Rabu, 15 Mei 2019

MENULIS JURNAL SCOPUS


Dari sekian banyak penerbitan jurnal seperti elsivier dan Jhon Wiley and Sons adalah perusahaan yang konteknsnya adalah bisnis sedangkan yang dari perguruan tinggi hanya beberapa saja. Setuju atau tidak, saat ini dunia akademik diarahkan kesana. Agar artikel kita dapat diterima pada berbagai jurnal scopus tentu perlu tips dan trik memenuhi ketentuan yang dipersyaratkan.
Salah satu kunci tulisan kita bisa masuk ke jurnal terindeks scopus adalah dengan cara menjadikan tulisan kita itu merupakan bagian kesuksesan orang lain. Artinya, jika kita ingin masuk dalam jurnal X, maka kita setidaknya mengutip tulisan yang ada dalam jurnal tersebut, karena dengan kita mengutipnya maka indeksasi jurnal tersebut meningkat.
Menulis merupakan hal mudah asal dilakukan secara terus menerus karena sumber terbuka lebar, dapat diakses kapan dan dimanapun. Dua hal syarat dalam menulis yakni: 1) tulisan itu enak dibaca, dan 2) hal yang kita tulis adalah hal yang memang perlu ditulis. Sesungguhnya menulis yang baik adalah menjiplak, tetapi menjiplak yang dibenarkan. Oleh karena itu kita harus banyak membuka jurnal dan melihat atau mencontoh model judul dan tulisan orang tersebut. Setelah itu kita tiru modelnya dengan konteks yang berbeda.
Kategori jurnal itu tidak sama pada setiap jenis jurnal. Ketegori Q1, Q2, Q3, dan Q4 itu pembagian dalam 4 kategori (Quarter). Misal jurnal X indeks urutan ke 300, maka dalam kelompok jurnal tertentu bisa masuk Q2 (dari 1000 jurnal maka pembagian quarternya per 250 jurnal) sedangkan dalam kelompok yang hanya 400 jurnal maka pembagian quartenya per 100 jurnal, maka jurnal tersebut masuk Q3.
Kita harus terbiasa membuka jurnal melalui SJR (Scimago Journal & Country Rank). Apabila ada jurnal yang kita tidak bisa mendownload nya maka kita copy kode DOI nya ke menu alamat (SCI-HUB) untuk dapat membuka full text jurnalnya.
Dalam menulis untuk scopus kita jangan melebihi yang ditetapkan akan tetapi jika kurang malah lebih baik. Contoh kita menulis per alinea antara 10 sampai dengan 15 baris, menulis introduction maksimal 4 alinea, Dalam research finding, scopus tidak menghendaki mencampur dan menafsirkan data, kita hanya menampilkan dan memberikan  penjelasan sedikit tentang data itu.

Menentukan judul yang baik ada 2 kriteria yaitu memiliki obyek material dan obyek formal:
1.     Obyek material
Obyek material merupakan fokus yang hendak diteliti. Jika kita akan meneliti tentang terorisme, maka harus dipikirkan apakah kita bisa berkomunikasi dengan teroris tersebut. Dalam menentukan obyek material jangan sampai kita memperjuangkan satu informan untuk mencapai wisdom tertentu temuannya diragukan. Misal meneliti tentang penggali kuburan yang tidak pernah solat sementara penggali lainnya solat, maka hasil yang akan dicapai tidak akan memperoleh wisdom.
Bisa jadi penelitian mengangkat persoalan sederhana tentang tentang penilaian buku agama, namun jika kita bisa menemukan sesuatu dalam buku tersebut sehingga dapat memperbaiki isi buku tersebut, maka wisdom-nya bermanfaat untuk jutaan siswa se-Indonesia.
2.     Obyek formal
Obyek formal artinya bahwa persoalan yang kita teliti ada konsep yang mendukungnya.
Contoh judul: Implementasi Kebijakan Kerukunan Umat Beragama: Undang-Undang Nomor 16 tahun 2017.
Obyek materialnya: Undang-Undang Nomor 16 tahun 2017
Obyek formalnya : Implementasi
Menurut teori Grindle bahwa dalam implementasi terdapat 3 hal penting:
a)     Koordinasi (komunikasi)
b)    SDM
c)     Struktur birokrasi
Berdasarkan teori tersebut, maka literatur yang kita bangun dalam artikel harus terkait dengan 3 hal tersebut, yakni tentang konsep koordinasi (komunikasi), SDM, dan struktur birokrasi.
            Contoh judul lain: Konstruksi budaya atas tradisi Islam: Maulid Nabi di Takalar
Obyek material : Maulid nabi
Obyek formal : Konstruksi
Menurut teori Berger tentang konstruksi terdapat 3 hal mendasar:
a). Eskternalisasi (kreasi nilai-nilai)
b). Objektivasi (inter-subyektif)
c). Internalisasi (adopsi)
Dalam menulis jurnal kita harus memahami terlebih dahulu template penulisan jurnalnya. Hal ini berbeda-beda pada setiap jurnal ada yang menghendaki 7500 kata, ada pula jurnal yang hanya menghendaki 4500 kata. Begitu pula struktur dan sistematika di dalamnya. Secara umum sistematika jurnal sebagai berikut:

1.     INTRODUCTION (Maksimal 20 baris) atau sebanyak 500 kata
Introduction merupakan miniatur artike/tulisan kita. Reviewer akan dapat menebak konten suatu jurnal hanya dengan membaca introductionnya. Bahkan dengan konten introduction akan menentukan apakah tulisan itu layak diterima (accept) atau ditolak (decline). Isi introduction terdiri dari:
a)     Alinea pertama: Berisi isu penting/baru/mengagetkan (kata kuncinya harus ada kata “tetapi”, misalnya: Masyarakat Aceh terkenal dengan sikap religiusitasnya tetapi realitasnya pelecehan seksual pada remaja termasuk kategori tinggi)
Kalimat pertama dalam introduction ini merupakan kalimat shocking (mengagetkan) atau istilahnya dassein dan dassolen. Kalimat pertama introduction sangat penting dan menentukan diterima atau tidaknya artikel kita. Dalam introduction cukup dengan 4 alinea. Alinea selanjutnya setelah shocking, bersifat menguatkan kalimat alinea pertama. Alinea ketiga menguatkan lagi dengan dilengkapi data. Alinea keempat adalah statement ahli tentang kalimat-kalimat kita di atas.
b)    Alinea kedua: Berisi tentang alasan mengapa tulisan ini penting. Misalnya dalam literatur dinyatakan bahwa sejauh ini penelitian tentang memandikan jenazah hanya mentitikberatkan pada isu/aspek pembicaraan. Pertama melihat proses pemandian sebagai suatu tradisi yang berlangsung dalam masyarakat tertentu (A, 2006, B, 2010, C, 2015). Kedua, pemandian dilihat dari segi hukum Islam (E, 2012, F, 2011). Ketiga, pemandian jenazah dilihat dari persepsi masyarakat dan keterlibatan pihak-pihak tertentu dalam proses pemandian jenazah (M, 2017, L, 2016)
Contoh lain: artikel tentang radikalisme. Nah kita mengemukakan dari hal itu dari berbagai perspektif. Misalnya bahwa studi yang ada selama ini melihat radikalisme berbicara tentang darah, studi kedua radikalisme bicara tentang perilaku bejad, rusak dan kejam, dan ketiga studi radikalisme berbicara tentang salah tafsir. Dari ketiga studi di atas, belum ada penelitian yang memberikan perhatian pada dimensi dampak. Tidak ada penelitian yang menunjukkan bahwa pelaku adalah korban bukan pelaku. Oleh karena itu, studi ini akan mengkaji tentang radikalisme dari perspektif dampak.
c)     Alinea ketiga berisi tujuan penulisan. 1) Pertanyaan deskriptif (Menggambarkan, misal bagaimana pelaksanaan program yang dikembangkan dalam pendidikan), 2) Pertanyaan kritis (Menguraikan faktor/dampak, misal: bagaimana dampak kepemimpinan terhadap keberhasilan program), dan 3) Pertanyaan transformatif (Misal: bagaimana model kebijakan partisipatif dapat dikembangkan/model pendidikan yang kontekstual)
d)    Alinea keempat berisi argumen/hipotesis.  Dalam penelitian kualitatif diisi dengan asumsi-asumsi. Seperti: Tentang politik...bahwa perilaku politik masyarakat ada keterkaitannya dengan kebudayaan setempat. Contoh lain: Bahwa dalam pemandian jenazah selain dipengaruhi oleh nilai-nilai Islam juga dipengaruhi oleh praktek budaya masyarakat setempat.
Pada akhir kalimat alinea keempat ditulis: Dengan tiga pertanyaan atau pernyataan di atas, maka akan diperoleh pemahaman yang lebih bersifat diakronis, tidak hanya sinkronis.

2.     LITERATURE REVIEW (Sebanyak 2500 kata)
Literature review bukan reading literature. Lima hal penting yang dilakukan dalam literature review adalah membaca judul, abstrak, sub-sub judul, mencari kutipan/pernyataan-pernyataan penting, dan kesimpulan. Kita perlu menyusun literatur sebagai guide dan karena kita memerlukan apa yang pernah digunakan orang lain dalam penelitian. Isi dalam literature review ini adalah:
a)     Konsep I
b)    Konsep II
c)     Konsep III
Dalam penjelasan setiap konsep meliputi 3 aspek yakni definisi, kategori/bentuk-bentuk, dan output

3.     METHOD (Sebanyak 500 kata)
Dalam uraian method dijelaskan tentang:
A.    Method I
B.    Method II
C.    Method III
Alternatif lain selain 3 hal di atas, dalam method ini menjelaskan lokasi, jenis penelitian (kualitatif dan kuantitatif, sumber informasi/informan, teknik pengumpulan data, dan teknik analisis data.

4.     RESULT/FINDING RESEARCH (Sebanyak 1000-1500 kata)
A.    Menjabarkan dari  pertanyaan penelitian I (deskriptif)
1)    Alinea 1
2)    Alinea 2
3)    Alinea 3
B.    Menjelaskan dari pertanyaan penelitian II (Kritis)
1)    Alinea 1
2)    Alinea 2
3)    Alinea 3
C.    Menjelaskan dari pertanyaan penelitian III (Transformatif)
1)    Alinea 1
2)    Alinea 2
3)    Alinea 3

5.     DISCUSSION (Sebanyak 1000-1500 kata)
Discussion ini menguraikan result of research dibantu dengan literature review. Dalam discussion dipengaruhi oleh argumen/hipotesis yang diajukan dan didasarkan pada literatur yang dibangun sebagai pondasinya.
Dalam discussion mengungkapkan what? Yaitu apa temuannya, kemudian so what? Lalu bagaimana dengan temuan tersebut dijelaskan dengan menggunakan data-data yang ditemukan. Kalimat dalam discussion ini dijelaskan dengan kata “karena”, misal: implementasi kebijakan yang diterapkan ini tidak berhasil karena lemahnya kooordinasi/komunikasi (aspek koordinasi/komunikasi telah dibahas dengan teori Grindle yang telah dijelaskan dalam literature review). Hal tentang lemahnya koordinasi/komunikasi didasarkan pada fakta hasil penelitian.

6.     CONCLUSION (Sebanyak 300 kata)
Conclusion menjawab pertanyaan penelitian, jumlahnya maksimal 3 alinea yang masing-masing alinea menjawa pertanyaan tujuan penelitian. Kesimpulan yang baik mengandung kata “ternyata” artinya hal tersebut tidak dapat dijawab tanpa melakukan penelitian. Setelah dijawab dalam kesimpulan kemudian dilanjutkan dengan implikasi yakni analisis makna tentang prediksi apa yang akan terjadi bersumber dari kesimpulan. Setelah itu diuraikan keterbatasan penelitian yang berfungsi memberikan peluang kepada peneliti lain untuk melakukan penelitian dari aspek atau sudut pandang berbeda.

7.     REFERENCES
Referensi diambil dari berbagai sumber jurnal terbaru yang memiliki kualitas tinggi. Skripsi dapat juga dijadikan rujukan tapi datanya saja jangan perspektifnya karena termasuk sumber kategori lemah.
Sumber kutipan ada dua macam: 1) sumber sebagai bahan/obyek material, nah ini memungkinkan dari sumber terbitan tahun yang lama, 2) Perspektif/teori, ini harus dari terbitan terbaru.

Senin, 13 Mei 2019

MENGURAI PENELITIAN BERBASIS KELUARAN


Bentuk akuntabilitas pelaksanaan pekerjaan oleh ASN salah satunya adalah pemenuhan laporan pertanggungjawaban substansi maupun administrasi. Secara substantif, setiap kegiatan harus dilakukan secara baik dan benar menghasilkan produk yang diperlukan oleh institusi yang tentu memiliki dampak terhadap masyarakat. Sedangkan secara administratif, semua kegiatan yang telah dilakukan itu memiliki data dukung berupa kelengkapan bukti-bukti dokumen yang valid.
Kegiatan penelitian selama ini disamakan dengan kegiatan rutinitas lainnya sehingga perlakuan penganggarannya persis sama. Akun penelitian disamakan dengan akun belanja barang atau jasa yang diatur secara rigit dalam Peraturan Menteri Keuangan dengan tidak memperhatikan karakteristik penelitian (Perpres 54 Tahun 2010 tentang Pengadaan Barang dan Jasa), padahal dalam aktivitas penelitian banyak hal yang berbeda, spesifik, bahkan unik.
Sisi perbedaan penelitian dengan kegiatan rutin lainya dapat dilihat dari proses penggalian data yang diperlukan bisa melampaui perkiraan batas waktu, areanyapun bisa mudah dijangkau, bahkan bisa sulit dan jauh ke pelosok. Spesifik dalam arti bahwa proses penelitian harus fokus pada obyek atau materi yang diteliti, sehingga memungkinkan responden/informan yang ditemui peneliti tidak bisa mewakili, akibatnya harus mencari penggantinya sesuai kebutuhan. Hal unik dalam penelitian tentu menjadi ciri khas tersendiri yang tidak ditemui dalam kegiatan lainnya, seperti kebutuhan upacara ritual tertentu, dan proses riset semakin meluas setelah menemukan fenomena baru. Bahkan selama di lapangan tak jarang mendapatkan informasi sisi lain yang tersembunyi di balik peristiwa utama yang tentu sangat berharga sebagai pertimbangan kebijakan (Saifuddin, 2016: vii).
Penelitian pada Lembaga atau Kementerian berbeda dengan penelitian dosen di Perguruan Tinggi. Sebagaimana amanat Perpres nomor 7 tahun 2015 tentang Organisasi Kementerian Negara bahwa Badan Litbang dan Diklat merupakan supporting agency untuk unit-unit teknis lainnya. Jadi, tema dan fokus penelitian seyognyanay harus mendukung kebijakan. Seiring dengan itu, tuntuan pemenuhan dokumen PMPRB terhadap Puslitbang salah satunya adalah dokumen kebutuhan penelitian atau MoU dengan unit eselon I lainnya. Artinya, penentuan jenis penelitian berbasis pada kebutuhan stakeholder.
Mengukur sejauh mana urgensi atau signifikansi penelitian yang dilakukan oleh Puslitbang tidak lepas dari tugas pokok dan fungsinya sebagai unit pendukung. Seperti dijelaskan oleh Ali Ghufron Mukti, Dirjen Ristek dan Dikti bahwa posisi penelitian sangat bergantung pada impaknya yang diharapkan berkontribusi terhadap stakeholder. Penelitian menjadi tidak urgen dan signifikan jika tidak memiliki relasi dengan kebutuhan masyarakat. Terpenuhinya data untuk unit teknis dalam merumuskan kebijakan yang baik sehingga berdampak pada peningkatan kualitas layanan berarti memiliki impak bagi masyarakat yang menggunakan jasa layanan Pemerintah.
Dari sisi proses, menurut Patrick J. Cullen, profesor dari University of Nottingham, penelitian perlu dilakukan secara kolaboratif karena persoalan yang berkembang saat ini sangat multidisiplin sehingga harus diselesaikan secara interdisipliner pula. Dengan demikian, tidak terjadi gap antara penelitian yang selama ini dilakukan dengan impak yang dirasakan stakeholder.
Maret tahun 2018 merupakan awal perubahan mendasar pengelolaan penelitian yang mengarah pada kualitas substansi, yakni dengan lahirnya Peraturan Presiden Nomor 16 Tahun 2018 tentang Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah, pasal 62 mengecualikan penelitian dari pola pengadan barang dan jasa lainnya, dan pada ayat 11 dinyatakan bahwa ketentuan lebih lanjut mengenai penelitian diatur oleh Kementerian yang membidangi riset, teknologi dan pendidikan tinggi.
Menindaklanjuti amanat dalam ayat 11 di atas, tepatnya pada bulan Juni lahirlah Peraturan Menteri Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi Nomor 20 Tahun 2018 tentang Penelitian. Uraian pasal demi pasal dalam peraturan ini fokus pada penelitian berbasis keluaran baik dalam bentuk penugasan maupun kompetitif. Kedua jenis pola penyelenggaraan penelitian ini dijelaskan secara komprehensif dari proses awal hingga akhir.
Sesuai dengan Rencana Induk Riset Nasional tahun 2017 – 2045 yang terfokus pada delapan aspek yakni pangan, energi, kesehatan, transportasi, produk rekayasa  keteknikan, hankam, Kemaritiman, dan Sosial humaniora, seni, budaya dan pendidikan, riset-riset pada Badan Litbang dan Diklat terfokus pada aspek sosial humaniora, seni, budaya, dan pendidikan khsusunya dalam menyentuh isu-isu sosial yang bermanfaat luas dan besar bagi kehidupan masyarakat.
Perangkat regulasi yang cukup lengkap di atas, merupakan momen melakukan transformasi penelitian yang sebelumnya by process. Jika sebelumnya laporan penelitian sangat rigit dan penuh tumpukan dokumen administratif sebagai bentuk pertanggungjawaban. Saat ini, peneliti diarahkan mengubah konsentrasi dari administrasi ke substansi, yakni by output  yang lebih kompetitif dan kreatif. Tentu hasilnya diharapkan dapat menjawab permasalahan-permasalahan sosial yang dibutuhkan. Dalam tataran lebih sempit, diharapkan berkontribusi dalam penentuan kebijakan yang tepat.
Riset berbasis keluaran baik melalui kompetisi maupun penugasan, didorong adanya harapan peningkatan publikasi dan paten anak bangsa. Ini merupakan salah satu bentuk laporan substansi yang sangat ditunggu-tunggu. Peningkatan kualitas dan kuantitas publikasi dan paten tentu targetnya adalah efek positif baik untuk para peneliti dalam berkreasi dan berimajinasi mengungkapkan gagasan-gagasannya maupun untuk masyarakat luas dengan dihasilkannya solusi atas berbagai persoalan yang terus berkembang.
 Dalam perspektif pemeriksa, bukti pelaporan dan pertanggung jawaban penelitian berbasis keluaran memang sudah tidak terperinci (dalam Peraturan Dirjen Perbendaharaan Nomor 15 Tahun 2017 tentang Petunjuk Pelaksanaan Pembayaran Anggaran Penelitian Berbasis Keluaran), namun data dukung bukti pengeluaran tetap harus tersimpan oleh peneliti itu sendiri. Hal ini, jauh berbeda dengan penelitian model lama, peneliti dan tim berkutat pada laporan administrasi disamping substansi. Namun demikian, tetap perlu disadari bahwa penggunaan anggaran negara harus senantiasa dapat dipertanggungjawabkan secara rasional dan akuntabel karena pada prinsipnya penggunaan anggaran penelitian merupakan dukungan terhadap pemenuhan biaya-biaya operasional bukan dalam rangka memperbanyak penghasilan tambahan.
Dalam konteks pelaporan, tidak dipungkiri masih terjadinya gap persepsi antara pemeriksa dengan penyelenggara penelitian. Sebagai kebijakan baru, model penelitian berbasis keluaran memerlukan waktu cukup untuk menyamakan pemahaman berbagai pihak sehingga pemaknaan konsep kualitas hasil di atas pemenuhan dokumen administratif dapat dipedomani dengan baik. Upaya ini terus dilakukan oleh Kementerian Ristekdikti dengan meningkatkan status Perdirjen Nomor 15 Tahun 2017 menjadi draf Peraturan Menteri Keuangan yang isinya lebih menguatkan pelaksana penelitian terkait pola pelaporan keuangan berbasis keluaran.
Dalam sesi paparan pejabat Kemenristekdikti pada Rakor 3 Puslitbang di Bogor awal Maret 2019 dijelaskan bahwa Ristekdikti saat ini telah membuka peluang penelitian kolaboratif tidak hanya dosen melainkan siapapun yang memiliki kompetensi dan minat melakukan penelitian. Selama ide dan gagasanya bagus dan memiliki kebermanfaatan luas, siapapun disilahkan berkolaborasi dengan dosen selaku ketuanya, ini karena biaya riset berasal dari BOPTN (Biaya Operasional Perguruan Tinggi Negeri).
Disadari bahwa peluang atau kesempatan penelitian yang terbuka bagi para peneliti seiring dengan regulasi yang terus berkembang dan menuntutnya memenuhi hasil kerja minimal. Dalam Peraturan Kepala LIPI Nomor 14 Tahun 2018 tentang Petunjuk Teknis Jabatan Fungsional Peneliti dijelaskan bahwa selama satu periode (4 tahun) peneliti Ahli Pertama hingga Ahli Madya harus mendapatkan dana kegiatan dari instansi internal, sedangkan untuk jabatan peneliti Ahli Utama harus mendapatkan biaya kegiatan dari lembaga eksternal. Lahirnya aturan dan klausul ini sudah barang tentu linier dengan perubahan pola pengelolaan penelitian yang fokus pada hasil.
Keputusan Kepala Badan Litbang dan Diklat Nomor 42 Tahun 2018 tentang Pedoman Penyelenggaraan Penelitian Berbasis Keluaran merupakan bentuk kebijakan sekaligus keberpihakan terhadap peneliti untuk konsentrasi pada substansi penelitian serta dapat berkolaborasi dengan pihak lain secara lebih fleksibel. Tantangan dan peluang ini tentu sejalan dengan kewajiban pemenuhan hasil kerja minimal peneliti yang harus didukung oleh lembaga sebagai fasilitatornya.
Akhir tahun 2018, Puslitbang LKKMO langsung merepson SK Kepala Badan di atas dengan membuka kesempatan kepada para peneliti, dosen, dan akademisi lainnya di lingkungan Kementerian Agama untuk berkompetisi mengusulkan proposal terbaiknya sesuai kebutuhan yang ditetapkan penyelenggara. Tercatat 98 proposal masuk dari berbagai unit kerja dan setelah melalui review atau penilaian tim yang terdiri dari para profesor dan pakar di bidangnya, dinyatakan lolos 14 proposal penelitian kompetitif dan penugasan yang mendapatkan pembiayaan penelitian berbasis keluaran. Saat ini, mereka sedang melaksanakan proses penelitian setelah tanggal 28 Maret 2019 dilakukan penadatanganan kontrak.(IA)

ISLAM MASUK KE INDONESIA


Islam masuk ke Indonesia melalui budaya bukan peperangan. Ini berbeda dengan Islam masuk negara di Timur Tengah. Ke Persia sekarang Irak dan Iran misalnya, Islam dibawah oleh Saad bin Abi Waqos melalui peperangan (Saad bin Abi Waqos di kubur di Guang zu Cina). Islam tersebar ke Siria dibawah oleh Ubaidah Amir bin Jarroh yang mendirikan Dinasti Bani Umayyah. Islam masuk ke Afrika Utara dibawah oleh Amru bin Ash yang mendirikan dinasti di Mesir, Tunis hingga Maroko.
Ada rangkaian sejarah antara Cina dengan Indonesia. Suatu hari ada utusan dari negara Cina bernama Meng chi datang ke kerajaan Singosari di Malang diperintahkan oleh Kubilaikan untuk meminta upeti. Raja Singosari Kertanegara menolak memberikan upeti bahkan memotong kedua telinga utusan tersebut. Meng chi kamudian kembali ke Cina dan lapor kepada rajanya. Sang raja marah sehingga pada tahun berikutnya Cina mengirim pasukan sebanyak 20 ribu ke Singosari di Malang, tapi kerajaan Singosari tersebut sudah bubar, Raja Kertanegara telah dibunuh Jayakatwang dari kerajaan Doho Kediri.
Kedatangan pasukan Cina sebanyak 20 ribu itu berbaur agamanya ada Muslim dan non Muslim. Jenderal yang Muslim sebanyak 3 orang bernama Zippi, Kausing, Ikamitze. Pasukan kemudian bertemu dengan Raden Wijaya (menantu Kertanegara) dan bersekutu untuk balas dendam menyerang Doho Kediri hingga yang akhirnya bubar terkalahkan. Setelah Doho bubar, berdirilah kerajaan Majapahit dan Raden Wijaya adalah raja pertama yang merupakan pendirinya. Puncaknya Majapahit dipimpin Hayam Wuruk dan pati Gajah Mada. Pada saat itulah lahir manifestasi politik namanya Sumpah Palapa yang ingin menyatukan Kepulauan Nusantara hingga Srilangka, Philipina Selatan dan Thailand. Sumpah Palapa ini menginspirasi sumpah pemuda tahun 1928 yang ingin menyatukan Indonesia menjadi satu nusa, satu bangsa, dan satu bahasa.
Raja terakhir Majapahit adalah Brawijaya V yang memiliki isteri 600 orang. Salah satu isterinya adalah muslimah keturunan Cina bernama Subanci atau disebut Dewi Retno. Lahir dari Subanci seorang anak laki-laki bernama Jinbun yang kurang disenangi keluarga kerajaan sehingga pergi ke arah Timur masuk Ampel Denta dan berjumpa dengan ulama besar bernama Rohmatullah atau Sunan Ampel (anak dari Syekh Ibrahim Samarkandi). Kemudian Jinbun masuk Islam dan diganti namanya menjadi Abdul Fattah, beliau kemudian belajar Islam dan mengatakan kepada gurunya itu bahwa ia adalah keturunan raja sehingga harus menjadi raja. Maka berdirilah kerajaan Islam pertama di Jawa namanya Demak Bintoro rajanya bernama Abdul Fattah alias Jinbun alias Raden Fatah Putra Brawijaya V.
Brawijaya V selaku orang tua kaget mendengar anaknya menjadi raja dan beragama Islam, kemudian menyampaikan hal tersebut kepada anak lainnya yang menjadi raja kerajaan Sriwijaya (Palembang) Aryadillah Alias Jaka Dillah alias Aryadamar. Tetapi Aryadillah pun kemudian menjelaskan bahwa dirinya juga telah lama masuk Islam dan berganti nama menjadi Fatahillah. Lama kelamaan orang Majapahit ikut bergabung dengan kerajaan Demak karena ingin dipanggil menjadi santri yang memiliki karakteristik jujur, bersih, dan baik. Diketahui bahwa agama Hindu mengenal kasta seperti Brahmana,  satria, sudra, faria. Perbedaan kasta tersebut juga berpengaruh pada penggunaan bahasa dan sikapnya ketika berinteraksi. Kata Ingsun (bahasa jawa) itu hanya kata yang dipakai untuk raja, sedangkan untuk orang kecil menyebutnya kawulo alit atau sampean dalem, rakyat harus berjalan ngesot ketika menghadap raja. Sedangkan dalam Islam para kiyai mengajarkan kesamaan dan kesepadaan, seperti niat solat (niat ingsun solat...), niat wudlu (niat ingsun wudlu...), niat puasa (niat ingsun puasa...) sehingga orang jawa kaget karena dipikir tidak mungkin itu terjadi pada agamanya. Dengan ajaran itu, orang Hindu berbondong-bondong masuk Islam.
Kisah lainnya, ketika seorang kiyai jalan-jalan, kemudian melihat seseorang  menyajikan sesajen untuk para leluhur, dll. Kemudian kiyai mengatakan “anda itu kaya, janganlah berbagi itu sedikit”,  maka masaklah yang banyak dan potong kambing satu ekor. Setelah itu kiyai mengajarkan agar masakan itu diberikan kepada tetangga, fakir misikin, dan orang tidak mampu, tetapi sebelum itu bacalah doa kepada Allah meminta agar anda selamat, hartamu selamat, anakmu selamat, hidupmu selamat. Inilah yang disebut dengan selametan bukan sesajen. Inilah cara para ulama menyebarkan Islam di Indonesia. (IA: Sumber KAS)