Teori kontingensi dikenalkan Fiedler
(1964, 1967; Fiedler & Gracia, 1987). Teori ini menyatakan bahwa
keefektifan pemimpin tergantung pada seberapa sesuai gaya pemimpin dengan
situasi yang ada di sekitarnya. Intinya, teori kontingensi terkait dengan gaya
dan situasi. Dalam kerangka kerja kontingensi, kepemimpinan termotivasi tugas
atau hubungan. Pemimpin yang berorientasi pada tugas fokus pada pencapaian
tujuan, sedangkan yang berorientasi pada hubungan peduli dengan pengembangan
hubungan antarpribadi.
Dalam teori kontingensi, situasi
dicirikan dengan tiga faktor: 1. Hubungan pemimpin-pengikut, 2. Struktur tugas,
dan 3. Kekuatan posisi. Faktor pertama hubungan pemimpin-pengikut mencakup
suasana kelompok, tingkat keyakinan, kesetiaan, dan daya tarik yang dirasakan
pengikut atas kepemimpian seorang pemimpin. Faktor kedua struktur tugas adalah
tingkatan tuntutan tugas itu jelas dan disampaikan secara tegas. Tugas yang
jelas cenderung memberi lebih banyak kendali bagi pemimpin, sedangkan tugas
yang tidak jelas akan mengurangi control pemimpin. Faktor ketiga adalah
kekuatan posisi, artinya otoritas yang dimiliki pemimpin dalam memberikan
ganjaran dan hukuman, kekuatan mempekerjakan dan memecat pegawai, serta
menaikan dan menurunkan jabatan.
Berikutnya adalah teori jalur tujuan (path-goal) adalah teori yang menekankan peran pimpinan dalam
memotivasi bawahan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Teori ini
merupakan hasil penelitian Evans (1970), House (1971), House dan Dessler
(1974), dan House dan Mitchell (1974). Dalam teori ini bahwa untuk meningkatkan
kinerja dan kepuasan karyawan dapat dilakukan dengan memusatkan pada motivasi
karyawan.
Secara sederhana dapat dinyatakan bahwa
teori kepemimpinan jalur tujuan ini menjelaskan bagaimana seorang pemimpin
dapat membantu setiap bawahan di sepanjang jalur untuk dapat mencapai tujuan
secara optimal dengan memilih perilaku tertentu yang paling cocok dengan
kebutuhan bawahan dan situasi dimana mereka bekerja.
Terdapat dua komponen utama dalam teori
jalur tujuan, yaitu karakteristik bawahan dan karakteristik tugas. Karakteristik
bawahan menentukan bagaimana perilaku pemimpin dimaknai oleh bawahan dalam
konteks pekerjaan tertentu. Hal ini akan menentukan tingkatan dimana bawahan
mendapai perilaku seorang pemimpin sebagai sumber penting akan kepuasan dan
kepuasan di masa depan. Untuk bawahan yang kebutuhan kuat untuk memiliki
hubungan, akan memilih pemimpin yang mendukung. Tentu hal ini berbeda dengan bawahan
yang dogmatis dan otoriter, akan cocok dengan gaya kempimpinan yang direktif.
Sedangkan karakteristik tugas mencakup
desain tugas bawahan, norma kelompok, dan system otoritas yang jelas maka
bawahan akan dapat menyelesaikan pekerjaannya dan pekerjaan tersebut bernilai.
Sebaliknya tugas yang tidak jelas dan tidak terstruktur akan membuat ambigu dan
memerlukan keterlibatan pimpinan.
Dalam praktek pengendalian bawahan dan
tugas tersebut di atas, House (1996) menerbitkan teori jalur tujuan tentang perilaku
kepemimpinan, yaitu: 1. Perilaku direktif, 2. Mendukung, 3. Partisipatif, 4. Berorientasi
pada prestasi, 5. Bantuan untuk pekerjaan, 6. Proses keputusan berorientasi
kelompok, 7. Jejaring kelompok kerja, dan 8. Perilaku berbasis nilai.