Senin, 13 Mei 2019

MENGURAI PENELITIAN BERBASIS KELUARAN


Bentuk akuntabilitas pelaksanaan pekerjaan oleh ASN salah satunya adalah pemenuhan laporan pertanggungjawaban substansi maupun administrasi. Secara substantif, setiap kegiatan harus dilakukan secara baik dan benar menghasilkan produk yang diperlukan oleh institusi yang tentu memiliki dampak terhadap masyarakat. Sedangkan secara administratif, semua kegiatan yang telah dilakukan itu memiliki data dukung berupa kelengkapan bukti-bukti dokumen yang valid.
Kegiatan penelitian selama ini disamakan dengan kegiatan rutinitas lainnya sehingga perlakuan penganggarannya persis sama. Akun penelitian disamakan dengan akun belanja barang atau jasa yang diatur secara rigit dalam Peraturan Menteri Keuangan dengan tidak memperhatikan karakteristik penelitian (Perpres 54 Tahun 2010 tentang Pengadaan Barang dan Jasa), padahal dalam aktivitas penelitian banyak hal yang berbeda, spesifik, bahkan unik.
Sisi perbedaan penelitian dengan kegiatan rutin lainya dapat dilihat dari proses penggalian data yang diperlukan bisa melampaui perkiraan batas waktu, areanyapun bisa mudah dijangkau, bahkan bisa sulit dan jauh ke pelosok. Spesifik dalam arti bahwa proses penelitian harus fokus pada obyek atau materi yang diteliti, sehingga memungkinkan responden/informan yang ditemui peneliti tidak bisa mewakili, akibatnya harus mencari penggantinya sesuai kebutuhan. Hal unik dalam penelitian tentu menjadi ciri khas tersendiri yang tidak ditemui dalam kegiatan lainnya, seperti kebutuhan upacara ritual tertentu, dan proses riset semakin meluas setelah menemukan fenomena baru. Bahkan selama di lapangan tak jarang mendapatkan informasi sisi lain yang tersembunyi di balik peristiwa utama yang tentu sangat berharga sebagai pertimbangan kebijakan (Saifuddin, 2016: vii).
Penelitian pada Lembaga atau Kementerian berbeda dengan penelitian dosen di Perguruan Tinggi. Sebagaimana amanat Perpres nomor 7 tahun 2015 tentang Organisasi Kementerian Negara bahwa Badan Litbang dan Diklat merupakan supporting agency untuk unit-unit teknis lainnya. Jadi, tema dan fokus penelitian seyognyanay harus mendukung kebijakan. Seiring dengan itu, tuntuan pemenuhan dokumen PMPRB terhadap Puslitbang salah satunya adalah dokumen kebutuhan penelitian atau MoU dengan unit eselon I lainnya. Artinya, penentuan jenis penelitian berbasis pada kebutuhan stakeholder.
Mengukur sejauh mana urgensi atau signifikansi penelitian yang dilakukan oleh Puslitbang tidak lepas dari tugas pokok dan fungsinya sebagai unit pendukung. Seperti dijelaskan oleh Ali Ghufron Mukti, Dirjen Ristek dan Dikti bahwa posisi penelitian sangat bergantung pada impaknya yang diharapkan berkontribusi terhadap stakeholder. Penelitian menjadi tidak urgen dan signifikan jika tidak memiliki relasi dengan kebutuhan masyarakat. Terpenuhinya data untuk unit teknis dalam merumuskan kebijakan yang baik sehingga berdampak pada peningkatan kualitas layanan berarti memiliki impak bagi masyarakat yang menggunakan jasa layanan Pemerintah.
Dari sisi proses, menurut Patrick J. Cullen, profesor dari University of Nottingham, penelitian perlu dilakukan secara kolaboratif karena persoalan yang berkembang saat ini sangat multidisiplin sehingga harus diselesaikan secara interdisipliner pula. Dengan demikian, tidak terjadi gap antara penelitian yang selama ini dilakukan dengan impak yang dirasakan stakeholder.
Maret tahun 2018 merupakan awal perubahan mendasar pengelolaan penelitian yang mengarah pada kualitas substansi, yakni dengan lahirnya Peraturan Presiden Nomor 16 Tahun 2018 tentang Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah, pasal 62 mengecualikan penelitian dari pola pengadan barang dan jasa lainnya, dan pada ayat 11 dinyatakan bahwa ketentuan lebih lanjut mengenai penelitian diatur oleh Kementerian yang membidangi riset, teknologi dan pendidikan tinggi.
Menindaklanjuti amanat dalam ayat 11 di atas, tepatnya pada bulan Juni lahirlah Peraturan Menteri Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi Nomor 20 Tahun 2018 tentang Penelitian. Uraian pasal demi pasal dalam peraturan ini fokus pada penelitian berbasis keluaran baik dalam bentuk penugasan maupun kompetitif. Kedua jenis pola penyelenggaraan penelitian ini dijelaskan secara komprehensif dari proses awal hingga akhir.
Sesuai dengan Rencana Induk Riset Nasional tahun 2017 – 2045 yang terfokus pada delapan aspek yakni pangan, energi, kesehatan, transportasi, produk rekayasa  keteknikan, hankam, Kemaritiman, dan Sosial humaniora, seni, budaya dan pendidikan, riset-riset pada Badan Litbang dan Diklat terfokus pada aspek sosial humaniora, seni, budaya, dan pendidikan khsusunya dalam menyentuh isu-isu sosial yang bermanfaat luas dan besar bagi kehidupan masyarakat.
Perangkat regulasi yang cukup lengkap di atas, merupakan momen melakukan transformasi penelitian yang sebelumnya by process. Jika sebelumnya laporan penelitian sangat rigit dan penuh tumpukan dokumen administratif sebagai bentuk pertanggungjawaban. Saat ini, peneliti diarahkan mengubah konsentrasi dari administrasi ke substansi, yakni by output  yang lebih kompetitif dan kreatif. Tentu hasilnya diharapkan dapat menjawab permasalahan-permasalahan sosial yang dibutuhkan. Dalam tataran lebih sempit, diharapkan berkontribusi dalam penentuan kebijakan yang tepat.
Riset berbasis keluaran baik melalui kompetisi maupun penugasan, didorong adanya harapan peningkatan publikasi dan paten anak bangsa. Ini merupakan salah satu bentuk laporan substansi yang sangat ditunggu-tunggu. Peningkatan kualitas dan kuantitas publikasi dan paten tentu targetnya adalah efek positif baik untuk para peneliti dalam berkreasi dan berimajinasi mengungkapkan gagasan-gagasannya maupun untuk masyarakat luas dengan dihasilkannya solusi atas berbagai persoalan yang terus berkembang.
 Dalam perspektif pemeriksa, bukti pelaporan dan pertanggung jawaban penelitian berbasis keluaran memang sudah tidak terperinci (dalam Peraturan Dirjen Perbendaharaan Nomor 15 Tahun 2017 tentang Petunjuk Pelaksanaan Pembayaran Anggaran Penelitian Berbasis Keluaran), namun data dukung bukti pengeluaran tetap harus tersimpan oleh peneliti itu sendiri. Hal ini, jauh berbeda dengan penelitian model lama, peneliti dan tim berkutat pada laporan administrasi disamping substansi. Namun demikian, tetap perlu disadari bahwa penggunaan anggaran negara harus senantiasa dapat dipertanggungjawabkan secara rasional dan akuntabel karena pada prinsipnya penggunaan anggaran penelitian merupakan dukungan terhadap pemenuhan biaya-biaya operasional bukan dalam rangka memperbanyak penghasilan tambahan.
Dalam konteks pelaporan, tidak dipungkiri masih terjadinya gap persepsi antara pemeriksa dengan penyelenggara penelitian. Sebagai kebijakan baru, model penelitian berbasis keluaran memerlukan waktu cukup untuk menyamakan pemahaman berbagai pihak sehingga pemaknaan konsep kualitas hasil di atas pemenuhan dokumen administratif dapat dipedomani dengan baik. Upaya ini terus dilakukan oleh Kementerian Ristekdikti dengan meningkatkan status Perdirjen Nomor 15 Tahun 2017 menjadi draf Peraturan Menteri Keuangan yang isinya lebih menguatkan pelaksana penelitian terkait pola pelaporan keuangan berbasis keluaran.
Dalam sesi paparan pejabat Kemenristekdikti pada Rakor 3 Puslitbang di Bogor awal Maret 2019 dijelaskan bahwa Ristekdikti saat ini telah membuka peluang penelitian kolaboratif tidak hanya dosen melainkan siapapun yang memiliki kompetensi dan minat melakukan penelitian. Selama ide dan gagasanya bagus dan memiliki kebermanfaatan luas, siapapun disilahkan berkolaborasi dengan dosen selaku ketuanya, ini karena biaya riset berasal dari BOPTN (Biaya Operasional Perguruan Tinggi Negeri).
Disadari bahwa peluang atau kesempatan penelitian yang terbuka bagi para peneliti seiring dengan regulasi yang terus berkembang dan menuntutnya memenuhi hasil kerja minimal. Dalam Peraturan Kepala LIPI Nomor 14 Tahun 2018 tentang Petunjuk Teknis Jabatan Fungsional Peneliti dijelaskan bahwa selama satu periode (4 tahun) peneliti Ahli Pertama hingga Ahli Madya harus mendapatkan dana kegiatan dari instansi internal, sedangkan untuk jabatan peneliti Ahli Utama harus mendapatkan biaya kegiatan dari lembaga eksternal. Lahirnya aturan dan klausul ini sudah barang tentu linier dengan perubahan pola pengelolaan penelitian yang fokus pada hasil.
Keputusan Kepala Badan Litbang dan Diklat Nomor 42 Tahun 2018 tentang Pedoman Penyelenggaraan Penelitian Berbasis Keluaran merupakan bentuk kebijakan sekaligus keberpihakan terhadap peneliti untuk konsentrasi pada substansi penelitian serta dapat berkolaborasi dengan pihak lain secara lebih fleksibel. Tantangan dan peluang ini tentu sejalan dengan kewajiban pemenuhan hasil kerja minimal peneliti yang harus didukung oleh lembaga sebagai fasilitatornya.
Akhir tahun 2018, Puslitbang LKKMO langsung merepson SK Kepala Badan di atas dengan membuka kesempatan kepada para peneliti, dosen, dan akademisi lainnya di lingkungan Kementerian Agama untuk berkompetisi mengusulkan proposal terbaiknya sesuai kebutuhan yang ditetapkan penyelenggara. Tercatat 98 proposal masuk dari berbagai unit kerja dan setelah melalui review atau penilaian tim yang terdiri dari para profesor dan pakar di bidangnya, dinyatakan lolos 14 proposal penelitian kompetitif dan penugasan yang mendapatkan pembiayaan penelitian berbasis keluaran. Saat ini, mereka sedang melaksanakan proses penelitian setelah tanggal 28 Maret 2019 dilakukan penadatanganan kontrak.(IA)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar