Penelitian
Indeks Layanan Kitab Suci yang dilakukan Puslitbang Lektur, Khazanah Keagamaan,
dan Manajemen Organisasi tahun 2018 dilakukan di Nusa
Tenggara Timur, Papua, Jawa Tengah, Lampung, Sumatera Utara, Denpasar, Jawa
Barat, Kalimantan Selatan, Sulawesi Selatan, Sulawesi Utara, Banten dan Maluku.
Penelitian ini sangat penting dan merupakan salah satu Indikator Kinerja Utama
Kementerian Agama. Seperti diungkapkan Kepala Puslitbang Lektur, Khazanah
Keagamaan dan Manajemen Organisasi (LKKMO) Muhammad Zain ketika turun ke
lapangan guna memonitor pelaksanaan penelitian tersebut. Dalam forum brainstorming yang dipimpin Kabag Tata
Usaha di ruang rapat Kantor Kementerian Agama Provinsi Nusa Tenggara Timur,
Kapuslitbang LKKMO menyatakan bahwa tujuan penelitian ini adalah untuk
mendapatkan informasi yang akurat tentang penyebaran kitab suci pada semua
agama yang dilakukan oleh Kementerian Agama. Hadir dalam forum itu Kepala
Bidang Litbang Manajemen Organisasi sebagai leading
sector penelitian, Para Kepala Bidang dan Kasi Kanwil Kemanag NTT dan
peneliti dari Puslitbang LKKMO.
Menurut Muhammad Zain,
ketersediaan kitab suci adalah sangat penting karena semua agama memiliki kitab
suci yang tiada lain merupakan teks-teks ajaran yang berfungsi sebagai enlightenment bagi pemeluknya. Selain
itu, keberadaannya dapat mendorong tingkat literasi agama. Literasi agama
masyarakat tidak akan beranjak naik jika mereka tidak memiliki kitab suci yang
merupakan sumber nilai dan ajaran yang diyakininya. Oleh karena itu, penyebaran
kitab suci seyogyanya berjalan optimal dan dirasakan masyarakat bahwa negara
telah hadir.
Lebih dari itu, dari
sisi substansi makna dalam kita suci perlu penerjemahan ekstra hati-hati dan
harus dilakukan oleh orang yang ahli dalam rangka mendukung moderasi agama.
Dalam Islam, ada kasus penerjemahan ayat-ayat tertentu yang setelah dilakukan croscheck ternyata kurang tepat. Seperti
pemaknaan kata “kafir” yang sesungguhnya berasal dari kata “cover” berarti
penutup/menutupi, kata “aulia” yang dahulu dimaknai pemimpin tetapi kemudian
ternyata lebih tepat diterjemahkan sebagai teman/kawan, dan kata “qawwamuna
‘alannisa” pada surat Annisa. Kata ini populer diartikan bahwa laki-laki
pemimpin bagi kaum wanita, namun menurut ahli bahasa bahwa kata tersebut lebih
tepat dimaknai pengayom atau pelindung. Makna ini lebih tepat yang
menggambarkan pasangan suami dan isteri sebagai relasi cinta yang saling
mengasihi, buka relasi pimpinan dan bawahan yang lebih menunjukkan kekuasaan.
Penelitian indeks
layanan kitab suci baru dilakukan saat ini semenjak awal kelahiran Kementerian
Agama tahun 1946. Menurut Choirul (peneliti Puslitbang LKKMO) hal ini didasarkan
pada urgensi yang diamanatkan oleh konstitusi dan tugas serta fungsi Kementerian
Agama yakni memberikan layanan dalam bidang keagamaan. Disadari bahwa kitab
suci merupakan sumber primer ajaran agama dalam sistem keyakinan, ritual, pengetahuan
dan lainnya. Ditengarai ada 2 problem tentang kitab suci, pertama sisi
penyediaan mulai proses perencanaan hingga pengadaan dan kedua adalah
penyebaran atau distribusinya. Tentu, dalam penelitian ini diharapkan
memperoleh kesimpulan perbaikan layanan yakni pengadaan dan distribusinya.
Selama eksplorasi data
yang diperlukan, ditemukan berbagai keterangan yang mencengangkan seperti
jarangnya distribusi kitab suci dari pusat ke Kanwil-Kanwil, kurang meratanya
distribusi kitab suci ke masyarakat yang memerlukan karena tidak adanya
anggaran transportasi untuk distribusi sehingga penyebaran kitab suci hanya
diberikan kepada lembaga/masyarakat yang datang ke kantor. Selama penelusuran ke
lapangan, banyak tempat-tempat ibadah yang miskin kitab suci bahkan yang adapun
bukan berasal dari Kementerian Agama.
Jangka waktu monitoring
yang sangat singkat, sempat berkunjung ke beberapa lokasi rumah ibadah tua yang
ada di Kupang. Gereja tidak bernama yakni Gereja Kota Kupang yang didirikan
tahun 1887 merupakan gereja tertua yang berlokasi di pinggir pantai.
Keberadaanya yang tetap difungsikan sebagai tempat ibadah hingga saat ini, juga
menjadi situs sejarah yang dilindungi. Tidak jauh dari lokasi itu, ada pula
masjid tertua di Kota Kupang yakni Masjid Baitul Qadim yang didirikan oleh
Sya’ban bin Sanga pada tahun 1806. Masjid tertua ini telah mengalami beberapa
kali perbaikan dan pelebaran namun tidak menghilangkan keberadaan bangunan
lamanya termasuk “mimbar” yang masih berdiri tegak.
Dari berbagai perbincangan
dengan pejabat Kanwil, Tokoh Masyarakat, Ketua MUI, dan masyarakat setempat,
bahwa NTT termasuk provinsi yang rukun dan tidak banyak terjadi konflik sara
karena kekuatan ikatan perkawinan antarmarga. Isu agama tidak mempan mendorong terjadinya
konflik tidak seperti isu atasnama marga yang cenderung lebih sensitif. Selain
itu, bibit-bibit konflik selalu dapat dikendalikan dengan terjalinnya
komunikasi intensif antartokoh agama pada semua lapisan melalui pertemuan rutin
yang berkelanjutan.