Kamis, 28 Januari 2016

MEMAHAMI DAN MENGAPLIKASIKAN PENELITIAN KUALITATIF


A.    Paradigma
Secara sederhana paradigma penelitian diartikan sebagai pola atau model dalam sebuah penelitian yang di dalamnya menjelaskan keterkaitan antarbagian dalam satu susunan yang saling melengkapi dan berkaitan. Secara umum dan paling dikenal terdapat dua macam paradigma, yaitu paradigma ilmiah (Scientific Paradigm) dan Paradigma alamiah (Naturalistic Paradigm).
Kedua paradigma yang sangat terkenal di atas, sesungguhnya keduanya berusaha untuk mencapai kebenaran melalui pendekatan yang berbeda, yaitu sebuah proses epistemologis untuk mencapai kebenaran yang dicari setiap manusia. Aliran positivisme memiliki pandangan bahwa kebenaran semata-mata berasal dari realitas empiris-sensual, bertolak dari hukum-hukum ilmiah, menekankan bahwa obyek yang dikaji harus berupa fakta yang teramati dan dapat diukur.
Pola pikir aliran positivisme menghendaki obyek yang teramati dan terukur dalam bentuk variabel-variabel yang jelas dan diturunkan dalam indikator-indikator. Kejelasan variabel-variabel penelitian ini dalam rangka mencari hubungan atau pengaruh satu atau beberapa variabel terhadap variabel lain karena menurut aliran ini, bahwa yang terjadi di alam ini memiliki hukum sebab akibat, ada pengaruh dan ada yang dipengaruhi serta ada keterkaitan satu sama lain yang tidak dapat dipisahkan.
Berbeda dengan positivisme, aliran rasionalisme menekankan bahwa ilmu berasal dari pemahaman intelektual manusia yang dibangun atas kemampuan memberikan argumentasi secara logik rasional atas fenomena yang terjadi. Oleh karena itu, penekanan aliran rasionalisme ialah ketajaman rasio dalam pemaknaan terhadap obyek yang diteliti. Pemahaman intelektual dan kemampuan argumentatif perlu didukung data empiris sehingga apa yang dihasilkan dari proses berpikir rasional logis tersebut terbukti secara faktual. Bagi aliran rasionalisme ini, fakta empirik bukan hanya yang bersifat sensual dalam bentuk variabel-variabel, melainkan ada empiri logik, empiri teoritik, dan empiri etik. Misalnya: ruang angkasa, peninggalan sejarah masa lampau, dan jarak sekian tahun juta cahaya, semuanya merupakan realitas tetapi tidak mudah dihayati secara sensual melainkan dapat dihayati secara teoritis keilmuan.

B.   Konsep Dasar Penelitian Kualitatif
1.     David Williams 
      Penelitian kualitatif adalah pengumpulan data pada suatu latar alamiah, dengan menggunakan pendekatan alamiah, dan dilakukan oleh orang atau peneliti yang tertarik secara alamiah. Definisi ini memberi gambaran bahwa penelitian kualitatif mengutamakan latar alamiah, dan dilakukan oleh orang yang mempunyai perhatian khusus terhadap fenomena-fenomena alamiah.
2.  Denzin dan Lincoln
Penelitian kualitatif adalah penelitian yang menggunakan latar alamiah dengan maksud mentafsirkan fenomena yang terjadi dan dilakukan dengan jalan melibatkan berbagai metode yang ada.
   3. Jane Richie
Penelitian kualitatif adalah upaya untuk menyajikan dunia sosial dan perfektifnya di dalam dunia, dari segi konsep, perilaku, persepsi, dan persoalan tentang manusia yang teliti.
Dari beberapa definisi di atas, penelitian kualitatif merupakan penelitian yang menggunakan pendekatan naturalistik untuk mencari dan menemukan pengertian atau pemahaman tentang fenomena dalam suatu latar yang memiliki konteks khusus. Penelitian kualitatif menghasilkan prosedur analisis yang tidak menggunakan prosedur analisis statistik atau kuantifikasi lainnya. Penelitian kualitatif ini berusaha memahami fenomena tentang apa yang dialami oleh subyek penelitian misalnya perilaku, persepsi, motivasi, dan aktivitas secara holistik, dengan cara melakukan deskripsi dalam bentuk uraian narasi terhadap suatu konteks alamiah dengan menggunakan metode alamiah. 
Peneliti kualitatif memiliki ciri atau karakteristik yang berbeda sangat kontras dengan penelitian kuantitatif, yaitu:
1.     Data yang dikumpulkan bersifat lunak yakni mendeskripsikan orang tempat, hasil percakapan, dll,
2.     Semua data yang diperoleh dari lapangan tidak dianalisis secara statistikal,
3.  Pertanyaan penelitian tidak dirangkai oleh variabel-variabel operasional, melainkan dirumuskan melalui kajian semua kompleksitas yang ada dalam konteks penelitian,
4. Tidak dapat dilakukan penelitian dengan mendekati permasalahan melalui pertanyaan-pertanyaan yang bersifat uji hipotesis,
5.   Peneliti mengumpulkan data melalui hubungan langsung dengan orang-orang pada situasi khusus,
6.     Prosedur kerja pengumpulan data yang paling umum digunakan adalah observasi partisipatif dan wawancara mendalam
Dalam penelitian kualitatif, peneliti sendiri atau dengan bantuan orang lain merupakan alat pengumpulan data utama yang disebut dengan human instrument. Karena jika memanfaatkan alat lain selain manusia, maka sangat dimungkinkan adanya data yang tidak dapat digalih secara mendalam. Sebagai instrumen, peneliti terlibat secara langsung bahkan berhubungan dan berinteraksi dengan obyek yang diteliti guna mendapatkan pemahaman atas fenomena-fenomena yang terjadi. Fenomena-fenomena itulah yang kemudian dicatat, didata dan direkam oleh peneliti hingga sampai pada satu kesimpulan.
Penelitian kualitatif menggunakan beberapa metode dalam mengkoleksi data seperti pengamatan, wawancara, atau penelaahan dokumen. Metode ini digunakan karena :
1.     Metode ini menyajikan secara langsung hakekat hubungan antara peneliti dan responden dalam kurun waktu tertentu.
2.     Metode ini lebih peka dan lebih dapat menyesuaikan diri dengan banyak pengaruh atas pola-pola nilai yang dihadapi.
Analisis data penelitian merupakan kegiatan penting berupa proses mengorganisasi, memilah, dan mensintesiskan data yang diperoleh dari lapangan berupa catatan, rekaman, foto, dokumen sehingga terkumpul dalam satuan yang sama dan saling terkait satu dengan lainnya. Tanpa analis, data menjadi tidak berfungsi dan berserakan sia-sia. Oleh karena itu, peneliti sebagai instrumen dalam penelitian kualitatif sangat berperan untuk menterjemahkan dan mendeskripsikan data sesuai dengan realitasnya lepas dari subyektivitas peneliti.
Dalam penelitian kualitatif, analisis data dilakukan secara induktif, yaitu analisis data yang diperoleh sumber-sumber kecil yang terpisah sehingga menjadi kumpulan data yang menyatu, menjadi general, dan menjadi rumusan yang bersifat deduktif.
1.  Proses induktif lebih dapat menemukan kenyataan-kenyataan yang sangat bervariasi di lapangan untuk sampai pada penyimpulan.
2.       Lebih dapat membuat hubungan peneliti dengan yang diteliti, responden lebih terbuka, dapat saling mengenal dan memahami.
3.   Lebih dapat menguraikan kejadian-kejadian secara mendalam dengan melihat fakta-fakta secara langsung.
Setelah dilakukan analisis data sesuai dengan jenis, bentuk, dan karakteristiknya, hal yang harus dilakukan adalah penafsiran dan pembahasan data sehingga apa yang ditemukan dalam penelitian memiliki makna yang dapat dipahami oleh orang lain. Kebermaknaan data penelitian sangat erat kaitanya dengan uraian penafsiran dan pembahasan yang detil, lugas, dan komprehensif peneliti dari proses pengamatan dan penelitian yang dilakukannya.
Uraian di atas, karena penelitian kualitatif lebih mementingkan proses daripada hasil, hal ini disebabkan oleh hubungan bagian-bagian yang sedang diamati jauh lebih jelas apabila diamati dalam prosesnya. Sehingga proses yang terjadi dapat dijelaskan secara cermat dan mendalam untuk menjawab kemengapaannya bukan sekedar apa hasilnya. Dalam penelitian kualitatif, terdapat istilah obyektivitas, kesahihan, dan keterandalan.
1.     Obyektivitas dalam tradisi kualitatif adalah bahwa penelitian itu faktual dan dapat dikonfirmasikan baik proses maupun hasilnya,
2.     Kesahihan penelitian kualitatif merupakan kesanggupan mendeskripsikan rekonstruksi realita secara lengkap dan detil sebagaimana yang dikonstruksikan oleh respondennya,
3.     Keterandalan penelitian kualitatif  menekankan pada pernyataan bahwa hasil penelitian dapat dipercaya dan dilaksanakan dengan penuh kejujuran. Hal ini berarti bahwa hasil penelitian seperti catatan lapangan, foto, dokumen lainnya dapat dicek akurasinya.
Hasil penelitian kualitatif sebagai fokus yang diperoleh dari rangkaian proses penelitian sangat bergantung pada dua hal berikut:
1.  Hasil penelitian tergantung pada kualitas hubungan antara peneliti dan obyek penelitian, semakin kondusif hubungan antara peneliti dengan obyek yang diteliti kemungkinan data akan bisa diungkap secara mendalam, sebaliknya semkain tidak kondusif antara peneliti dengan obyek penelitian maka data kemungkinan tidak dapat digalih.
2.     Konfirmasi hipotesis penelitian akan menjadi lebih baik verifikasinya apabila diketahui oleh orang-orang yang ada kaitannya dengan yang diteliti. Dengan demikian hasil penelitan dapat dikonfrontir dengan obyek penelitian.

C.  Menulis Laporan Penelitian
Menulis merupakan aktivitas yang memerlukan energi tersendiri disamping membutuhkan keterampilan yang diperoleh melalui latihan kontinyu dari mulai yang sederhana dan pendek hingga yang rumit dan panjang. Secara sederhana menulis merupakan kegiatan merangkai huruf menjadi kata, menjadi kalimat dan menjadi paragraf yang mempunyai makna tertentu. Dalam konteks menulis laporan hasil penelitian, merupakan kegiatan menyusun apa yang ditemukan dalam proses pengamatan dan penelaahan untuk dibaca oleh pihak lain sehingga informasi yang ada di dalamnya dapat dipahami dan bermanfaat bagi kepentingan orang banyak.
Kualitas laporan hasil penelitian kualitatif sangat bergantung pada penulisnya dalam mengurai, merangkai, dan mendeskripsikan data tertentu sehingga mudah dipahami pembaca baik dari sisi struktur bahasa maupun sistematika laporannya. Hal demikian, karena data penelitian kualitatif yang berbentuk naratif cenderung lebih gemuk dibandingkan data penelitian kuantitatif berbentuk angka-angka yang lebih ramping. Terkait dengan format laporan, para ilmuwan telah menyusun format untuk karya ilmiah yang terdiri dari : judul, abstrak, pendahuluan, materi dan metode, temuan/hasil, diskusi/pembahasan, dan daftar pustaka.
  1. Judul (menggambarkan isi yang diteliti)
  2. Abstrak (merupakan ringkasan penelitian dari awal hingga akhir mencakup masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, metodologi penelitian, hasil penelitian, dan kesimpulan)
  3. Pendahuluan (merupakan bagian pertama tubuh laporan hasil penelitian yang didalamnya mengungkap masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, dan aspek lainnya)
  4. Materi dan metode (materi merupakan kajian pustaka sebagai dasar yang mengarahkan peneliti melakukan penelitian sesuai tujuan. Kajian pustaka ini merupakan uraian lengkap tentang pokok variabel yang diteliti tidak sekedar membahas dan menjelaskan definisi. Sedangkan metode merupakan langkah-langkah dan cara yang dilakukan dalam penelitian sehingga memperoleh data yang valid dan handal)
  5. Temuan/hasil (merupakan data yang diperoleh dari proses penelitian baik berbentuk kualitatif maupun kuantitatif)
  6. Diskusi/pembahasan (merupakan penjelasan, analisis dan pengkajian peneliti terhadap data-data yang ditemukan sehingga saling berkait, bermakna dan mudah dipahami)
  7. Daftar pustaka (merupakan sumber rujukan yang digunakan peneliti dalam melakukan penelitian)
Urutan yang sangat logis ini dapatlah diaplikasikan pada semua bentuk tulisan ilmiah. Cara efektif untuk mengikutinya adalah dengan jalan menjawab empat pertanyaan di bawah ini sekaligus sebagai jembatan dalam penulisan laporan hasil penelitian, yaitu:
  1. Apa masalahnya? Jawaban anda adalah Pendahuluan.
  2. Bagaimana anda meneliti masalahnya? Jawaban anda adalah materi dan metode.
  3. Apa yang anda temukan? Jawaban anda adalah Hasil/Temuan.
  4. Apa makna temuan itu? Jawaban anda adalah Pembahasan/Diskusi.

D.  Daftar Bacaan
Arikunto, Suharsimi. 2006. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta: Rineka Cipta.
Chourmain, M.A.S. Imam. 2006. Acuan Normatif Penelitian Untuk Penulisan Skripsi, Tesis, dan Disertasi. Jakarta: Al-Haromain Publishing House.
Lexy J. Moleong. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja Rosda Karya. 
Loraine Blaxtar, et.al. How To Research. Seluk Beluk Melakukan Riset. Alih Bahasa Agustina R.E. Sitepoe. Edisi Kedua. Jakarta: Indeks.
Nazir, Mohammad. 1999. Metode Penelitian. Jakarta: Ghalia Indonesia.
Singarimbun, Masri. 1995. Metode Pelitian Survei. Jakarta: Pustaka LP3ES.
Sudarwan Danim. 2002. Menjadi Peneliti Kualitatif. Bandung: Pustaka Setia.
Sugiyono. 2007. Metode Penelitian Pendidikan, Pendekatan Kuantitaif, Kualitatif, dan R&D. Bandung: Alfabeta.



Rabu, 27 Januari 2016

MENULIS LAPORAN HASIL PENELITIAN




             Ketika hasil penelitian sudah tersedia kadang peneliti masih kebingungan untuk menuliskan laporan. Dari segi susunannya uraian setiap bab dalam laporan PTK terdiri dari 5 bab. Bagian Latar Belakang (BAB I), Kajian Pustaka (BAB II) dan Metodologi Penelitian (BAB III) dalam laporan PTK pada intinya memuat komponen-komponen penelitian yang ada dalam bagian Latar Belakang, Kajian Pustaka dan Metodologi yang ada dalam Proposal. Namun demikian tentu tidak persis sama karena dalam laporan bagian-bagian tersebut bukan berisi rencana seperti pada proposal melainkan berisi laporan pelaksanaan sehingga mestinya lebih lengkap.
Ada dua kemungkinan perlakuan terhadap isi proposal untuk ditampilkan menjadi laporan penelitian yaitu melengkapi dan merevisi. Pertama, apabila pelaksanaan penelitian sama dengan rencana yang ada dalam proposal maka laporan hanya merupakan hasil melengkapi dan memperbaiki isi proposal.

Memperbaiki maksudnya membetulkan kata atau kalimat yang kurang tepat. Hal yang harus diperbaiki pertama kali adalah kalimat "akan" dalam proposal menjadi “telah”. Kata-kata tersebut banyak ditemukan dalam BAB I dan BAB III. Contohnya dalam BAB III ada kalimat “Penelitian ini akan dilaksanakan mulai minggu kedua Agustus hingga minggu ketiga Oktober 2012”. Dalam laporan diubah menjadi  “Penelitian ini telah dilaksanakan mulai minggu kedua Agustus hingga minggu ketiga Oktober 2012”. Kalau waktu yang sebenarnya tidak sesuai dengan rencana yang ada dalam proposal maka dituliskan waktu yang sesuai dengan pelaksanaan.

Kegiatan melengkapi maksudnya menambahkan hal penting yang belum termuat dalam proposal. Pada Bab I misalnya menambahkan fakta-fakta empiris atau data otentik yang diperlukan untuk memperkuat latar belakang masalah. Kegiatan melengkapi sering terjadi pada kajian pustaka. Pada proposal bab ini dipaparkan secara singkat namun pada laporan harus diuraikan secara rinci dan lengkap sehingga perlu penambahan-penambahan yang dikaji dari beragam sumber.

Kedua, apabila terjadi perubahan pada pelaksanaan sehingga tidak sama dengan rencana yang telah dipaparkan dalam proposal maka laporan merupakan revisi dari proposal. Bisa jadi hanya terjadi perubahan kecil seperti materi ajar atau waktu penelitian. Perubahan tersebut hanya membutuhkan revisi kecil saja. Namun dalam sebuah penelitian tindakan kelas bisa terjadi perubahan signifikan dalam perjalanan penelitian. Misalnya dalam perjalanan ditemukan bahwa secara empirik tindakan yang dipilih kurang tepat atau kurang relevan dengan masalah. Temuan ini menuntut peneliti untuk menggantinya. Tentu perubahan ini akan berdampak terhadap  banyak komponen mulai dari latar belakang, rumusan masalah, kajian pustaka dan metodologi penelitian. Apabila kasusnya demikian, maka isi proposal mengalami revisi besar. Bahkan bab I, II dan III bisa jadi berbeda dengan proposalnya dan peneliti tidak harus memaparkan perubahan yang terjadi melainkan menulis hasil perubahannya saja.

Deskripsi data memuat sekitar 35% laporan merupakan paparan dari data-data hasil observasi dan hasil refleksi setiap siklus. Setiap data dipaparkan berdasarkan urutan setiap pertemuan dan siklus. Data-data yang telah dipaparkan kemudian diolah dengan cara melakukan pengkodean, pengelompokan dan penghitungan. Kadang-kadang bagian deskripsi data dan pengolahan data menyatu sehingga data-data hasil penelitian langsung ditampilkan dalam bentuk data matang dalam bentuk tabel, grafik, skema dan sejenisnya yang dapat secara langsung menggambarkan temuan berbentuk kecenderungan-kecenderungan sesuai fokus masalah.

Kecenderungan-kecenderungan tersebut kemudian dibahas dengan cara menginterpretasi berdasarkan kerangka teori yang telah dipaparkan dalam Bab II. Hasil interpretasi selanjutnya disintesa  (digabung-gabungkan) berdasarkan pertanyaan penelitian sehingga menghasilkan proposisi-proposisi (pernyataan) yang akan menjadi landasan dalam merumuskan kesimpulan. Bagian ini harus mencapai jumalah sekitar 35% dari keseluruhan laporan.

Kesimpulan dan saran merupakan bagian akhir  dari laporan PTK yang menempati sekitar 3% saja dari jumlah laporan. Bagian ini merupakan jawaban dari pertanyaan penelitian yang tertuang dalam rumusan masalah. Kesimpulan dirumuskan berdasarkan proposisi-proposisi hasil pembahasan dan jumlahnya sesuai dengan jumlah pertanyaan dalam rumusan masalah. Merumuskan kesimpulan akan sangat mudah ketika proposisi-proposisi hasil pembahasan dirumuskan dengan jelas. Bagian saran adalah usulan dari peneliti untuk pihak-pihak yang terkait dengan hasil penelitian. Bagian ini disusun dengan cara mengeksplorasi temuan-temuan dan ide mengenai pemanfaatan hasil penelitian bagi berbagai pihak.

 B.    Komponen dan Sistimatika Laporan

Setelah PTK dilaksanakan hingga peneliti sudah memiliki data memadai, pekerjaan selanjutnya adalah menulis laporan. Yang pertama harus dipahami adalah bahwa menulis laporan merupakan bagian dari penelitian. Artinya penelitian belum selesai apabila belum ditulis laporannya. Menulis laporan penelitian berarti menyatukan seluruh komponen penelitian secara sistimatik dan ilmiah sehingga hasil penelitian dapat tersaji dan terpahami secara utuh. Oleh karena itu, apabila hasil penelitian tidak disusun dalam bentuk laporan maka hanya akan berbentuk data-data yang tidak memiliki makna.
Ketika PTK selesai dilaksanakan sesungguhnya baru selesai pada langkah pengumpulan data. Langkah penyajian dan pengolahan data serta merumuskan kesimpulan dilakukan selajutnya dan diakhiri dengan penulisan laporan. Bahkan banyak orang yang melakukan langkah penyajian data, pengolahan data dan perumusan kesimpulan dilakukan berbarengan dengan penyusunan laporan.  Berdasarkan pengalaman teknik ini banyak kelebihannya. Diantaranya pertama dapat menghemat waktu karena melakukan dua langkah sekaligus. Kedua dapat terhindar dari kehilangan data. Ketika melakukan pengolahan data tidak langsung disusun dalam bentuk laporan maka dapat tercecer sehingga susah dicari atau bahkan hilang.
Laporan PTK merupakan sebuah karya tulis ilmiah hasil penelitian. Oleh karena itu laporan PTK harus memenuhi kriteria ilmiah. Yang dimaksud ilmiah adalah adalah logis, teroretis, sistimatis, simpel dan dapat dipahami. Logis berarti pernyataan-pernyataan dalam laporan dilandasi fakta dan argumen sehingga dapat dipahami akal sehat atau common sense. Teoretis artinya berdasarkan kepada teori atau model tertentu. Misalnya, siklus PTK yang  akan digunakan model Kemis atau  Eliot. Tindakan yang akan dilakukan juga harus berdasarkan teori tertentu. Misalnya menggunakan metode Round Robin maka dipaparkan teorinya. Apapun bentuk tindakan itu merupakan sebuah inovasi maka harus dipaparkan juga kajian teori yang melandasinya. Sistematis artinya pembahasannya urut dimulai dari masalah, teori, metodologi, data hasil penelitian, pengolahan data, pembahasan dan kesimpulan.  Selain itu komposisi setiap komponen harus proporsional. Dalam sebuah karya ilmiah proporsi yang paling besar harusnya pada hasil penelitian. Simpel berarti memuat yang penting-penting saja, tidak bertele-tele dan tidak terlalu banyak. Laporan penelitian PTK berkisar antara 45 sampai 60 halaman kertas A4.
Sistimatika dan komponen laporan PTK sangat beragam namun secara umum terdiri dari komponen dan sistimatika yang relatif sama. Berikut ini komponen dan sistimatika Laporan PTK yang merupakan lanjutan dari proposal:

BAGIAN AWAL
1.     Halaman judul
2.     Halaman pengesahan
3.     Abstrak
4.     Kata pengantar
5.     Daftar isi
6.     Laftar tabel
7.     Daftar lampiran

BAGIAN ISI
BAB I  PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang MAsalah
B.    Rumusan Masalah
C.    Tujuan Penelitian
D.    Manfaat Penelitian
BAB II KAJIAN PUSTAKA
A.    Uraian teori mengenai variabel yang akan ditingkatkan
B.    Uraian teori mengenai variabel tindakan
C.    Kerangka berpikir
D.    Hipotesis tindakan
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
A.    Seting Penelitian
B.    Prosedur Siklus Penelitian
C.    Metode Pengumpulan Data
D.    Metode Analisis Data
E.     Indikator Keberhasilan
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A.    Gambaran Kondisi Kelas
B.    Deskripsi Data Hasil Penelitian
C.    Pembahasan
BAB V SIMPULAN DAN SARAN
A.    Simpulan
B.    Saran


BAGIAN PENUNJANG
-          Daftar Pustaka
-          Lampiran
1.     Rencana pembelajaran
2.     Instrumen penelitian
3.     Contoh hasil kerja siswa (contoh LKS yang sudah diisi, contoh jawaban siswa, contoh catatan hasil wawancara dan sejenisnya)
4.     Rekap skor siswa
5.     Foto kegiatan
6.     Daftar hadir setiap pertemuan
7.     Pernyataan kepala sekolah/madrasah bahwa laporan telah diseminarkan disertai dengan pernyataan perbaikan hasil seminar


C.    Komposisi Laporan
Harus menjadi catatan mengenai komposisi dari laporan PTK. Laporan yang berkisar antara 45 sampai 60 halaman adalah bagian isi dimulai pendahuluan sampai saran. Komponen lainnya tidak terhitung kedalam jumlah halaman tersebut. Selain itu, isi laporan yang jumlahnya paling banyak harus di bagian BAB IV yaitu hasil penelitian dan pembahasan. Bagian ini harus  menduduki sekitar 60% sampai 70 % dari isi laporan sedangkan bagian lainnya yang terdiri dari bab 1, bab 2, bab 3 dan bab 5 porsinya sekitar 30 sampai 40%.
Proporsi dan komposisi laporan PTK digambarkan dengan skema berbentuk orang gemuk. Dalam skema terlihat bahwa komposisi Bab I yang terdiri dari latar belakang, rumusan masalah, tujuan penelitian dan manfaat penelitian hanya digambarkan sebagai bagian atas dari kepala; Bab II digambarkan sebagai kepala bagian bawah dan Bab III digambarkan sebagai leher. Bagian terbesar dari laporan digambarkan sebagai perut sedangkan Bab IV yaitu hasil penelitian dan terakhir adalah bab V yaitu kesimpulan dan saran digambarkan sebagai kaki.
Skema tersebut tidak sekedar menjelaskan komposisi tetapi menjelaskan bobot dari sebuah laporan PTK. Bobot terbesar terletak pada hasil penelitian yang terdiri dari deskripsi data, pengolahan data dan pembahasan. Bagian ini harus memiliki komposisi paling besar karena merupakan bagian dari penjelasan mengenai hasil penelitian. Dalam bagian ini, peneliti menuliskan semua data yang berhasil dikumpulkan kemudian mengolah dan menampilkannya dalam bentuk sederhana sehingga mudah dipahami. Hasil pengolahan data kemudian diinterpretasi sehingga menghasilkan kecenderungan yang mengarah kepada jawaban yang diajukan dalam perumusan masalah. Dalam penilaian sebuah karya tulis ilmiah bagian ini akan dimaknai sebagai kemampuan peneliti dalam hal menampilkan data, mengolah data dan pembahasan atas kajian yang menggambarkan keluasan wawasan peneliti mengenai masalah yang ditelitinya.
Dalam skema juga digambarkan bahwa bagian kesimpulan lebih besar bobotnya dari pada Bab I, II dan III.  Ini menunjukkan kebermaknaan dari bagian ini. Kalaupun orang tidak membaca keseluruhan dari laporan penelitian tapi membaca kesimpulan maka akan memperoleh gambaran dari penelitian yang telah dilakukan tersebut. Demikian juga bagian saran, merupakan komponen yang penting dan bobotnya relatif besar karena bagian ini terkait dengan konteks kemanfaatan dari hasil penelitian.
Penulisan bab I sampai bab III sudah dijelaskan pada bab sebelumnya seperti pada penyusunan proposal hanya saja dalam pembuatan laporan akhir ini, bab I sampai bab III mengalami revisi atau pendalaman seperti sudah dijelaskan pada bagian awal bab ini. Sedangkan teknik pembuatan bab IV dan V sebagai hasil penelitian dijelaskan berikut.
Bab IV ini merupakan bagian yang paling utama dalam penelitian. Kalau dibandingkan dengan bab lain. Bagian ini memiliki bobotnya yang paling tinggi karena merupakan representasi dari kemampuan peneliti dalam mengolah dan mengingterpretasi data. Profesor Supardi dan Profesor Suharjono (2011: 136) menilai bagian ini merupakan hasil karya dari seluruh pikiran peneliti. Dalam bab ini tergambar apakah peneliti paham dengan masalah yang  ditelitinya dan apakah peneliti menguasainya sampai detil atau tidak.  Oleh karena itu bab ini merupakan bab yang paling bergengsi.
Pada bab ini terdiri dari tiga bagian utama yaitu gambaran kondisi kelas, deskripsi data hasil penelitian dan pembahasan. Ketiga bagian ini harus merupakan deskripsi hasil penelitian yang menyatu dan tidak terputus. Bagian pertama mendeskripsikan keseluruhan dari perubahan yang terjadi dalam kelas. Bagian ini merupakan rangkuman dari keseluruhan proses penelitian. Bagian dua memaparkan data hasil penelitian yang terdiri dari catatan lapangan (field note), wawancara, buku harian peneliti, hasil koding dan kategorisasi, hasil refleksi.  Data yang ditampilkan tentu tidak data mentah melainkan data hasil reduksi sehingga bermakna untuk dianalisis. Pada bagian ini pula data diolah dan ditampilkan dalam bentuk tabel, grafik, skema dan sejenisnya. Tampilan data ini akan mempermudah dalam pembahasan. Bagian ketiga adalah pembahasan dari data-data yang ditampilkan. Pembahasan dilakukan dengan cara berpikir induktif dan hasilnya harus berupa pernyataan (proposisi) yang akan menjadi premis untuk merumuskan kesimpulan. Berikut ini penjelasan bagian demi bagian dan contohnya.

1.     Menyusun Gambaran Kondisi Kelas

Pada bagian ini diuraikan proses penelitian secara umum yang mengarah kepada gambaran kondisi kelas sebelum dan sesudah perlakukan.
Contoh:
Penelitian telah dilaksanakan di kelas VIII B mulai tanggal 20 April hingga 29 Juli  2011. Pesera didik pada kelas tersebut berjumlah 30 orang yang terdiri dari 14 laki-laki dan 16 perempuan dan merupakan kelas yang kemampuannya heterogen. Terhadap kelas tersebut telah dikenakanperlakuan pemelajaran IPA dengan inquiry learning untuk meningkatan kemampuan kerja ilmiah sebanyak 3 siklus dengan dua pertemuan untuk setiap siklus. Perlakuan ini bagi siswa merupakan pengalaman yang baru karena waktu sebelumnya pembelajaran IPA lebih sering diselenggarakan melalui metode diskusi. Kalaupun melakukan praktikum mereka hanya membuktikan konsep bukan melakukan eksplorasi untuk memahami konsep.
Pada perlakuan ini yang hendak ditingkatkan adalah kemampuan kerja ilmiah yang meliputi kemampuan mengajukan pertanyaan, merumuskan hipotesis, menyusun prosedur penelitian, mengumpulkan dan mencatat data, mengolah data dan menyusun kesimpulan sesuai dengan perkembangan usia siswa MTs/SMP. Kemampuan ini adalah kompetensi ilmiah dasar yang merupakan bagian penting dari tujuan mata pelajaran IPA di MTs/SMP.
Model inquiri yang diterapkan adalah inquiri tingkat dua dan tiga. Yaitu inquiri dengan pertanyaan dan prosedur dari guru atau pertanyaan dari guru dan prosedur disusun oleh siswa. Penentuan model inquiri tergantung kepada substansi materi. Apabila para peserta didik sudah akrab dengan materi ajar dan dianggap tidak terlalu sulit maka guru hanya memberikan pertanyaan saja dan para peserta didik dalam kelompok masing-masing dibimbing untuk menyusun prosedur penelitian. Pada langkah ini diharapkan para peserta didik belajar memahami prosedur dan melakukan  penelitian secara sistimatis dan ilmiah. Apabila substansi materi lebih sulit maka guru menyusun prosedur penelitiannya  dan siswa melakukan penelitian sesuai dengan prosedur. Pada model ini peserta didik dilatih untuk mengumpulkan dan mengolah data saja.
Model pembelajaran inquiri secara umum adalah pembelajaran yang menerapkan langkah-langkah metode ilmiah sebagai sintaks pembelajaran. Secara singkat skenario umum pembelajaran yang diterapkan sebagai berikut:
Materi pembelajaran yang disampaikan dalam perlakuan / tindakan terkait dengan enam kompetensi dasar berikut:
a.     Mengidentifikasi struktur dan fungsi jaringan  tumbuhan
b.     Mendeskripsikan proses perolehan nutrisi dan transformasi energi pada tumbuhan hijau
c.     Mengidentifikasi macam-macam gerak pada tumbuhan
d.     Mengidentifikasi hama dan penyakit pada organ tumbuhan yang dijumpai dalam kehidupan sehari-hari
e.     Mencari informasi tentang kegunaan dan efek samping bahan kimia dalam kehidupan sehari-hari
f.      Mendeskripsikan bahan kimia alami dan bahan kimia buatan dalam kemasan yang terdapat dalam bahan makanan
Pemilihan kompetensi dasar ini didasarkan kepada kemungkinan dapat diterapkannya model inquiri. Oleh karena itu kompetensi dasar ini melompat dari satandar kompetensi 2 ke standar kompetensi 4 karena pada standar kompetensi 3 kurang tepat dilakukan pembelajaran menggunakan  model inquiri.
Sebelum dilakukan tindakan para peserta didik tidak terbiasa dengan pembelajaran IPA menggunakan model inquiri. Konsep IPA diajarkan dengan cara dijelaskan dan dibaca dari buku. Sesekali saja peserta didik belajar di laboratorium namun tidak melakukan kerja ilmiah pada tingkatan yang diharapkan karena sekedar praktek untuk membuktikan konsep yang dipelajari.  Sebelum dilakukan perlakuan kemampuan kerja ilmiah peserta didik baru pada tahap berikut:
a.     Rasa ingin tahu masih rendah sehingga sulit mengeksplorasi ide untuk bahan pertanyaan. Ketika ditampilkan kepada mereka tentang sebuah fenomena dan dirangsang untuk mengajukan pertanyaan, hanya satu dua orang saja yang mengajukan pertanyaan dan pertanyaan itu pun bisa dijawab langsung ketika mengamatinya sekilas saja seperti: Apa warna benda tersebut? Yang diharapkan adalah pertanyaan yang dimulai kata tanya  bagaimana dan mengapa. Pertanyaan ini yang mengarahkan kepada perlunya dilakukan sebuah penelitian ilmiah.
b.     Peserta didik belum akrab dengan istilah hipotesis dan belum mengerti arti dan fungsinya.
c.     Selama ini prosedur praktikum disusun seperti resep masak oleh guru sehingga para peserta didik belum paham prosedur penelitian dan bagaimana membuatnya.
d.     Pada dasarnya para siswa sudah memiliki kemampuan mengamati dan mencatat data namun belum tekun dan teliti. Selain itu, jumlah data yang dikumpulkan masih sedikit sehingga belum memadai untuk menyusun kesimpulan.
e.     Siswa belum terbiasa menelaah data dengan cara merata-ratakan atau melihat kecenderungan sebagai teknik mengolah data.
f.      Masih sulit bagi para peserta didik merumuskan kalimat kesimpulan yang didasarkan kepada hasil olah data.
Setelah dilakukan perlakuan untuk meningkatkan kemampuan kerja ilmiah melalui kegiatan bersiklus. Pada siklus pertama peserta didik dikenalkan dengan istilah-istilah penelitian dan teknik-teknik melakukannya. Pada bagian ini membutuhkan waktu yang cukup lama sehingga meskipun sudah dialokasikan waktu tambahan tapi masih memerlukan tambahan lagi. Meskipun demikian, ternyata ada dampaknya. Di akhir siklus pertama peserta didik sudah mulai akrab dengan istilah dan kegiatan inquiri.
Pada siklus kedua, kemampuan kerja ilmiah para peserta didik mengalami perkembangan. Beberapa indikator diantaranya  peserta didik dalam kelompoknya mulai mengambil peran masing-masing lebih aktif, bekerja lebih sistematis dan cepat, data yang dikumpulkan lebih tepat dan lebih banyak, serta mereka banyak mengangkat tangan untuk bertanya dalam kegiatan konfirmasi.
Di akhir siklus ketiga ….dst
Pada dua alinea terakhir contoh di atas hanya dicantumkan titik-titik dengan harapan para pembaca secara kreatif meneruskannya. Setidaknya contoh di atas memberikan gambaran struktur dan substansi dari bagian ini. Jadi kalau dirangkum, bagian Gambaran Kondisi Kelas terdiri dari poin-poin berikut:
a.     Kondisi dan karakter peserta didik yang meliputi jumlah, komposisi jenis kelamin rata-rata kemampuan pada variabel yang diukur.
b.     Penjelasan singkat mengenai variabel yang akan diukur.
c.     Materi  pembelajaran yang menjadi objek dalam tindakan.
d.     Penjelasan singkat mengenai perlakuan yang akan diterapkan.
e.     Kondisi kelas sebelum dilakukan perlakuan: dipaparkan kemampuan peserta didik pada variabel yang akan diukur sebelum dilakukan perlakuan.
f.      Kondisi kelas setelah mengalami perlakuan: dipaparkan secara singkat kemampuan peserta didik pada variabel yang akan diukur pada proses perlakuan.
g.     Kondisi kelas di akhir perlakuan: dipaparkan kemampuan peserta didik pada variabel yang akan diukur di akhir perlakuan.

    2.     Menyusun Deskripsi Data Setiap Pertemuan
Deskripsi data tiap pertemuan berisi paparan mengenai data dari setiap pertemuan yang disusun berdasarkan masalah penelitian. Komposisi bagian ini terdiri dari proses pembelajaran setiap pertemuan,  rincian kegiatan dan paparan data mengenai variabel yang diukur. Contoh uraian dalam deskripsi data:
Pertemuan Pertama
1.     Pembelajaran
Pertemuan pertama dilaksanakan sebanyak 6 x 45 menit sebanyak 3 sesi yaitu tanggal 7, 10 dan 14 Februari 2011. Kompetensi dasar yang menjadi kajian adalah Mengidentifikasi struktur dan fungsi jaringan  tumbuhan. Pada sesi pertama kegiatan yang dilakukan adalah pengamatan, sedangkan pada sesi kedua dan ketiga presentasi, konfirmasi dan menyusun kesimpulan. Penysunan laporan dan display bahan presentasi ditugaskan kepada setiap kelompok untuk diselesaikan di luar jam pelajaran sebagai tugas terstruktur.
Pembelajaran sesi pertama dimulai jam 06.35, mundur 5 menit dari jadwal dasar yaitu jam 06.30. Jumlah siswa seluruhnya 40 namun pada sesi ini tidak hadir satu orang. Pendahulun pembelajaran dilakukan dengan pertanyaan mengenai bagian-bagian tumbuhan. Kepada mereka diajukan petanyaan sebagai pancingan agar mereka tune in dengan tema pembelajaran yang akan dibahas, selanjutnya disampaikan tujuan pembelajaran.
Kelas dibagi kedalam 5 kelompok dan diberi nama dengan tema-tema yang akan dibahas yaitu kelompok akar, kelompok batang, kelompok daun, kelompok bunga dan kelompok buah. Kepada mereka dibagikan lembar kegiatan dengan tema yang berbeda-beda sehingga setiap kelompok akan melakukan kegiatan inquiri dengan objek yang berbeda-beda. Semua akan dielaborasi melalui kegiatan presentasi sehingga setiap siswa memperoleh pemehaman yang sama di akhir kegiatan. Informasi yang harus diperoleh dari hasil pengamatan adalah struktur jaringan tanaman dalam bentuk gambar dan nama-nama bagiannya secara detil dan penjelasan mengenai fungsi dari jaringan yang diamati.
Sebelum melakukan inquiri setiap kelompok diberi kesempatan untuk mendiskusikan terlebih dahulu pertanyaan dan prosedur penelitian. Bagi kelompok yang belum memahami diberi kesempatan untuk bertanya. Kegiatan berikutnya setiap kelompok pergi kesekitar sekolah untuk mengambil sampel sesuai dengan panduan yang ada dalam lembar kegiatan. Pada sesi pertama ini guru membimbing siswa agar menyelesaikan kegiatan pengamatan dengan tuntas. Sepulih menit sebelum waktu habis setiap kelompok berkumpul. Guru memberi penjelasan tentang tugas yang harus diselesaikan untuk presentasi pada sesi berikutnya.Guru menyarankan agar setiap kelomopok terus konsultasi dalam proses penyusunan laporan dan bahan presentasi.
Sesi kedua dimulai dengan nyanyian tentang keragaman tumbuhan dilanjutkan dengan pengambilan undian untuk urutan presentasi. Sebelum presentasi dilakukan guru menegaskan tata tertib presentasi, terutama aturan bahwa ketika satu kelompok presentasi maka kelompok lain menyimaknya karena berkewajiban memberikan komentar atau pertanyaan. Sesi kedua dapat menyelesaikan presentasi 4 kelompok. Satu kelompok sisa dilaksanakan pada sesi ketiga dilanjtkan dengan konfirmasi dan kegiatan penutup.

2.     Intensitas belajar
Secara keseluruhan terjadi perubahan intensitas belajar siswa ketika dilakukan pembelajaran menggunakan model inquiri dengan metode observasi, diskusi dan presentasi dibandingkan dengan pembelajaran sebelumnya yang tidak menggunakan model tersebut. Ketika melakukan observasi para siswa kelihatan gembira. Mereka kelihatan tidak terbebani dengan kegiatan di bawah terik matahari. Demikian juga dalam kegitan presentasi, guru peneliti mencatat terjadi penambahan kegiatan bertanya dan menjawab. Namun demikian bagi para siswa kegiatan inquiri dengan pola ini belum terlalu sering dilakukan sehingga mereka kelihatan masih canggung sehingga kegiatanbelum efektif dan efisien.
Pada sesi pertama ketika pembelajaran dimulai kelihatannya para siswa belum siap benar untuk memulai belajar. Melaui pengamatan para observer masih banyak siswa yang mengobrol dan tidak konsentrasi ke pembelajaran. Diprediksi situasi ini terjadi karena kurang tepatnya kegiatan pembuka. Menurut hasil pengamatan para observer guru belum terlalu peduli dengan kondisi seperti ini. Buktinya belum ada upaya dari guru untuk mengarahkan para siswa dengan cara yang tepat.
Kegiatan inti pada sesi pertama adalah mengidentifikasi jenis dan fungsi jaringan tumbuhan. Pada sesi ini siswa turun ke halaman untuk mengambil/mengamati beberapa spesias tumbuhan untuk diidentifikasi. Setiap kelompok mengambil sampel jaringan dari beberapa tumbuhan tinggi yang ada di sekitar, menggambar penampangnya, memberi nama setiap bagian dan mencari informasi dari buku mengenai fungsi dari setiap bagian jaringan. Produk belajar yang yang harus dihasilkan dari kegiatan ini adalah membuat display hasil observasi dalam sebuah kertas karton yang akan digunkan sebagai bahan presentasi. Tidak semua kegiatan belajar dilakukan dalam kela karena waktu tidak mencukupi. Kegiatan pembuatan display dilakukan di luar jam pelajaran berupa tugas terstruktur.
 Kegiatan belajar sesi ini berlangsung cukup ramai. Siswa kelihatannya senang dengan kegiatan ini. Ini terlihat dari antusiasme sebagian besar siswa untuk aktif dalam melakukan pengamatan. Dalam kegiatan observasi terjadi kerja sama yang baik antar siswa dalam kelompoknya. Hanya saja masih ditemukan siswa yang asyik sendiri melakukan kegiatan yang kurang terkait dengan tema kegiatan. Misalnya, ada beberapa siswa malah mengamati dan memainkan hewan  yang mereka temui dan mengganggu teman di sekitarnya. Ini diantaranya disebabkan belum efektifnya fungsi ketua kelompok dalam membagi tughas. Selain itu karena kegiatan dilakukan di halaman guru masih agak sulit mengendalikan kegiatan karena setiap kelompok tersebar agak jauh antara satu dengan lainnya.
Ditemukan tradisi yang kurang baik dalam kegiatan kelomok, anggota kelompok cenderung menyerahkan pekerjaan kepada seseorang yang dianggap paling pintar. Misalnya, ketika harus menggambar penampang jaringan setiap kelompok menmbebankan kepada seseorang saja karena dianggap paling pintar menggambar padahal tujuan utama justru memberikan kesempatan kepada yang biasanya tidak melakukan untuk melaakukan. Tradisi ini telah menyebabkan pekerjaan semakin lama. Fenomena ini kemungkinan terjadi karena anggota kelompok kurang heterogen sehingga ditemukan kelompok yang pasif, tidak dijelaskan tugas ketua untuk memimpin diskusi sehingga diskusi acak dan mengakibatkan lambatnya penyelesaian pekerjaan, dan guru kurang melakukan motivasi terhadap anggota kelompok yang pasif.
Selain itu kegiatan belum dilakukan dengan sistimatik seperti yang dikehendaki dalam lembar kegiatan. Para siswa cenderung mengerjakan yang mereka anggap bisa dan mudah terlebih dahulu. Hal ini menyebabkan kurang lengkapnya data yang dihasilkan
Hal yang menjadi catatan pengamat dan guru peneliti, para siswa belum dapat mengontrol waktu kegiatan. Faktanya jam pelajaran sudah habis sebelum pembelajaran selesai. Waktu terlalu banyak dihabiskan dalam proses pengamatan.
Pada sesi presentasi terjadi juga aktifitas belajar yang dinamis, namun belum terarah. Tugas pembuatan display yang dikerjakan di luar jam pelajaran diharuskan selesai pada setiap kelompok. Pada proses penyusunan display setiap kelompok diharuskan konsultasi ke[pada guru untuk meyakinkan bahwa informasi yang akan ditampilkan sudah sesuai baik
Di sesi kedua kegiatan adalah presentasi. Penentuan urutan presentasi dilakukan dengan cara diundi. Pada kegiatan presentasi semua anggota kelompok tampil ke depan, dan satu orang wakil mempresentasikan hasil kerja. Selesai presentasi guru memberikan kesempatan kepada kelompok lain untuk mengajukan pertanyaan dan kelompok penampil menjawabnya. Bagi kelompok yang mengajukan pertanyaan diberikan bonus nilai tambahan. Di akhir setiap presentasi kelompok guru memberikan penguatan dan penegasa.
Ada beberapa hal yang menjadi temuan dalam proses presentasi pertama, setiap kelompok masih malu untuk tampil ke depan sehingga menghabiskan waktu untuk menungu dan melakukanpersiapan. Kedua, presentasi belum sistimatis. Harusnya ada pembukaan inti dan kesimpulan. Ketiga bahasa yang digunakan belum ilmiah dan baik. Ketiga masih sulit menjawab pertanyaan. Cenderung membuka buku untuk menjawab sehiungga menghabiskan waktu. Harusnya presenter sangat menguasai apa yang mereka tampilkan. Keempat pertanyaan masih banyak yang belum terkait dengan isi presentasi. Banyak siuswa yang mengajukan pertanyaan dari pertanyaan yang ada di buku dan tidak terkati dengan tema presentasi. Kelima belum semua anggota kelompok presenter berani untuk menjawab. Keenam, media presetasi kurang jelas karena terlalu kecil. Hal lain yang ditemukan adalah posisi duduk kelompok belum diatur dengan rapi. Terjadi kegaduhan ketika harus menggeser kursi dan meja ketika persiapan presentasi.
Pada kegiatan presentasi pertemuan pertama tercatat siswa yang bertanya 10 orang,  yang menjawab ada 8 siswa dan yang menambahkan 5 orang. Angka ini lebih baik dari pada kegiatan pembelajaran yang tidak menggunakan model inquiri.
Pada pertemuan ini guru peneliti mengalami kesulitan dalam mengatur waktu. Ketika siswa melakukan observasi siswa sulit dikendalikan. Demikian juga ketika presentasi, banyak waktu yang terbuang dalam persiapan. Pada waktunya sebuah kelompok harus presentasi, mereka masih harus dipaksa untuk kedepan karena saling melempar tanggung jawab. Tentu saja ini karena mereka belum terbiasa melakukannya. Keadaan ini menyebabkan terpakainya waktu untuk konfirmasi dan bagian penutu. Ini artinya pembelajaran belum disiplin untuk menepati waktu yang telah tertulis dalam RPP.
Di akhir pertemuan observer mewawancara beberapa orang siswa dengan pertanyaan: Bagaimana menurut kalian kegiatan belajar yang telah dilakukan pada pertemuan ini? Berikut ini contoh jawaban dari beberapa siswa yang diwawancarai:
1)  Nitha
Belajar menjadi menyenangkan, karena belajar di luar kelas, dilanjutkan dengan diskusi. Belajar seperti ini pernah dilakukan, tapi lebih sering di kelas.

2)  Haykal
Menjadi paham setelah mencari data sendiri, lalu diskusi kelompok dan presentasi kelompok.
3)  Aldi Deswi
Senang sekali, tapi ketika presentasi ada pertanyaan teman-teman yang sulit di jawab

Paparan dilanjutkan dengan laporan pelaksanaan pertemuan kedua dengan sistimatika dan komponen penulisan sama dengan pertemuan pertama kemudian dilanjutkan dengan uraian mengenai hasil belajar sebagai variable dampaknya.
Setelah dilakukan ulangan harian setelah dua pertemuan uji coba penerapan model pembelajaran inquiri. Skor hasil ulangan dapat dirangkum sebagai berikut: Skor terkecil: 20, Skor tertinggi: 80; Rata-rata: 56.8 dan standar deviasi: 12.45. Hasil ulangan tersebut ternyata rata-ratanya masih berada di bawah KKM sebesar 65 dan hanya 8 orang dari 40 orang siswa yang memiliki skor di atas KKM.
Pada bagian paparan data hasil belajar siswa dapat pula dilengkapi dengan tabel, grafik, atau diagram lainnya sesuai kebutuhan dalam rangka memperjelas perolehan data yang didapatkan selama penelitian. Tidak ada ketentuan khusus dan baku dalam membuat tabel atau diagram semua itu dikembalikan kepada gaya penulis dalam menyusun laporan hasil penelitian hanya saja hal pokok yang harus diingat adalah bahwa penjelasan atau deskripsi data dalam bentuk apapun selayaknya mudah dipahami dan memberikan pengertian kepada pembaca secara praktis.

3.       Menyusun Pembahasan

Pembahasan merupakan hasil kajian ilmiah peneliti terhadap data hasil penelitian. Dalam pembahasan peneliti mengkaji data secara detil dengan cara membandingkan antara data satu dengan lainnya untuk mengetahui apakah terjadi peningkatan, meninjaunya secara teoretis dan logis untuk menjelaskan mengapa fenomena terjadi dan menginterpretasnya berdasarkan sudut pandang peneliti untuk menjawab pertanyaan penelitian. Pembahasan merupakan bagian terpenting dari sebuah laopran penelitian karena langkah inilah yang mengantarkan peneliti untuk merumuskan kesimpulan. Jadi kualitas kesimpulan penelitian akan sangat tergantung kepada hasil pembeahasab.
Bagian pembahasan dalam laporan PTK adalah paparan tertulis mengenai kegiatan tersebut. Bagian pembahasan mencerminkan pemahaman peneliti mengenai masalah dan hasil penelitian. Dalam kaitannya dengan penilaian hasil karya ilmiah pembahasan merupakan bagian yang  diperhatikan. Oleh karena itu bagian ini harus sangat teliti, rinci dan komprehensip.
Bagian pembahasan tidak perlu panjang namun harus mendalam.  Kedalaman pembahasan dilihat dari bagaimana peneliti mengkaji data menggunakan teori dan penalaran serta interpretasi peneliti terhadap hasil kajian untuk merumukan premis-premis yang dapat mengantarkan peneliti  menjawa pertanyaan penelitian sebagai kesimpulan dari penelitian.
Pembahasan dapat dilakukan bersamaan dengan laporan hasil penilitan setiap siklus. Namun  demikian akan lebih terarah apabila dituliskan tersendiri karena. pembahasan harus merupakan kaji banding antara hasil tindakan siklus satu dengan yang lainnya dan melihat perubahan yang terjadi secara keseluruhan. Selain itu ketika ditulis terpisah maka sulit bagi pembaca untuk mendapatkan gambaran menyeluruh mengenai.
Komoposisi bagian pembahasan setiap variabel setidaknya terdiri  dari empat bagian utama. Mari kita lihat keempat bagian tersebut dengan contohnya pada kasus PTK guru IPA yang kita gunakan sebagai contoh pada bagian sebelumnya.
a.   Bagian pertama adalah ringkasan hasil penelitian setiap siklus pada setiap fokus masalah. Ringkasan data ini dapat ditampilkan dalam bentuk grafik, tabel, peta konsep, skema dan bentuk lainnya.
 Contoh:
Berdasarkan data yang diperoleh dari setiap siklus pada variabel peningkatan intensitas belajar diperoleh rangkuman data seperti pada gerafik berikut.

b.   Bagian kedua deskrispi perbandingan data setiap  siklus. Dalam bagian ini peneliti menjelaskan apa yang terlihat  dalam grafik, table, peta konsep atau skema.  Dalam rangkuman data tersebut akan terlihat apakah terjadi peningkatan kualitas pada variabel yang diteliti, atau stagnan, atau malah terjadi penurunan.
Contoh:
Grafik di atas menunjukkan peningkatan intensitas belajar yang konsisten pada setiap siklus. Sebelum dilakukan tindakan dengan model pembelajaran inquiri pembimbing rata-rata persentasi siswa yang aktif belajar secara intensif sekitar 68%, kemudian setelah dilakukan tindakan pada siklus pertama meningkat menjadi rata-rata 71.5%. Rata-rata pesentase siswa yang belajar secara intensif kemudian meningkat lagi pada siklus kedua menjadi 76.2% dan meningkat lagi menjadi 78.4% pada siklus ketiga. Angka ini tidak mencapai target seperti yang diharapkan pada perencanaan yaitu 80%.

c.   Bagian ketiga memuat deskripsi kajian peneliti. Dalam bagian ini peneliti mengkaji dengan cara menginterpretasi data berdasarkan teori dan penalaran. Teori yang digunakan untuk mengkaji data ini utamanya yang dipaparkan dalam kajian pustaka (bab 2).
Contoh.
Sebelum diterapkan model inquiri pembelajaran diselenggarakan lebih banyak dengan metode ceramah dan diskusi konvensional. Pola pembelajaran yang digunakan biasanya terdiri dari tiga langkah yaitu penjelasan guru, tanya jawab dan latihan. Kegiatan belajar ini sangat membosankan siswa karena mereka tidak terpancing untuk melakukan kegiatan belajar yang bermakna. Mereka lebih banyak belajar pasif (rote learning) dengan cara menerima informasi. Kegiatan belajarnya yang dialami hanya mendengar, mencatat danmenghafl informasi. Dengan kegiatan seperti itu siswa tidak melakukan belajar yang intensif.
Berbeda halnya ketika diterapkan model pembelajaran inquiri. Melalui penerapan model ini terlihat sebuah semangat dan gairah belajar baru pada para siswa sehingga secara fisikal terjadi peningkatan aktiditas.
Peningkatan aktifitas belajar siswa melalui penerapan model inquiri sangat dimunginkan karena karakter model pembelajaran inquiri bersifat student center yang memberi peluang kepada siswa untuk melakukan kegiatan belajar beragam dan intensif.  Melalui model ini para siswa difasilitasi untuk melakukan penelitian ilmiah secara mandiri bukan hanya melalui thinking what (berpikir apa)  melainkan lebih banyak melalui thinking how (berpikir bagaimana). Merka melakukan scientific inquiry bukan hanya learning science (belajar sain) melainkan doing science (melakukan sains) melaluai kegiatan mempertanyakan, mengajukan hipotesis, mengumpulkan data data dengan berbagai metode, mengoleh data dan merumuskan kesimpulkan. Setiap langkah pada model ini merupakan kegiatan belajar yang bermakna.
Sejak permulaan siklus pertama para siswa kelihatan belajar dengan gembira. Mereka kelihatan tidak terbebani dengan kegiatan di bawah terik matahari ketika melakukan pengumpulan data. Demikian juga dalam kegitan presentasi, terlihat penambahan kegiatan bertanya dan menjawab. Namun demikian pada siklus pertama hanya terjadi peningkatan intensitas belajar sebanyak 3.5%. Peningkatan ini tidak terlalu signifikan. Setelah  ditelaah minimnya peningkatan aktifitas belajar tersebut ternyata disebabkan karena penerapan sebuah model pembutuhkan proses penyesuasian. Bagi para siswa di kelas ini kegiatan inquiri dengan pola ini belum sering dilakukan sehingga mereka kelihatan masih canggung sehingga masih banyak siswa yang terlibat secara intensif. Bahkan bukan siswa yang masih canggung tapi guru juga mengalamninya.
Masih rendahnya intensitas kegiatan belajar pada siklus pertama diperbaiki pada siklus kedua. Beberapa perbaikan diantaranya penegasan mengenai prosedur kegiatan dalam LKS, bimbingan yang lebih intensif dari guru pada setiap langkah kegiatan, heterogenisasi anggota kelompok, peningkatan fungsi ketua kelompok dan pembagian tugas dalam kelompok sehingga setiap siswa dituntut untut untuk mengerjakan tugas dan pembagian tugas presentasi. Siklus kedua ini dilakukan sebagai sebuah proses peningkatan. Pada siklus ini guru tidak terlalu terfokus kepada hasil melainkan kepada proses
Hasil pengamatan pada siklus kedua menunjukkan bahwa intensitas kegiatan belajar siswa meningkat sebesar 4.7% Peningkatan ini pertama disebabkan oleh berkurangnya rasa canggung pada siswa dan guru. Guru mulai terbiasa dengan tugasnya sebagai fasilitator dan siswa sudah dapat mengambil peran masing-masing sebagai pembelajar mandiri. Kedua para siswa mulai bisa belajar mandiri. Mereka mulai memahami LKS sebagai prosedur kegiatan belajar dan setiap orang melakukan kegiatan seperti yang diarahkan dlam LKS. Penegasan guru mengenai prosedur kegiatan dalam LKS telah berhasil membuat para siswa mengambil peran sebagai peneliti. Ketiga motivasi guru agar para siswa tidak boleh takut salah dalam melakukan pekerjaan dan menyatakan hasil observasi dan pendapat memperlihatkan hasil yang menakjubkan. Boleh dikatakan bahwa trik tersebut mujarab untuk menghilangkan rasa takut pada siswa untuk berbuat sesuatu dalam proses belajar. Pada siklus pertama para siswa masih mencari data, membuat kesimpulan dan menjawab pertanyaan dengan cara membuka buku. Pada siklus kedia kebiasaan tersebut berkurang secara signifikan sehingga terjadi aktifitas diskusi yang intens.
Hal yang masih sulit diperbiki pada siklus kedua adalah efektifitas waktu. Dengan bertambahnya jumlah siswa yang aktif belajar dan melakukan kegiatan yang labih intensif maka waktu semakin sulit dikontrol. Guru sebenarnya bukan tidak berani menghentikan kegiatan belajar namun tidak tega karena melihat antusiasme dan kesungguhan para siswa dalam melakukan kegiatan. Pada aspek ini guru harus terus menemukan trik yang mujarab agar siswa lebih disiplin waktu dalam melaksanakan kegiatan. Dipredikasi bahwa masih sulitnya menepati waktu salah satunya karena para siswa masih belum terampil benar dalam melakukan kegiatan. diharapkan setelah mereka terbiasa maka mereka akan melakukan kegiatan semakin cepat. Tentu saja kemampuan ini membutuhkan bimbingan dan panduan yang ketat dari guru.
Pada siklus ketiga guru dan siswa sudah mulai terampil dan percaya diri menyelenggarakan pembelajaran mengunakan model inkuiri. Para siswa sudah menampakkan perilaku belajar yang otomaits, sistimatis dan lebih bergairah. Pada siklus ini peneliti hanya melakukan perbaikan-perbaikan pada kekurangan yang masih ditemukan pada siklus kedua. Perbaikan pada siklus ini  lebih banyak kepada hal-hal teknis untuk meningkatkan kualitas kegiatan. Lebih tepatnya pada siklus ini peneliti mencoba mengembangkan trik-trik khusus untuk memperbaiki masalah teknis seperti teknik memotivasi, energizer, efisiensi waktu dan sejenisnya sehingga siswa melakukan kegiatan belajar lebih menyenangkan, lebih cepat dan lebih efektif. Salah satunya untuk meningkatan efektifitas dan efisiensi waktu guru selalu menyuruh setiap kelompok menuliskan waktu agar mereka menepatinya, menggunakan bel sebagai tanda kegiatan berakhir, melombakan kecepatan melakukan kegiatan, menilai kerja sama dan sejenisnya. Trik ini telah berhasil membiasakan siswa untuk bekerja lebih cepat.
Pada siklus ini terjadi peningkatan intensitas belajar siswa sebesar 2.2% sehingga persentase jumlah siswa yang melakukan kegiatan belajar secara intensif menjadi  rata-rata 78.4%. yang menjadi pertanyaan: Mengapa peningkatan pada siklus tiga lebih kecil dari pada siklus dua?Kalau alasannya seperti pada siklus satu yaitu karena masih canggung maka seharusnya terjadi peningkatan yang serupa dengan peningkatan pada siklus dua. Setelah ditelaah ternyata ada siswa yang memang secara individual mengalami kesulitan belajar yang cukup besar sehingga belum berhasil termotivasi dengan hanya menggunakan model yang bersifat student center. Dilihat dari track record nilai hasil belajar kognitif memang tidak terlalu bagus namun ditelaah sekilas secara intelektual siswa-siswa ini tidak terlalu terbelakang. Kelemahan mereka lebih banyak kepada kelemahan mental seperti kurang peduli, tidak semangat, tidak percaya diri untuk berbuat sesuatu sehingga merasa lebih baik orang lain yang melakukan, pemalu, kurang memiliki keinginan untuk bekerja sama dengan teman, tidak menganggap perlu dan sejenisnya. Sebenarnya bisa jadi secara intelektual mereka melakukan proses belajar namun cecara fisik tidak melakukan apa-apa sehingga tidak menunjukkan perilaku belajar yang intensif.
Jumlah mereka hanya 20% (8 orang). Kemungkinan mereka memiliki latar belakang kehidupan yang kurang menyenangkan. Kelompok siswa ini membutuhkan bimbingan dengan pendektan dan teknikyang lebih tepat untuk memotivasinya agar mereka belajar lebih aktif dan bergairah. 

d.   Bagian empat memaut pernyataan peneliti peneliti mengenai hasil kajian. Pernyataan ini berpa premis-premis yang dapat mengantar peneliti untukmerumuskan kesimpulan penelitian.
Contoh.
Dengan demikian pada keseluruahan siklus terjadi peningkatan intensitas belajar sebagai dampak dari penerapan model inquiri di kelas tersebut meskipun peningkatan tidak mencapai target yang ditetapkan dalam criteria keberhasilan.
Peningkatan terjadi secara gradual dan konsisten pada setiap pertemuan dan setiap siklus. Peningkatan pertama pada tahap pengenalan terjadi tidak terlalu besar namun sangat berarti karena merupakan bibit dari peningkatan. Peningatan kedua terjadi pada tahap pembiasaan. Pada tahap ini terjadi peningkatan yang cukup signifikan. Nampaknya pada tahap ini banyak siswa yang memutuskan untuk mengambil bagian karena sudah terasa keuntungannya. Tahap ketiga peningkatan. Intensitas peningkatan pada tahap ini tidak terlalu besar karena ternyata ada sejumlah siswa yang merupakan sisa dari siswa yang telah aktif memiliki kesulitan belajar tertentu.
Peningkatan intensitas belajar yang terjadi pertama disebabkan oleh karakter model inquiri yang member peluang bagi siswa untuk  melakukan kegiatan belajar mind on dan hand on secara terpadu. Yang lebih penting lagi peningkatan ini disebabkan oleh perencanaan yang baik dan upaya guru untuk menembnagkan teknik dan trik yang mijarab.
Berdasarkan pengalaman penerapan model inquiri terkait dengan variabel intensitas kegiatan siswa diperoleh beberapa hal penting yang harus dijadikan pengetahuan baru. Pertama, kualitas perencanaan sangat menentukan kualitas pelaksanaan. Pada siklus kedua rencana tindakan dilakukan dengan sangat akurat dan jelas dan ternyata berdamak terhadap proses pembelajaran. Sebelumnya peneliti tidak yakin akan dapat meningkatkan kuantitas aktifitas belajar para siswa karena berdasarkan pengelaman hal itu sangat sulit. Ternyata salah satu kelemahan dalam upaya meningkatkan kuantitas aktiftas belajar siswa adalah lemahnya perencanaan. Semakin diberi kepercayaan siswa semakin percaya diri untuk mengambil peran belajar. Kedua bimbingan intensif guru sangat diperlukan. Dalam proses pembelajaran siswa aktif guru bukan berpangku tangan melainkan terlibat langsung dalam kegaitan. Malah sekali-kali guru harus berperan sebagai anggota kelompok ketika sebuah kelompok mengalami kemandulan. Ketiga guru harus menemukan trik-trik  khusus dalam menyelesaikan masalah-masalah teknis seperti memotivasi siswa tertentu agar aktif belajar,  efisiensi waktu dan maslaha teknis lainnya.

Contoh di atas baru pembahasan mengenai variabel pertama. Apabila penelitian menelaah tiga variabel berarti masih ada dua variabel sisa yang harus dituliskan deskripsi pembahasannya. Komposisi di atas tentu tidak baku, setiap orang dapat menyusun deskripsi pembelahasan secara kreatif yang penting pembahasan harus bersifat ilmiah dan sistimatik.

4.     Teknik Menuliskan Simpulan dan Saran

Bagian akhir dari laporan PTK adalah bab kesimpulan dan saran. Bagian ini merupakan komponen paling penting dari sebuah laporan penelitian. Mengapa demikian? karena bagian ini merupakan pernyataan mengenai hasil yang ingin diperoleh dari sebuah penelitian. Bagi pembaca yang ingin mengetahui hasil dari sebuah penelitian maka yang akan dibaca addalah bagian kesimpulan; dan bagi seseorang yang ingin mengetahui apa implikasi peneleitian dalam kehidupan maka akan membaca bagian saran.
Simpulan dan saran hasil penelitian yang baik tentu memiliki kriteria. Menurut  Supardi dan Suharjono (Supardi, 2011) kesimpulan harus memiliki tiga ciri yaitu: pertama,  singkat, jelas dan padat; kedua, harus sesuai dengan analisis dan pembahasan; ketiga, harus disusun berdasarkan rumusan masalah atau tujuan penelitian. Ciri pertama merupakan  kriteria penampilan. Kriteria ini berfungsi agar kesimpulan dapat dipahami pembaca dengan cepat dan mudah. Ciri kedua dan ketiga adalah ciri substansial. Ciri ini menjadi syarat vaiditas sebuah kesimpulan dan saran. Oleh kerana itu seharusnya ciri ini menjadi syarat utama sebelum ciri penampilan.
Simpulan atau kesimpulan merupakan pernyataan singkat atau intisari dari keseluruhan hasil penelitian. Kesimpulan berbentuk pernyataan yang merupakan jawaban dari pertanyaan penelitian (perumusan masalah). Mari kita lihat contoh bagian kesimpulan pada laporan PTK IPA yang merupakan lanjutan dari contoh sebelumnya dengan rumusan masalah berikut:
1.     Bagaimana peningkatan intensitas belajar siswa melalui penerapan model pembelajaran inquiri pada mata pelajaran IPA materi klasifikasi makhluk hidup di kelas VII di kelas VII SMPN Kotatua?
2.     Bagaimana peningkatan kemampuan kerja ilmiah siswa melalui penerapkan model inquiri pada mata pelajaran IPA materi klasifikasi makhluk hidup di kelas VII SMPN Kotatua?
3.     Bagaimana tingkat penguasaan konsep IPA materi klasifikasi makhluk hidup melalui penerapkan model inquiri di kelas VII SMPN Kotatua?

Contoh simpulannya:
Berdasarkan hasil paparan pada pembahasan maka dapat dirumuskan kesimpulan sebagai berikut:
1.     Pada aspek intensitas belajar
Telah terjadi peningkatan intensitas belajar siswa yang digambarkan dengan meningkatnya persentase jumlah siswa yang belajar secara intensif dari 68% menjadi 78.4% meskipun tidak mencapai target pencapaian yaitu 80%.
 Peningkatan tersebut disebabkan oleh lima faktor. Pertama disebabkan oleh karekter model pembelajaran inquiri yang memberi kesempatan kepada siswa untuk melakukan aktifitas belajar mandiri. Kedua faktor perencanaan yang matang. Ditemukan fakta bahwa perilaku belajar siswa akan berbeda ketika seorang guru merancang pembelajaran dengan kegiatan yang berbeda. Ketiga disebkan oleh arahan dan bimbingan intensif oleh guru. Faktor ketiga merupakan faktor penentu faktor pertama. Artinya penerapan model inquiri saja tidak cukup untuk meningkatkan intensitas belajar melainkan harus disertai dengan peran intensif guru sebagi fasilitator. Keempat adalah faktor media belajar berbentuk LKS yang secara khusus dapat memfasilitasi siswa untuk melakukan inquiri. Kelima adalah aturan yang jelas dalam melakukan kegiatan. Aturan ini berfungsi mengarahkan kegiatan agar lebih disiplin dan cepat.
Melalui tindakan ini masih ada siswa sejumlah 21.6% yang intensitas belajarnya belum meningkat. Kelompok siswa ini membutuhkan bimbingan khusus yang lebih intrensif dan berkelanjutan sehingga kepercayaan diri mereka untuk turut serta dalam kegiatan belajar meningkat.
2.     Pada aspek kemampuan kerja ilmiah
Telah terjadi peningkatan kemampuan kerja ilmiah siswa pada aspek kemampuan merumuskan  pertanyaan, melakukan pengamatan, mencatat data, mengolah data, merumuskan kesimpulan dan mongkomunikasikan hasil penelitian sebagai akibat dari penerapan model inquiri. Peningkatan ini terlihat signifikan pada siklus ketiga. Apabila menggunakan 4 tingkatan sebagai pembanding yaitu tingkat pemula, berkembang, mahir dan ahli; maka kemampuan sisiwa terletak pada tingkatan berkembang. Oleh karena itu perlu dilanjutkan agar mencapai tingkat mahir.
Peningkatan ini ditunjukkan dengan meningkatnya kualitas pengisian lembar kegiatan (LKS) sebagai laporan hasil kegiatan inquiri dan presentasi hasil inquiri setiap kelompok. Melalui pembelajaran dengan model inquiri terlihat bahawa pola berpikir siswa berkembang menjadi lebih logis dan sistimatis. Mereka dapat mengaitkan aspek-aspek ilmiah dari mulai perumusan pertanyaan sampai menyusun kesimpulan. Para siswa juga mulai kritis mempertanyakan fenomena yang mereka temukan.
Kemampuan ini tidak terlepas dari kualitas LKS dan upaya guru yang sangat intensif dalam mengarahkan dan memberikan umpan balik terhadap hasil kerja siswa.
3.     Pada aspek penguasaan konsep IPA
Terjadi peningkatan penguasaan konsep IPA pada materi klasifikasi makhluk hidup setelah penerapan model inquiri. Sebelum dilakukan perlakukan rata-rata jumlah siswa yang hasil belajarnya mencapai KKM sekitar 54% dan setelah dilakukan perlakuan sebanyak 3 siklus rata-rata tersebut meningkat menjadi 72%. Rata-rata tersebut tidak mencapai standar keberhasilan yang ditetapkan dalam penelitian ini yaitu 75%.
Berdasarkan fakta ditemukan fenomena bahwa  model inquiri memiliki kelebihan dalam menanamkan pemahaman namun terkadang mengabaikan hafalan fakta, padahal dalam kompetensi dasar ditutntut untuk hafak fakta-fakta ilmiah terkait dengan konsep IPA. Oleh karena itu penerapan model inquiri harus ditambah dengan penegasan-penegasan dalam bentuk catatan, rangkuman dan tugas.

Contoh di atas menunjukkan dua hal. Pertama jumlah kesimpulan sama dengan jumlah rumusan masalah; kedua rumusan kesimpulan merupakan inti sari dari hasil pembahasan; dan ketiga kesimpulan tidak hanya berbentuk pernyataan adanya peningkatan atau tidak ada peningkatan melainkan berbentuk deskripsi singkat yang berisi temuan-temuan penelitian utama dari hasil pembahasan. Contoh kesimpulan di atas tidak hanya menyatakan terjadinya peningkatan atau tidak melainkan menjabarkan jawaban mengapa mengapa dan bagaimana mengenai fenomena itu terjadi.
Setelah kesimpulan, selanjutnya perlu dikemukakan tentang saran sebagai pernyataan mengenai implikasi hasil penelitian untuk peneliti maupun untuk pembaca laporan penelitian. Bagian saran dirumuskan berdasarkan temuan mengenai kelebihan dan kelemahan dari perlakuan yang ada dalam rumusan kesimpulan. Misalnya pada kesimpulan di atas ditemukan bahwa penerapan model inquiri tidak serta-merta meningkatkan penguasaan konsep IPA melainkan memerlukan penegasan berbentuk catatan, rangkuman dan tugas. Berdasarkan temuan tersebut maka disarankan guru mencantumkan kegiatan mencatat, merangkum dan tugas dalam RPP. Berukut ini contoh bagian saran berdasarkan contoh kesimpulan di atas.
Berdasarkan pembahasan dan kesimpulan di atas maka untuk menerapkan model pembelajaran inquiri terbimbing secara efektif dan efisien maka peneliti mengajukan saran-saran sebagai berikut.
1.     Kualitas kegiatan inquiri sangat tergantung kepada perencanaan. Oleh karena itu guru harus menyusun perencanaan yang matang dan rinci.
2.     Penerapan kegiatan inquiri membutuhkan prosedur kegaitan yang dapat membantu para siswa belajar secara sistematis. Oleh karena itu guru harus menyusun panduan dalam bentuk LKS sebagai pemandu kegiatan tertulis.
3.     Sering kali pembelajaran dalam kegiatan inquiri tidak terkontrol sehingga kegiatan melebar dan waktu pembelajaran tidak cukup. Oleh karena itu dibutuhkan perangkat berupa tata tertib melaksanakan kegiatan.
4.     Penerapan model inquiri tidak serta-merta dapat meningkatan intensitas belajar siswa dan hasil belajar baik yang berupa kemampuan kerja ilmiah maupun penguasaan konsep IPA melainkan membutuhkan arahan teknis. Oleh karena itu dalam penerapan inquiri guru ditutut untuk bertindak aktif member contoh, melakukan bimbingan dan memberikan umpan balik terhadap hasil belajar siswa.
5.     Apabila ditemukan siswa yang perkembangannya lambat maka guru harus memberikan bimbingan dengan frekuensi dan intensitas yang lebih dari siswa lainnya.
6.     Untuk meningkatkan kemampuan berkomunikasi ilmiah, guru dapat memilih kegiatan berupa presentasi kelompok di depan kelas, menulis laporan hasil inquiri atau membuat display untu majalah dinding.
7.     Berdasarkan fakta ditemukan fenomena bahwa model inquiri memiliki kelebihan dalam menanamkan pemahaman dan meningkatakn kemampuan kerja ilmiah namun terkadang mengabaikan hafalan fakta, padahal dalam kompetensi dasar ditutntut untuk hafak fakta-fakta ilmiah terkait dengan konsep IPA. Oleh karena itu penerapan model inquiri harus ditambah dengan penegasan-penegasan dalam bentuk catatan, rangkuman dan tugas.
8.     Penerapan model inquiri membutuhkan media dan sumber belajar beragam. Untuk mendukung kualitas pembelajaran inquiri maka satuan pendidikan harus secara terencana membangun lingkungan sekolah/madrasah menjadi media dan sumber belajar. Misalnya menanam berbagai pohon, membangun miniatur ekosistem darat dan air, membangun dan negelola lab IPA. Selain itu guru harus kreatif merancang bangun media pembelajaran sederhana dan menggunakan lingkungan social sebagai sumber belajar. 

5.  Menulis Daftar Pustaka dan Lampiran
Daftar pustaka merupakan salah satu bagian yang tidak dapat diabaikan karena peran dan fungsinya dalam kegiatan penelitian sehingga karya tulis yang dihasilkan terlepas dari plagiasi. Pada Perguruan Tinggi memiliki pola penulisan daftar pustaka yang berbeda-beda, oleh karena itu para mahasiswa hendaknya melihat dan mencontoh langsung teknik dan pola penulisannya.
Penulisan daftar pustaka disesuaikan dengan sumber rujukan dalam penelitian yang digunakan bisa berasal dari buku-buku, majalah atau koran, jurnal maupun dari internet. Teknik penulisan daftar pustaka dibuat satu spasi, menggunakan pola alfabetis, nama penulis dibalik, baris kedua dan selanjutnya menjorok dan penulisannya disesuaikan dengan sumbernya, seperti:

1.     Rujukan dari buku

Anderson, Lorin W. 1989. The Effective Teacher. New York : McGraw-Hill.

2.     Rujukan dari majalah atau Koran

Mulyana, Nana. Pendidikan Bagi Anak Bangsa. Jakarta : Kompas, edisi 6 Februari 2011.

3.     Rujukan jurnal

Arthur, Linet, Harriet Marland, Amanda Pillc and Tony Read. 2010. School Culture and Postgraduate Professional Development: Delineating the Enabling School. Professional Development in Education. Vol. 36, No. 3, September 2010.

4.     Rujukan dari internet

McNamara, Carter. 2000. Overview of Leadership in Organization. (Online). Tersedia: http://www.mapnp.org/library/leadership/htm. (Diakses: 28 Juli 2012).

Begitu pula lampiran-lampiran hasil penelitian sebagai dokumen pendukung sekaligus sebagai bukti bahwa penelitian telah dilakukan dengan benar sehingga siapapun dapat mengkaji dan meyakininya. Apa saja lampiran yang harus dilampirkan sangat bergantung pada kebutuhan, hanya saja secara umum, lampiran dalam PTK mencakup angket, daftar pertanyaan wawancara, hasil catatan lapangan, hasil tes siswa setiap siklus, catatan hasil refleksi, lembar daftar hadir siswa setiap pertemuan, biodata kolaborator atau observer, dan foto-foto kegiatan selama dilaksanakannya penelitian.