Minggu, 16 September 2018

KEPERKASAAN INTERNET


Zaman kini telah berubah, jika dulu kekuatan bergantung pada sekumpulan orang dalam kelompok-kelompok yang membangun visi bersama untuk tujuan tertentu, sekarang individu secara mandiri bisa memiliki kekuatan luar biasa baik dalam aspek penguasaan ekonomi maupun lainnya. Manusia sekarang dapat dengan leluasa menggunakan media sosial berbasis internet melakukan apa yang dikehendakinya. Bagi mereka yang kuat mengemban values kemanusiaan menggunakan internet untuk kemaslahatan manusia, namun bagi yang hanya berorientasi praktis, ekonomis, bahkan politis bisa jadi menggunakannya hanya untuk kepuasan dan target-target pribadi.
Perubahan era ini mendorong pentingnya nurani manusia untuk mengelola kompetensi dirinya bagi kesejahteraan khalayak banyak. Jika tidak, maka hancurlah dunia ini oleh keserakahan manusia yang terkungkung oleh hawa nafsunya. Pantaslah jika kemudian di Amerika banyak orang yang mencoba mendaftarkan diri untuk turut serta eksodus ke planet baru untuk menapaki kehidupan barunya.
Menurut Taufan Hariyadi, dalam Republika edisi Rabu, 18 April 2018, halaman 6 dinyatakan bahwa kalau ada senjata pemusnah massal di era industri 4.0 seperti sekarang, media sosial bisa jadi salah satunya. Kekuatan internet dengan cepat mampu mengubah cara pandang, menjungkirbalikan logika, bahkan melemahkan daya nalar. Revolusi kini tidak lagi melalui senjata atau tank, melainkan bisa melalui medsos. Saat Wael Ghonim sukses memimpin gerakan revolusi di Mesir yang menginginkan perubahan di negaranya, hanya melalui facebook. Ia menjadi kotor revolusi menggulingkan rezim Hosni Mubarak. Model revolusi ini juga berlanjut di Tunisia. Rezim presiden Zine El-Abidine Ben Ali tumbang di bawah keperkasaan internet. Di Indonesia keperkasaan media sosial, ketika gerakan 212 yang mampu menggerakan jutaan masa untuk menuntut penyelesaian kasus penistaan agama yang dilakukan Gubernur DKI Jakarta, Basuki Cahaya Purnama.
Menurut Turkle, bahwa di tengah teknologi yang semakin maju, sesungguhnya manusia itu rapuh dan rentan dan yang paling parah lagi adalah merasa sendirian. Medsos sesunguhnya memberikan pilihan kepada umat manusia untuk lebih baik atau sebaliknya. Anak-anak bisa semakin berprestasi atau malah semakin jatuh akibat pencetan tombol yang salah sehingga muncul informasi yang tidak baik.
Hoaks saat ini terus berkembang dimana-mana dan masuk pada semua lapisan, kita sering sulit membedakannya mana yang benar dan mana yang hoaks, kita tertipu bahkan bisa saling serang dan membunuh karena hoaks. Sungguh ini telah lama dinyatakan oleh Syekh Hasyim Asy’ari bahwa nanti akan tiba suatu zaman sebagai tanda-tanda kiamat dimana terjadi aktivitas tulis menulis tetapi isinya adalah fitnah dan kebohongan.
Adakah instrumen yang mampu menangkal, membendung dan membedakan “hoaks” saat ini? Sepertinya tidak ada, semua kembali pada prinsip masing-masing individu. Integritas diri menjadi kunci utama, kesalehan pribadi dalam mengelola berbagai informasi dari medsos perlu diutamakan agar tidak meracuni banyak generasi bahkan memakan korban luas. Barang siapa yang hendak meracuni suatu generasi maka racunilah materi bacaannya, artinya siapa yang menyebarkan informasi palsu, kebohongan, fitnah, adu domba maka dia adalah predator generasi mendatang.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar