa saat ini kebijakan yang diambil adalah pilihan yang buruk dari yang paling buruk karena ilmuwan sosial tidak memberikan sumbangan atau hasil-hasil yang baik misalnya saja tentang masalah kebudayaan. Kebudayaan menurut pandangan seniman dan ilmuwan itu berbeda. Menurut seniman kebudayaan itu produk hasil-hasil seperti lukisan, seni. Sedangkan menurut ilmuwan kebudayaan itu adalah kata kerja sehingga menjadi etos. Contoh sederhana adalah tentang agama yang didorong ke masjid-masjid dan tempat ibadah sehingga tidak ditemui di pasar, di kantor, dan di semua tempat. Dengan demikian agama dijauhkan dari keummatan. Nah, riset-riset ini yang kemudian disorot kurang memberikan kontribusi kepada Pemerintah
Dikatakan, saat ini negara telah memasuki era disruption (gangguan/kekacauan) setelah mengalami beberapa tahap revolusi industri, yaitu: Era 1.0 yang ditandai dengan adanya mesin uap, Era 2.0 ditandai dengan banyaknya penggunaan mesin dalam berbagai aspek, Era 3.0 ditandai dengan penggunaan listrik pada berbagai sendi kehidupan, dan Era 4.0 ditandai dengan aktivitas berbasis internet. Efek perubahan menurut murid Clifford Geertz ini menuntut kita melakukan penyesuaian-penyesuaian termasuk dalam bidang penelitian. Tema-tema penelitian harus berubah,  jika tidak berarti kita tidak membaca bahkan tidak peka terhadap fenomena yang berkembang.
Dijelaskan, dulu agama bersifat otoritatif, dominan dan absolut. Makanya judul-judul penelitian lebih pada peran ulama dan perubahan sosial misalnya. Nah era sekarang, tokoh-tokoh agama bisa dipertanyakan bahkan dilaporkan. Jadi otorisasi masa lalu sudah berubah. Tempat-tempat ibadah mengalami dislokasi dan disfungsi sehingga agama semakin lemah. Dulu agama sebagai komunitas dimana setiap orang saling terikat karena spirit agama, saat ini telah hilang sehingga perlu revitalisasi dan rekonstruksi melalui naskah-naskah yang berisi kekuatan masa lalu. Jadi, papar Irwan, kita perlu belajar sejarah karena sejarah itu adalah identitas dan ujungnya adalah solidaritas.
Era revolusi industri 4.0 menurut Irwan adalah era dimana kita dirampas oleh media berbasis internet yang kekuatannya dapat mengubah semua hal. Orang bisa terkenal mendadak karena media dan orang dapat menggali berbagai informasi lewat media. Efek dari itu semua adalah terjadi depersonalisasi. Jika dulu belajar agama bersifat personal menyangkut hubungan antara santri dengan gurunya, saat ini tidak lagi seperti itu, orang belajar melalui gambar, simbol, video, sehingga terjadi pendangkalan, pesannya tidak sampai bahkan bisa menyimpang karena tidak ada kontrol dari gurunya. Dengan demikian, penelitian di era baru ini harus mampu menjawab berbagai persoalan di atas, karena ketika agama termediakan, maka substansinya menjadi hilang karena cenderung polarisasi dan entertain/hiburan.
Datangnya era baru ini tantangan bagi peneliti. Oleh karenanya, menjadi peneliti harus merupakan panggilan jiwa, jika tidak maka bisa menghasilkan tabel-tabel tapi tidak ada rasanya yakni rasa keindonesiaannya. Perlu disadari, bahwa posisi Kementerian Agama itu adalah institusi yang memiliki tugas dan fungsi melakukan proses menuju tujuan nasional diantaranya menciptakan harmoni atau kerukunan umat beragama. Persoalan kerukunan ini tidak pernah selesai hingga sekarang. Puslitbang Lektur seyogyanya menjadi pionir mem-back up institusi Kementerian Agama dalam menjawab persoalan-persoalan yang terus berkembang, salah satunya melalui policy brief yang harus dihasilkannya setiap saat.
Untuk itu, kita perlu bagaimana mereformasi lembaga dengan baik, yaitu dengan cara membangun pilihan nilai yang harus disepakati bersama baru setelah itu membuat visi dan misi. Dengan pilihan nilai yang diambil maka terdapat tiga hal penting penopangnya, yakni idealisme anggota, pengetahuan (knowledge), dan keteladan.
Setiap anggota organisasi harus memiliki idealisme sehingga melahirkan identitas dan solidaritas. Tanpa idealisme maka kinerja menjadi buruk karena tidak ada karakter dan kebersamaan yang dibangun. Pengetahuanpun menjadi sangat penting, dimana setiap anggota dituntut memiliki pengetahuan yang cukup sesuai bidang tugasnya, tanpa pengetahuan pekerjaan menjadi kacau bahkan tidak menghasilkan sesuatu. Dan terakhir adalah keteladan yang harus melekat pada setiap diri dengan penuh komitmen, disamping harus meneladani orang yang lebih baik, tapi lebih penting adalah dapat diteladani oleh orang lain.
 

PROBLEM MENULIS


Diskusi dilakukan di ruang aula Pascasarjana UIN Suska Riau pada tanggal 15 Maret 2018 tentang pengalaman penelitian dan menulis.  Hadir dalam diskusi diantaranya Direktur Pascasarjana UIN Suska Prof. Dr. Ilyas Husti, MA beserta jajarannya, Dr. Muhammad Zain, MA, Dr. Asroi, M.Pd, dan mahasiswa S3 UIN Suska.
Mengutip pernyataan Prof. Qodri Azizi, bahwa S1 itu adalah strata bagi mahasiswa yang mencari ilmu, S2 strata mahasiswa dengan karakteristik critical analysis yang memiliki kemammpuan menimbang pendapat/pemikiran para pakar, dan S3 adalah mahasiswa memiliki kemampuan melahirkan pikiran independen bahkan mampu memberikan fatwa. Konsekuensinya jika sudah doktor maka harus melakukan critical analysis terhadap berbagai pendapat dan gagasan. Jika profesor mengatakan A maka kita harus mengatakan B dengan reasoning yang lebih kuat. Hal ini seperti dicontohkan Imam Syafii ketika menulis Kitab Al Umm berbeda dengan gurunya sebagai bentuk critical analysis. Bahkan Imam Syafii berbeda dengan pendapatnya sendiri yang disebut dengan qaul qodim dan qaul jadid.

Problem utama kita di dunia kampus dan lainnya adalah academic writing yang belum menjadi tradisi atau kebiasaan. Menurut Prof. Atho Muzhar, bahwa untuk selesai menulis disertasi kita tidak perlu melakukan dehumanisasi keluarga, sahabat dan masyarakat, kita mengalir saja, jangan dirasakan sangat sulit seperti menjunjung gunung sehingga menghalangi kita tidak melakukan pengembaraan intelektual/intellectual travelling. Jadi, yang terpenting harus dimulai dari kegelisahan akademik dan adanya keunikan. Apalagi saat ini kita berada di zaman internet yang mudah untuk kita menggali berbagai informasi.

Pengalaman pribadi Zain, ketika menulis disertasi, beliau membaca 600 buku, artikel, dan referensi lainnya sebelum mengajukanproposal. Hal ini dilakukan untuk meyakinkan bahwa tema yang dibahas itu belum dikaji orang lain dan kita tidak bertanding dengan diri sendiri. Kita harus fokus dan konsen dalam melakukan kajian. Sebagai contoh, Ada profesor di Leiden university bernama Juynboll. Selama hidupnya jarang berada di bangku kuliah. Beliau menulis buku Canonical hadits selama 35 tahun. Setiap harinya selalu ada di perpustakaan untuk membaca dan membaca dan tidak bicara dengan siapapun. Dalam bukunya tersebut ia meragukan hadits. Namun demikian, menurut dia hadits nabi jauh lebih baik daripada injil karena hadits punya sanad sedangkan injil tidak.

Dalam menulis disertasi kita harus full dan konsen jangan sampai main ambil dari internet, dll. Kualitas disertasi bukan pada jumlah halamannya tapi lebih penting substansinya. Disertasi yang baik cukuplah 150 halaman. Menurut Fazlurrahman bahwa disertasi yang baik cukup 100 halaman karena jika lebih pasti di dalamnya banyak pengulangan. Kelak setelah anda semua lulus menjadi doktor bukan sekedar doktor, tetapi anda adalah doktor yang berkualitas dan menambah kelas menengah Indonesia. Mengapa Singapur kuat karena middle class sciety nya lebih banyak, mengapa kita masih banyak persoalan dan politik uang dalam pemilu karena di Indonesia kelompok low class society nya lebih banyak. Contoh lain adalah Israel yang sulit dikalahkan, karena dari 1 juta penduduk itu terdapat 17500an doktor dan profesornya, Mesir hanyak 1500an doktor dan profesor. Bahkan di Indonesia lebih sedikit lagi.


Untuk mendukung kemampuan menulis kita, maka perlu membaca buku academic writing tentang teknik dan cara bagaimana menulis yang baik jangan sampai kita tidak berputar-putar dalam menuangkan ide. Sering kita temui banyak orang pandai tapi ketika sudah di depan Laptop ternyata sulit menulis. Contoh permasalahan yang dapat saudara lihat diantarannya tentang masalah mengecat jenggot dari sudut pandang sosiologi, mau melihat timbul dan tenggelamnya hadits, seperti ada hadits wala aimmatin minquriasy. Hadits ini terkenal pada masa khalifah Abu Bakar setelah nabi wafat hingga berabad-abad tidak ada yang membantah sehingga para sultan diangkat dari orang quraisy, tetapi di zaman Ibnu Khaoldun muncul mukoddimah ibnu kholdun yang membantah makna quraisy itu bukan geneologi/keturunan quraisy tetapi adalah kompetensi seperti orang quraisy.

Indonesia menyimpan sangat kaya raya manuskrip yang bisa dilakukan penelitian. Ada profesor Edwin P Wierenga, beliau meneliti manuskrip tentang syair unggas soal jawab. Menurutnya syair unggas ini merupakan asli syair Melayu yang memiliki makna bahwa ulama kita memiliki kreativitas otentik. Jika Cak Nur mengatakan bahwa orang Indonesia itu merupakan konsumen ilmu pengetahuan, ini tidak spenuhnya benar karena temuan Edwin ini bahwa ulama-ulama kita banyak menulis.

Jadi, kita perlu penguasaan Manuskrip Nusantara, seperti dikatakan Yan Van der Puthen (dari Jerman) bawah siapa yang menuasai masa lalu maka ia akan menguasai masa depan, dengan demikian Jerman menyiapkan anggaran tidak terbatas untuk membeli berbagai naskah dan manuskrip seluruh dunia dalam rangka itu.

Menyikapi dinamika perkembangan jurnal yang teindeks Scopus, di Kemenag ada 2 ribu jurnal yaitu moraref. Dari 2000 itu ada 800 yang sudah OJS. Iran memiliki jurnal yang diakui dunia khusus sains dan teknologi. Moraref akan dimasukan ke jurnal Iran itu. Di Lektur kita punya dua jurnal Lektur dan Heritage. Kita setuju bahwa kita punya pemikiran bahwa Indonesia seharusnya menjadi destinasi pemikiran Islam. Islam Indonesia adalah Islam masa depan dunia. Dulu abad 18 kiblat kita ke Mesir, Yaman, dsb, tapi hari ini, kiblat Islam adalah ke Asia Tenggara, dan itu adalah Indonesia.