Jumat, 21 Desember 2018

SIAPA ITU PENELITI


Peneliti adalah inventor the fact - penemu fakta. Artinya misi utama seorang peneliti adalah mengungkap kebenaran fakta, peristiwa atau fenomena; mengartikulasikan kebenaran. Peneliti mengabdi kepada kebenaran dan menyampaikan hasil temuan di lapangan secara genuine. Di sinilah letak perbedaan seorang peneliti dan pendakwah. Pendakwah akan fokus untuk mengajak umat kepada kebaikan. Sementara peneliti fokus untuk menguak (menyingkap) kebenaran, karena ia adalah researcher, scholar/sarjana.
Peneliti perlu menemukan hal mengejutkan di balik data yang terungkap dengan mengeksplorasi fakta-fakta lainnya sehingga bisa diquote oleh banyak pihak. Peneliti sesungguhnya memiliki kemampuan lebih, mampu melihat sesuatu yang tidak dapat dijangkau oleh orang biasa (seen and unseen). Dengan demikian, tentu banyak hal lagi yang bisa digali secara mendalam oleh para peneliti. Ini dapat dapat dikaitkan dengan surat Fushilat ayat 53 yang artinya “Kami akan memperlihatkan kepada mereka tanda-tanda kekuasaan Kami di segala wilayah bumi dan pada diri mereka sendiri”. Nah, ayat ini bahwa peneliti sejatinya menemukan kebenaran hakiki (alhaq), peneliti itu identik dengan kebenaran akademik. Jadi, peneliti harus berani menyampaikan temuan-temuannya meskipun banyak orang yang tidak menyukainya.
Kaitan dengan itu, peneliti perlu memahami konsep etik dan emik dalam setiap penggalian data, karena dalam setiap konteks memiliki emik berbeda. Misal, penelitian di satu wilayah tentang gagalnya program keluarga berencana (KB) itu ternyata bukan penolakan tetapi karena ada doktrin teologis yang diyakini bahwa banyak anak itu banyak rezeki. Dalam konteks ini peneliti harus tangkas dan tepat dalam memakai pendekatan fenomenologis dalam studi agama-agama (religious studies).
Secara substansial ada dua ide utama yang digulirkan dan perlu mendapat perhatian serius terkait penelitian ilmiah. Pertama merujuk pada arti filosofis dari sebuah tindakan research. Research semestinya menghasilkan sebuah invention. Jadi clue utama dari penelitian adalah adanya sebuah penemuan, penemuan tentu sesuatu hal yang baru, belum diketahui, dan tidak disadari sebelumnya. Jadi, sebuah research yang serius pasti menemukan hal baru yang ujungnya dapat digunakan dan bermanfaat untuk kehidupan.
Kedua, hal yang perlu mendapat perhatian serius terkait penelitian ilmiah adalah penggunaan metodologi, data, dan analisis yang kuat, valid, dan dapat dipertanggungjawabkan. Dalam kaitan ini, tim peneliti harus berhati-hati dalam pengambilan data dan menganalisis data dengan perspektif yang benar, berhati-hati melakukan penelitian, agar dapat menghasilkan kebijakan yang benar, tepat dan sesuai dengan fakta yang sesungguhnya.

Kamis, 18 Oktober 2018

ANGKA USIA DALAM FILSAFAT JAWA


Dalam psikologi dijelaskan tentang tahapan pertumbuhan dan perkembangan manusia sejak lahir. Pada setiap tahap perkembangan manusia memiliki karakteristik berbeda. Dalam filsafat jawa, penyebutan angka-angka memiliki arti yang berkaitan dengan tahapan kehidupan manusia. Angka 1 sampai dengan 9 disebut berbeda-beda, yakni siji, loro, telu, papat, lima sampai sanga/songo yaitu sembilan. Penamaannya berubah-ubah, ini memiliki makna bahwa manusia sejak lahir hingga usia 9 tahun itu terus tumbuh dan berkembang dengan pesat. Dari usia 1 tahun ke 2 tahun, anak mengalami banyak perubahan yang sangat jauh seperti fisik, gerakan, juga kecakapan lainnya, begitu pula seterusnya hingga usia 9 tahun. Kemudian berakhir dengan angka 10 (sepuluh) merupakan jeda antara usia anak dengan remaja yang dimulai usia 11 tahun.  
Usia 11 hingga 19 tahun disebut dengan akhiran sama, sewelas, rolas, telulas terus hingga sangalas/songolas (sembilan belas). Sewelas dan seterusnya dalam bahasa jawa berarti seneng welas lan asih artinya terjadi rasa saling senang antara laki-laki dengan perempuan. Ini adalah masa remaja, masa puber, masa mulai munculnya rasa suka/simpati terhadap lawan jenis, fisiknya berubah semakin kentara, laki-laki semakin berotot dan wanita semakin membentuk organ-organ penting lainnya. Muncul rasa kepedulian antarsesama, membentuk kelompok, muncul rasa cari perhatian terhadap lawan jenis. Bila laki-laki berkumpul maka topik pembahasannya adalah wanita, dan begitu juga jika para wanita berkumpul maka yang dibicarakan adalah pria. Pada usia ini memang terjadi istilah pacaran, pria maupun wanita bisa saling mengungkapkan rasa ketertarikannya. Diakhiri dengan angka 20 (rongpuluh) sebagai jeda dengan masa selanjutnya menginjak masa dewasa.
Usia 21 sampai dengan 29 disebut dengan kata likuran, selikur, rolikur, telulikur hingga sangalikur (29). Selikur bermakna sejatine linggih ning kursi yaitu usia dimana kita sudah mulai harus bekerja menetap pada suatu profesi tertentu. Masa ini merupakan permulaan berkarir sebagai dasar untuk dilanjutkan secara kokoh dimasa mendatang yang lebih kuat. Di tengah-tengah antara 21 sampai dengan 29 ada usia 25 (selawe) yang berarti senenge lanang lan wedok yaitu usia saling mencintai antara laki-laki dan perempuan. Usia lanjutan terbangunnya rasa saling suka pada usia belasan, maka usia ini adalah masa pernikahan, penyebutannya berbeda sendiri dengan usia 21 sampai 29 dengan istilah likuran. Setelah manusia mulai bekerja dan berkarir pada usia 21 (selikur) sebagai bekal membina rumah tangga, maka 25 (selawe) menjadi pintu masuk membentuk keluarga kecil. Setelah itu diakhiri pula dengan angka 30 (telungpuluh) sebagai jeda memasuki usia dewasa tengah yang lebih bijak dan stabil.
Usia 31 sampai dengan 49 cukup panjang disebut dengan kata yang sama telungpuluh siji (31) sampai patangpuluh sanga (49). Usia ini merupakan masa dewasa tengah. Seyogyanya bangunan dalam keluarga sudah kokoh, karir sudah mantap, berpikir sudah bijak tidak ceroboh, dan kondisi keluarga sudah mapan menapaki apa yang telah digagas dan dimulai pada usia likuran (linggih ning kursi). Tentu pada usia ini banyak aspek mencapai puncaknya yang harus dijaga untuk persiapan memasuki usia selanjutnya.
Tahap berikutnya masuk usia 50 yang dalam bahasa jawa disebut seket. Seket kepanjangannya senenge kethun berarti suka menutup kepalanya. Menutup kepala dengan kopiah bermakna pada usia ini, orang sudah senang mendekatkan diri dengan Khalik untuk fokus beribadah. Suka memakai penutup kepala juga bermakna kebutuhan orang tua karena telah terjadi perubahan pada kepalanya seperti tumbuh rambut putih atau juga sudah turunya daya tahan fisiknya apabila terkena langsung oleh sinar matahari ataupun hujan.
Angka selanjutnya adalah 51 (seket siji) sampai 59 (seket sanga) disebut secara sama dan stabil berada pada masa tua dan diakhiri dengan angka 60 (sewidak) yang memiliki kepanjangan sejatine wis tindak, artinya sudah waktunya untuk pergi, pergi kemana? tentu kembali menghadap kepada sang Khalik. Usia 60 tahun merupakan usia mendekati kematian meskipun sesungguhnya mati adalah urusan Allah yang tidak dapat diprediksi kapan datangnya. Namun bila kembali menstandarkan kepada usia Rasulullah Muhammad saw, maka usia 60 merupakan masa akan berakhirnya kehidupan kita. Wallahu a’lam.

Rabu, 19 September 2018

PENELITIAN LAYANAN KITAB SUCI


Penelitian Indeks Layanan Kitab Suci yang dilakukan Puslitbang Lektur, Khazanah Keagamaan, dan Manajemen Organisasi tahun 2018 dilakukan di  Nusa Tenggara Timur, Papua, Jawa Tengah, Lampung, Sumatera Utara, Denpasar, Jawa Barat, Kalimantan Selatan, Sulawesi Selatan, Sulawesi Utara, Banten dan Maluku. Penelitian ini sangat penting dan merupakan salah satu Indikator Kinerja Utama Kementerian Agama. Seperti diungkapkan Kepala Puslitbang Lektur, Khazanah Keagamaan dan Manajemen Organisasi (LKKMO) Muhammad Zain ketika turun ke lapangan guna memonitor pelaksanaan penelitian tersebut. Dalam forum brainstorming yang dipimpin Kabag Tata Usaha di ruang rapat Kantor Kementerian Agama Provinsi Nusa Tenggara Timur, Kapuslitbang LKKMO menyatakan bahwa tujuan penelitian ini adalah untuk mendapatkan informasi yang akurat tentang penyebaran kitab suci pada semua agama yang dilakukan oleh Kementerian Agama. Hadir dalam forum itu Kepala Bidang Litbang Manajemen Organisasi sebagai leading sector penelitian, Para Kepala Bidang dan Kasi Kanwil Kemanag NTT dan peneliti dari Puslitbang LKKMO.
Menurut Muhammad Zain, ketersediaan kitab suci adalah sangat penting karena semua agama memiliki kitab suci yang tiada lain merupakan teks-teks ajaran yang berfungsi sebagai enlightenment bagi pemeluknya. Selain itu, keberadaannya dapat mendorong tingkat literasi agama. Literasi agama masyarakat tidak akan beranjak naik jika mereka tidak memiliki kitab suci yang merupakan sumber nilai dan ajaran yang diyakininya. Oleh karena itu, penyebaran kitab suci seyogyanya berjalan optimal dan dirasakan masyarakat bahwa negara telah hadir.
Lebih dari itu, dari sisi substansi makna dalam kita suci perlu penerjemahan ekstra hati-hati dan harus dilakukan oleh orang yang ahli dalam rangka mendukung moderasi agama. Dalam Islam, ada kasus penerjemahan ayat-ayat tertentu yang setelah dilakukan croscheck ternyata kurang tepat. Seperti pemaknaan kata “kafir” yang sesungguhnya berasal dari kata “cover” berarti penutup/menutupi, kata “aulia” yang dahulu dimaknai pemimpin tetapi kemudian ternyata lebih tepat diterjemahkan sebagai teman/kawan, dan kata “qawwamuna ‘alannisa” pada surat Annisa. Kata ini populer diartikan bahwa laki-laki pemimpin bagi kaum wanita, namun menurut ahli bahasa bahwa kata tersebut lebih tepat dimaknai pengayom atau pelindung. Makna ini lebih tepat yang menggambarkan pasangan suami dan isteri sebagai relasi cinta yang saling mengasihi, buka relasi pimpinan dan bawahan yang lebih menunjukkan kekuasaan.
Penelitian indeks layanan kitab suci baru dilakukan saat ini semenjak awal kelahiran Kementerian Agama tahun 1946. Menurut Choirul (peneliti Puslitbang LKKMO) hal ini didasarkan pada urgensi yang diamanatkan oleh konstitusi dan tugas serta fungsi Kementerian Agama yakni memberikan layanan dalam bidang keagamaan. Disadari bahwa kitab suci merupakan sumber primer ajaran agama dalam sistem keyakinan, ritual, pengetahuan dan lainnya. Ditengarai ada 2 problem tentang kitab suci, pertama sisi penyediaan mulai proses perencanaan hingga pengadaan dan kedua adalah penyebaran atau distribusinya. Tentu, dalam penelitian ini diharapkan memperoleh kesimpulan perbaikan layanan yakni pengadaan dan distribusinya.
Selama eksplorasi data yang diperlukan, ditemukan berbagai keterangan yang mencengangkan seperti jarangnya distribusi kitab suci dari pusat ke Kanwil-Kanwil, kurang meratanya distribusi kitab suci ke masyarakat yang memerlukan karena tidak adanya anggaran transportasi untuk distribusi sehingga penyebaran kitab suci hanya diberikan kepada lembaga/masyarakat yang datang ke kantor. Selama penelusuran ke lapangan, banyak tempat-tempat ibadah yang miskin kitab suci bahkan yang adapun bukan berasal dari Kementerian Agama.
Jangka waktu monitoring yang sangat singkat, sempat berkunjung ke beberapa lokasi rumah ibadah tua yang ada di Kupang. Gereja tidak bernama yakni Gereja Kota Kupang yang didirikan tahun 1887 merupakan gereja tertua yang berlokasi di pinggir pantai. Keberadaanya yang tetap difungsikan sebagai tempat ibadah hingga saat ini, juga menjadi situs sejarah yang dilindungi. Tidak jauh dari lokasi itu, ada pula masjid tertua di Kota Kupang yakni Masjid Baitul Qadim yang didirikan oleh Sya’ban bin Sanga pada tahun 1806. Masjid tertua ini telah mengalami beberapa kali perbaikan dan pelebaran namun tidak menghilangkan keberadaan bangunan lamanya termasuk “mimbar” yang masih berdiri tegak.
Dari berbagai perbincangan dengan pejabat Kanwil, Tokoh Masyarakat, Ketua MUI, dan masyarakat setempat, bahwa NTT termasuk provinsi yang rukun dan tidak banyak terjadi konflik sara karena kekuatan ikatan perkawinan antarmarga. Isu agama tidak mempan mendorong terjadinya konflik tidak seperti isu atasnama marga yang cenderung lebih sensitif. Selain itu, bibit-bibit konflik selalu dapat dikendalikan dengan terjalinnya komunikasi intensif antartokoh agama pada semua lapisan melalui pertemuan rutin yang berkelanjutan.

Minggu, 16 September 2018

KEPERKASAAN INTERNET


Zaman kini telah berubah, jika dulu kekuatan bergantung pada sekumpulan orang dalam kelompok-kelompok yang membangun visi bersama untuk tujuan tertentu, sekarang individu secara mandiri bisa memiliki kekuatan luar biasa baik dalam aspek penguasaan ekonomi maupun lainnya. Manusia sekarang dapat dengan leluasa menggunakan media sosial berbasis internet melakukan apa yang dikehendakinya. Bagi mereka yang kuat mengemban values kemanusiaan menggunakan internet untuk kemaslahatan manusia, namun bagi yang hanya berorientasi praktis, ekonomis, bahkan politis bisa jadi menggunakannya hanya untuk kepuasan dan target-target pribadi.
Perubahan era ini mendorong pentingnya nurani manusia untuk mengelola kompetensi dirinya bagi kesejahteraan khalayak banyak. Jika tidak, maka hancurlah dunia ini oleh keserakahan manusia yang terkungkung oleh hawa nafsunya. Pantaslah jika kemudian di Amerika banyak orang yang mencoba mendaftarkan diri untuk turut serta eksodus ke planet baru untuk menapaki kehidupan barunya.
Menurut Taufan Hariyadi, dalam Republika edisi Rabu, 18 April 2018, halaman 6 dinyatakan bahwa kalau ada senjata pemusnah massal di era industri 4.0 seperti sekarang, media sosial bisa jadi salah satunya. Kekuatan internet dengan cepat mampu mengubah cara pandang, menjungkirbalikan logika, bahkan melemahkan daya nalar. Revolusi kini tidak lagi melalui senjata atau tank, melainkan bisa melalui medsos. Saat Wael Ghonim sukses memimpin gerakan revolusi di Mesir yang menginginkan perubahan di negaranya, hanya melalui facebook. Ia menjadi kotor revolusi menggulingkan rezim Hosni Mubarak. Model revolusi ini juga berlanjut di Tunisia. Rezim presiden Zine El-Abidine Ben Ali tumbang di bawah keperkasaan internet. Di Indonesia keperkasaan media sosial, ketika gerakan 212 yang mampu menggerakan jutaan masa untuk menuntut penyelesaian kasus penistaan agama yang dilakukan Gubernur DKI Jakarta, Basuki Cahaya Purnama.
Menurut Turkle, bahwa di tengah teknologi yang semakin maju, sesungguhnya manusia itu rapuh dan rentan dan yang paling parah lagi adalah merasa sendirian. Medsos sesunguhnya memberikan pilihan kepada umat manusia untuk lebih baik atau sebaliknya. Anak-anak bisa semakin berprestasi atau malah semakin jatuh akibat pencetan tombol yang salah sehingga muncul informasi yang tidak baik.
Hoaks saat ini terus berkembang dimana-mana dan masuk pada semua lapisan, kita sering sulit membedakannya mana yang benar dan mana yang hoaks, kita tertipu bahkan bisa saling serang dan membunuh karena hoaks. Sungguh ini telah lama dinyatakan oleh Syekh Hasyim Asy’ari bahwa nanti akan tiba suatu zaman sebagai tanda-tanda kiamat dimana terjadi aktivitas tulis menulis tetapi isinya adalah fitnah dan kebohongan.
Adakah instrumen yang mampu menangkal, membendung dan membedakan “hoaks” saat ini? Sepertinya tidak ada, semua kembali pada prinsip masing-masing individu. Integritas diri menjadi kunci utama, kesalehan pribadi dalam mengelola berbagai informasi dari medsos perlu diutamakan agar tidak meracuni banyak generasi bahkan memakan korban luas. Barang siapa yang hendak meracuni suatu generasi maka racunilah materi bacaannya, artinya siapa yang menyebarkan informasi palsu, kebohongan, fitnah, adu domba maka dia adalah predator generasi mendatang.