Ketika
hasil penelitian sudah tersedia kadang peneliti masih kebingungan untuk
menuliskan laporan. Dari segi susunannya uraian setiap bab dalam laporan PTK terdiri dari 5 bab. Bagian Latar Belakang (BAB I),
Kajian Pustaka (BAB II) dan Metodologi Penelitian (BAB III) dalam laporan PTK
pada intinya memuat komponen-komponen penelitian yang ada dalam bagian Latar
Belakang, Kajian Pustaka dan Metodologi yang ada dalam Proposal. Namun demikian
tentu tidak persis sama karena dalam laporan bagian-bagian tersebut bukan
berisi rencana seperti pada proposal melainkan berisi laporan pelaksanaan sehingga mestinya lebih lengkap.
Ada dua kemungkinan perlakuan terhadap isi
proposal untuk ditampilkan menjadi laporan penelitian yaitu melengkapi dan
merevisi. Pertama, apabila
pelaksanaan penelitian sama dengan rencana yang ada dalam proposal maka laporan
hanya merupakan hasil melengkapi dan memperbaiki isi proposal.
Memperbaiki maksudnya membetulkan
kata atau kalimat yang kurang tepat. Hal yang harus diperbaiki pertama kali adalah
kalimat "akan" dalam proposal menjadi “telah”.
Kata-kata tersebut banyak ditemukan dalam BAB I dan BAB III. Contohnya dalam
BAB III ada kalimat “Penelitian ini akan dilaksanakan mulai minggu kedua
Agustus hingga minggu ketiga Oktober 2012”. Dalam laporan diubah menjadi “Penelitian ini telah dilaksanakan mulai
minggu kedua Agustus hingga minggu ketiga Oktober 2012”. Kalau waktu yang
sebenarnya tidak sesuai dengan rencana yang ada dalam proposal maka dituliskan
waktu yang sesuai dengan pelaksanaan.
Kegiatan melengkapi maksudnya
menambahkan hal penting yang belum termuat dalam proposal. Pada Bab I misalnya
menambahkan fakta-fakta empiris atau data otentik yang diperlukan untuk
memperkuat latar belakang masalah. Kegiatan melengkapi sering terjadi pada
kajian pustaka. Pada proposal bab ini dipaparkan secara singkat namun pada
laporan harus diuraikan secara rinci dan lengkap sehingga perlu
penambahan-penambahan yang dikaji dari beragam sumber.
Kedua,
apabila terjadi perubahan pada pelaksanaan sehingga tidak sama dengan rencana
yang telah dipaparkan dalam proposal maka laporan merupakan revisi dari
proposal. Bisa jadi hanya terjadi perubahan kecil seperti materi ajar atau
waktu penelitian. Perubahan tersebut hanya membutuhkan revisi kecil saja. Namun
dalam sebuah penelitian tindakan kelas bisa terjadi perubahan signifikan dalam
perjalanan penelitian. Misalnya dalam perjalanan ditemukan bahwa secara empirik
tindakan yang dipilih kurang tepat atau kurang relevan dengan masalah. Temuan
ini menuntut peneliti untuk menggantinya. Tentu perubahan ini akan berdampak
terhadap banyak komponen mulai dari
latar belakang, rumusan masalah, kajian pustaka dan metodologi penelitian.
Apabila kasusnya demikian, maka isi proposal mengalami revisi besar. Bahkan bab
I, II dan III bisa jadi berbeda dengan proposalnya dan peneliti tidak harus
memaparkan perubahan yang terjadi melainkan menulis hasil perubahannya saja.
Deskripsi
data memuat sekitar 35% laporan merupakan paparan dari data-data hasil
observasi dan hasil refleksi setiap siklus. Setiap data dipaparkan berdasarkan
urutan setiap pertemuan dan siklus. Data-data yang telah dipaparkan kemudian
diolah dengan cara melakukan pengkodean, pengelompokan dan penghitungan.
Kadang-kadang bagian deskripsi data dan pengolahan data menyatu sehingga
data-data hasil penelitian langsung ditampilkan dalam bentuk data matang dalam
bentuk tabel, grafik, skema dan sejenisnya yang dapat secara langsung
menggambarkan temuan berbentuk kecenderungan-kecenderungan sesuai fokus
masalah.
Kecenderungan-kecenderungan
tersebut kemudian dibahas dengan cara menginterpretasi berdasarkan kerangka
teori yang telah dipaparkan dalam Bab II. Hasil interpretasi selanjutnya
disintesa (digabung-gabungkan) berdasarkan
pertanyaan penelitian sehingga menghasilkan proposisi-proposisi (pernyataan)
yang akan menjadi landasan dalam merumuskan kesimpulan. Bagian ini harus
mencapai jumalah sekitar 35% dari keseluruhan laporan.
Kesimpulan
dan saran merupakan bagian akhir dari
laporan PTK yang menempati sekitar 3% saja dari jumlah laporan. Bagian ini
merupakan jawaban dari pertanyaan penelitian yang tertuang dalam rumusan
masalah. Kesimpulan dirumuskan berdasarkan proposisi-proposisi hasil pembahasan
dan jumlahnya sesuai dengan jumlah pertanyaan dalam rumusan masalah. Merumuskan
kesimpulan akan sangat mudah ketika proposisi-proposisi hasil pembahasan
dirumuskan dengan jelas. Bagian saran adalah usulan dari peneliti untuk pihak-pihak
yang terkait dengan hasil penelitian. Bagian ini disusun dengan cara mengeksplorasi
temuan-temuan dan ide mengenai pemanfaatan hasil penelitian bagi berbagai
pihak.
B.
Komponen dan Sistimatika Laporan
Setelah
PTK dilaksanakan hingga peneliti sudah memiliki data memadai, pekerjaan
selanjutnya adalah menulis laporan. Yang pertama harus dipahami adalah bahwa
menulis laporan merupakan bagian dari penelitian. Artinya penelitian belum
selesai apabila belum ditulis laporannya. Menulis laporan penelitian berarti
menyatukan seluruh komponen penelitian secara sistimatik dan ilmiah sehingga
hasil penelitian dapat tersaji dan terpahami secara utuh. Oleh karena itu,
apabila hasil penelitian tidak disusun dalam bentuk laporan maka hanya akan
berbentuk data-data yang tidak memiliki makna.
Ketika
PTK selesai dilaksanakan sesungguhnya baru selesai pada langkah pengumpulan
data. Langkah penyajian dan pengolahan data serta merumuskan kesimpulan
dilakukan selajutnya dan diakhiri dengan penulisan laporan. Bahkan banyak orang
yang melakukan langkah penyajian data, pengolahan data dan perumusan kesimpulan
dilakukan berbarengan dengan penyusunan laporan. Berdasarkan pengalaman teknik ini banyak
kelebihannya. Diantaranya pertama dapat menghemat waktu karena melakukan dua
langkah sekaligus. Kedua dapat terhindar dari kehilangan data. Ketika melakukan
pengolahan data tidak langsung disusun dalam bentuk laporan maka dapat tercecer
sehingga susah dicari atau bahkan hilang.
Laporan
PTK merupakan sebuah karya tulis ilmiah hasil penelitian. Oleh karena itu
laporan PTK harus memenuhi kriteria ilmiah. Yang dimaksud ilmiah adalah adalah
logis, teroretis, sistimatis, simpel dan dapat dipahami. Logis berarti
pernyataan-pernyataan dalam laporan dilandasi fakta dan argumen sehingga dapat
dipahami akal sehat atau common sense.
Teoretis artinya berdasarkan kepada teori atau model tertentu. Misalnya, siklus
PTK yang akan digunakan model Kemis
atau Eliot. Tindakan yang akan dilakukan
juga harus berdasarkan teori tertentu. Misalnya menggunakan metode Round Robin
maka dipaparkan teorinya. Apapun bentuk tindakan itu merupakan sebuah inovasi
maka harus dipaparkan juga kajian teori yang melandasinya. Sistematis artinya
pembahasannya urut dimulai dari masalah, teori, metodologi, data hasil
penelitian, pengolahan data, pembahasan dan kesimpulan. Selain itu komposisi setiap komponen harus
proporsional. Dalam sebuah karya ilmiah proporsi yang paling besar harusnya
pada hasil penelitian. Simpel berarti memuat yang penting-penting saja, tidak
bertele-tele dan tidak terlalu banyak. Laporan penelitian PTK berkisar antara
45 sampai 60 halaman kertas A4.
Sistimatika
dan komponen laporan PTK sangat beragam namun secara umum terdiri dari komponen
dan sistimatika yang relatif sama. Berikut ini komponen dan sistimatika Laporan
PTK yang merupakan lanjutan dari proposal:
BAGIAN
AWAL
1.
Halaman
judul
2.
Halaman
pengesahan
3.
Abstrak
4.
Kata
pengantar
5.
Daftar
isi
6.
Laftar
tabel
7.
Daftar
lampiran
BAGIAN
ISI
BAB
I PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang MAsalah
B.
Rumusan
Masalah
C.
Tujuan
Penelitian
D.
Manfaat
Penelitian
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A.
Uraian
teori mengenai variabel yang akan ditingkatkan
B.
Uraian
teori mengenai variabel tindakan
C.
Kerangka
berpikir
D.
Hipotesis
tindakan
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A.
Seting
Penelitian
B.
Prosedur
Siklus Penelitian
C.
Metode
Pengumpulan Data
D.
Metode
Analisis Data
E.
Indikator
Keberhasilan
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A.
Gambaran
Kondisi Kelas
B.
Deskripsi
Data Hasil Penelitian
C.
Pembahasan
BAB V
SIMPULAN DAN SARAN
A.
Simpulan
B.
Saran
BAGIAN
PENUNJANG
-
Daftar
Pustaka
-
Lampiran
1.
Rencana
pembelajaran
2.
Instrumen
penelitian
3.
Contoh
hasil kerja siswa (contoh LKS yang sudah diisi, contoh jawaban siswa, contoh
catatan hasil wawancara dan sejenisnya)
4.
Rekap
skor siswa
5.
Foto
kegiatan
6.
Daftar
hadir setiap pertemuan
7.
Pernyataan
kepala sekolah/madrasah bahwa laporan telah diseminarkan disertai dengan
pernyataan perbaikan hasil seminar
C.
Komposisi
Laporan
Harus
menjadi catatan mengenai komposisi dari laporan PTK. Laporan yang berkisar
antara 45 sampai 60 halaman adalah bagian isi dimulai pendahuluan sampai saran.
Komponen lainnya tidak terhitung kedalam jumlah halaman tersebut. Selain itu,
isi laporan yang jumlahnya paling banyak harus di bagian BAB IV yaitu hasil
penelitian dan pembahasan. Bagian ini harus menduduki sekitar 60% sampai 70 % dari isi
laporan sedangkan bagian lainnya yang terdiri dari bab 1, bab 2, bab 3 dan bab
5 porsinya sekitar 30 sampai 40%.
Proporsi dan komposisi laporan PTK digambarkan dengan
skema berbentuk orang gemuk. Dalam skema terlihat bahwa komposisi Bab I yang
terdiri dari latar belakang, rumusan masalah, tujuan penelitian dan manfaat
penelitian hanya digambarkan sebagai bagian atas dari kepala; Bab II
digambarkan sebagai kepala bagian bawah dan Bab III digambarkan sebagai leher.
Bagian terbesar dari laporan digambarkan sebagai perut sedangkan Bab IV yaitu hasil
penelitian dan terakhir adalah bab V yaitu kesimpulan dan saran digambarkan
sebagai kaki.
Skema
tersebut tidak sekedar menjelaskan komposisi tetapi menjelaskan bobot dari
sebuah laporan PTK. Bobot terbesar terletak pada hasil penelitian yang terdiri
dari deskripsi data, pengolahan data dan pembahasan. Bagian ini harus memiliki
komposisi paling besar karena merupakan bagian dari penjelasan mengenai hasil
penelitian. Dalam bagian ini, peneliti menuliskan semua data yang berhasil
dikumpulkan kemudian mengolah dan menampilkannya dalam bentuk sederhana
sehingga mudah dipahami. Hasil pengolahan data kemudian diinterpretasi sehingga
menghasilkan kecenderungan yang mengarah kepada jawaban yang diajukan dalam
perumusan masalah. Dalam penilaian sebuah karya tulis ilmiah bagian ini akan
dimaknai sebagai kemampuan peneliti dalam hal menampilkan data, mengolah data
dan pembahasan atas kajian yang menggambarkan keluasan wawasan peneliti
mengenai masalah yang ditelitinya.
Dalam
skema juga digambarkan bahwa bagian kesimpulan lebih besar bobotnya dari pada
Bab I, II dan III. Ini menunjukkan
kebermaknaan dari bagian ini. Kalaupun orang tidak membaca keseluruhan dari
laporan penelitian tapi membaca kesimpulan maka akan memperoleh gambaran dari
penelitian yang telah dilakukan tersebut. Demikian juga bagian saran, merupakan
komponen yang penting dan bobotnya relatif besar karena bagian ini terkait
dengan konteks kemanfaatan dari hasil penelitian.
Penulisan
bab I sampai bab III sudah dijelaskan pada bab sebelumnya seperti pada
penyusunan proposal hanya saja dalam pembuatan laporan akhir ini, bab I sampai
bab III mengalami revisi atau pendalaman seperti sudah dijelaskan pada bagian
awal bab ini. Sedangkan teknik pembuatan bab IV dan V sebagai hasil penelitian
dijelaskan berikut.
Bab IV ini merupakan bagian yang
paling utama dalam penelitian. Kalau dibandingkan dengan bab lain. Bagian ini
memiliki bobotnya yang paling tinggi karena merupakan representasi dari kemampuan
peneliti dalam mengolah dan mengingterpretasi data. Profesor Supardi dan
Profesor Suharjono (2011: 136) menilai bagian ini merupakan hasil karya dari
seluruh pikiran peneliti. Dalam bab ini tergambar apakah peneliti paham dengan
masalah yang ditelitinya dan apakah
peneliti menguasainya sampai detil atau tidak.
Oleh karena itu bab ini merupakan bab yang paling bergengsi.
Pada bab ini terdiri dari tiga
bagian utama yaitu gambaran kondisi kelas, deskripsi data hasil penelitian dan
pembahasan. Ketiga bagian ini harus merupakan deskripsi hasil penelitian yang
menyatu dan tidak terputus. Bagian pertama mendeskripsikan keseluruhan dari
perubahan yang terjadi dalam kelas. Bagian ini merupakan rangkuman dari
keseluruhan proses penelitian. Bagian dua memaparkan data hasil penelitian yang
terdiri dari catatan lapangan (field note), wawancara, buku harian peneliti,
hasil koding dan kategorisasi, hasil refleksi.
Data yang ditampilkan tentu tidak data mentah melainkan data hasil
reduksi sehingga bermakna untuk dianalisis. Pada bagian ini pula data diolah
dan ditampilkan dalam bentuk tabel, grafik, skema dan sejenisnya. Tampilan data
ini akan mempermudah dalam pembahasan. Bagian ketiga adalah pembahasan dari
data-data yang ditampilkan. Pembahasan dilakukan dengan cara berpikir induktif
dan hasilnya harus berupa pernyataan (proposisi) yang akan menjadi premis untuk
merumuskan kesimpulan. Berikut ini penjelasan bagian demi bagian dan contohnya.
1.
Menyusun Gambaran Kondisi Kelas
Pada bagian ini diuraikan proses
penelitian secara umum yang mengarah kepada gambaran kondisi kelas sebelum dan
sesudah perlakukan.
Contoh:
Penelitian
telah dilaksanakan di kelas VIII B mulai tanggal 20 April hingga 29 Juli 2011. Pesera didik pada kelas tersebut
berjumlah 30 orang yang terdiri dari 14 laki-laki dan 16 perempuan dan
merupakan kelas yang kemampuannya heterogen. Terhadap kelas tersebut telah
dikenakanperlakuan pemelajaran IPA dengan inquiry learning untuk meningkatan
kemampuan kerja ilmiah sebanyak 3 siklus dengan dua pertemuan untuk setiap
siklus. Perlakuan ini bagi siswa merupakan pengalaman yang baru karena waktu
sebelumnya pembelajaran IPA lebih sering diselenggarakan melalui metode
diskusi. Kalaupun melakukan praktikum mereka hanya membuktikan konsep bukan
melakukan eksplorasi untuk memahami konsep.
Pada
perlakuan ini yang hendak ditingkatkan adalah kemampuan kerja ilmiah yang
meliputi kemampuan mengajukan pertanyaan, merumuskan hipotesis, menyusun
prosedur penelitian, mengumpulkan dan mencatat data, mengolah data dan menyusun
kesimpulan sesuai dengan perkembangan usia siswa MTs/SMP. Kemampuan ini adalah
kompetensi ilmiah dasar yang merupakan bagian penting dari tujuan mata
pelajaran IPA di MTs/SMP.
Model
inquiri yang diterapkan adalah inquiri tingkat dua dan tiga. Yaitu inquiri
dengan pertanyaan dan prosedur dari guru atau pertanyaan dari guru dan prosedur
disusun oleh siswa. Penentuan model inquiri tergantung kepada substansi materi.
Apabila para peserta didik sudah akrab dengan materi ajar dan dianggap tidak
terlalu sulit maka guru hanya memberikan pertanyaan saja dan para peserta didik
dalam kelompok masing-masing dibimbing untuk menyusun prosedur penelitian. Pada
langkah ini diharapkan para peserta didik belajar memahami prosedur dan
melakukan penelitian secara sistimatis dan
ilmiah. Apabila substansi materi lebih sulit maka guru menyusun prosedur
penelitiannya dan siswa melakukan
penelitian sesuai dengan prosedur. Pada model ini peserta didik dilatih untuk
mengumpulkan dan mengolah data saja.
Model
pembelajaran inquiri secara umum adalah pembelajaran yang menerapkan
langkah-langkah metode ilmiah sebagai sintaks pembelajaran. Secara singkat
skenario umum pembelajaran yang diterapkan sebagai berikut:
Materi
pembelajaran yang disampaikan dalam perlakuan / tindakan terkait dengan enam
kompetensi dasar berikut:
a.
Mengidentifikasi struktur
dan fungsi jaringan tumbuhan
b.
Mendeskripsikan
proses perolehan nutrisi dan transformasi energi pada tumbuhan hijau
c.
Mengidentifikasi
macam-macam gerak pada tumbuhan
d.
Mengidentifikasi hama dan
penyakit pada organ tumbuhan yang dijumpai dalam kehidupan sehari-hari
e.
Mencari informasi tentang kegunaan dan
efek samping bahan kimia dalam kehidupan sehari-hari
f.
Mendeskripsikan bahan
kimia alami dan bahan kimia buatan dalam kemasan yang terdapat dalam bahan makanan
Pemilihan kompetensi
dasar ini didasarkan kepada kemungkinan dapat diterapkannya model inquiri. Oleh
karena itu kompetensi dasar ini melompat dari satandar kompetensi 2 ke standar
kompetensi 4 karena pada standar kompetensi 3 kurang tepat dilakukan
pembelajaran menggunakan model inquiri.
Sebelum dilakukan
tindakan para peserta didik tidak terbiasa dengan pembelajaran IPA menggunakan
model inquiri. Konsep IPA diajarkan dengan cara dijelaskan dan dibaca dari
buku. Sesekali saja peserta didik belajar di laboratorium namun tidak melakukan
kerja ilmiah pada tingkatan yang diharapkan karena sekedar praktek untuk
membuktikan konsep yang dipelajari.
Sebelum dilakukan perlakuan kemampuan kerja ilmiah peserta didik baru
pada tahap berikut:
a.
Rasa
ingin tahu masih rendah sehingga sulit mengeksplorasi ide untuk bahan
pertanyaan. Ketika ditampilkan kepada mereka tentang sebuah fenomena dan
dirangsang untuk mengajukan pertanyaan, hanya satu dua orang saja yang
mengajukan pertanyaan dan pertanyaan itu pun bisa dijawab langsung ketika
mengamatinya sekilas saja seperti: Apa warna benda tersebut? Yang diharapkan
adalah pertanyaan yang dimulai kata tanya
bagaimana dan mengapa. Pertanyaan ini yang mengarahkan kepada perlunya
dilakukan sebuah penelitian ilmiah.
b.
Peserta
didik belum akrab dengan istilah hipotesis dan belum mengerti arti dan
fungsinya.
c.
Selama
ini prosedur praktikum disusun seperti resep masak oleh guru sehingga para
peserta didik belum paham prosedur penelitian dan bagaimana membuatnya.
d.
Pada
dasarnya para siswa sudah memiliki kemampuan mengamati dan mencatat data namun
belum tekun dan teliti. Selain itu, jumlah data yang dikumpulkan masih sedikit
sehingga belum memadai untuk menyusun kesimpulan.
e.
Siswa
belum terbiasa menelaah data dengan cara merata-ratakan atau melihat
kecenderungan sebagai teknik mengolah data.
f.
Masih
sulit bagi para peserta didik merumuskan kalimat kesimpulan yang didasarkan
kepada hasil olah data.
Setelah
dilakukan perlakuan untuk meningkatkan kemampuan kerja ilmiah melalui kegiatan
bersiklus. Pada siklus pertama peserta didik dikenalkan dengan istilah-istilah
penelitian dan teknik-teknik melakukannya. Pada bagian ini membutuhkan waktu
yang cukup lama sehingga meskipun sudah dialokasikan waktu tambahan tapi masih
memerlukan tambahan lagi. Meskipun demikian, ternyata ada dampaknya. Di akhir
siklus pertama peserta didik sudah mulai akrab dengan istilah dan kegiatan
inquiri.
Pada
siklus kedua, kemampuan kerja ilmiah para peserta didik mengalami perkembangan.
Beberapa indikator diantaranya peserta
didik dalam kelompoknya mulai mengambil peran masing-masing lebih aktif,
bekerja lebih sistematis dan cepat, data yang dikumpulkan lebih tepat dan lebih
banyak, serta mereka banyak mengangkat tangan untuk bertanya dalam kegiatan konfirmasi.
Di
akhir siklus ketiga ….dst
Pada dua alinea terakhir contoh di
atas hanya dicantumkan titik-titik dengan harapan para pembaca secara kreatif
meneruskannya. Setidaknya contoh di atas memberikan gambaran struktur dan
substansi dari bagian ini. Jadi kalau dirangkum, bagian Gambaran Kondisi Kelas terdiri dari poin-poin berikut:
a. Kondisi
dan karakter peserta didik yang meliputi jumlah, komposisi jenis kelamin
rata-rata kemampuan pada variabel yang diukur.
b. Penjelasan
singkat mengenai variabel yang akan diukur.
c. Materi pembelajaran yang menjadi objek dalam
tindakan.
d. Penjelasan
singkat mengenai perlakuan yang akan diterapkan.
e. Kondisi
kelas sebelum dilakukan perlakuan: dipaparkan kemampuan peserta didik pada
variabel yang akan diukur sebelum dilakukan perlakuan.
f. Kondisi
kelas setelah mengalami perlakuan: dipaparkan secara singkat kemampuan peserta
didik pada variabel yang akan diukur pada proses perlakuan.
g. Kondisi
kelas di akhir perlakuan: dipaparkan kemampuan peserta didik pada variabel yang
akan diukur di akhir perlakuan.
2.
Menyusun Deskripsi Data Setiap Pertemuan
Deskripsi
data tiap pertemuan berisi paparan mengenai data dari setiap pertemuan yang
disusun berdasarkan masalah penelitian. Komposisi bagian ini terdiri dari
proses pembelajaran setiap pertemuan,
rincian kegiatan dan paparan data mengenai variabel yang diukur. Contoh uraian
dalam deskripsi data:
Pertemuan Pertama
1.
Pembelajaran
Pertemuan pertama dilaksanakan sebanyak 6 x 45 menit sebanyak 3 sesi
yaitu tanggal 7, 10 dan 14 Februari 2011. Kompetensi dasar yang menjadi kajian
adalah Mengidentifikasi struktur dan fungsi jaringan tumbuhan. Pada sesi pertama
kegiatan yang dilakukan adalah pengamatan, sedangkan pada sesi kedua dan ketiga
presentasi, konfirmasi dan menyusun kesimpulan. Penysunan laporan dan display
bahan presentasi ditugaskan kepada setiap kelompok untuk diselesaikan di luar
jam pelajaran sebagai tugas terstruktur.
Pembelajaran sesi pertama dimulai jam 06.35, mundur 5 menit dari jadwal
dasar yaitu jam 06.30. Jumlah siswa seluruhnya 40 namun pada sesi ini tidak
hadir satu orang. Pendahulun pembelajaran dilakukan dengan pertanyaan mengenai
bagian-bagian tumbuhan. Kepada mereka diajukan petanyaan sebagai pancingan agar
mereka tune in dengan tema
pembelajaran yang akan dibahas, selanjutnya disampaikan tujuan pembelajaran.
Kelas dibagi kedalam 5 kelompok dan diberi nama dengan tema-tema yang
akan dibahas yaitu kelompok akar, kelompok batang, kelompok daun, kelompok
bunga dan kelompok buah. Kepada mereka dibagikan lembar kegiatan dengan tema
yang berbeda-beda sehingga setiap kelompok akan melakukan kegiatan inquiri
dengan objek yang berbeda-beda. Semua akan dielaborasi melalui kegiatan
presentasi sehingga setiap siswa memperoleh pemehaman yang sama di akhir
kegiatan. Informasi yang harus diperoleh dari hasil pengamatan adalah struktur
jaringan tanaman dalam bentuk gambar dan nama-nama bagiannya secara detil dan
penjelasan mengenai fungsi dari jaringan yang diamati.
Sebelum melakukan inquiri setiap kelompok diberi kesempatan untuk
mendiskusikan terlebih dahulu pertanyaan dan prosedur penelitian. Bagi kelompok
yang belum memahami diberi kesempatan untuk bertanya. Kegiatan berikutnya
setiap kelompok pergi kesekitar sekolah untuk mengambil sampel sesuai dengan
panduan yang ada dalam lembar kegiatan. Pada sesi pertama ini guru membimbing
siswa agar menyelesaikan kegiatan pengamatan dengan tuntas. Sepulih menit
sebelum waktu habis setiap kelompok berkumpul. Guru memberi penjelasan tentang
tugas yang harus diselesaikan untuk presentasi pada sesi berikutnya.Guru
menyarankan agar setiap kelomopok terus konsultasi dalam proses penyusunan
laporan dan bahan presentasi.
Sesi kedua dimulai dengan nyanyian tentang keragaman tumbuhan
dilanjutkan dengan pengambilan undian untuk urutan presentasi. Sebelum presentasi
dilakukan guru menegaskan tata tertib presentasi, terutama aturan bahwa ketika
satu kelompok presentasi maka kelompok lain menyimaknya karena berkewajiban
memberikan komentar atau pertanyaan. Sesi kedua dapat menyelesaikan presentasi
4 kelompok. Satu kelompok sisa dilaksanakan pada sesi ketiga dilanjtkan dengan
konfirmasi dan kegiatan penutup.
2.
Intensitas belajar
Secara keseluruhan terjadi perubahan intensitas belajar siswa ketika
dilakukan pembelajaran menggunakan model inquiri dengan metode observasi,
diskusi dan presentasi dibandingkan dengan pembelajaran sebelumnya yang tidak
menggunakan model tersebut. Ketika melakukan observasi para siswa kelihatan
gembira. Mereka kelihatan tidak terbebani dengan kegiatan di bawah terik
matahari. Demikian juga dalam kegitan presentasi, guru peneliti mencatat
terjadi penambahan kegiatan bertanya dan menjawab. Namun demikian bagi para
siswa kegiatan inquiri dengan pola ini belum terlalu sering dilakukan sehingga
mereka kelihatan masih canggung sehingga kegiatanbelum efektif dan efisien.
Pada sesi pertama ketika pembelajaran dimulai kelihatannya para siswa
belum siap benar untuk memulai belajar. Melaui pengamatan para observer masih
banyak siswa yang mengobrol dan tidak konsentrasi ke pembelajaran. Diprediksi
situasi ini terjadi karena kurang tepatnya kegiatan pembuka. Menurut hasil
pengamatan para observer guru belum terlalu peduli dengan kondisi seperti ini.
Buktinya belum ada upaya dari guru untuk mengarahkan para siswa dengan cara
yang tepat.
Kegiatan inti pada sesi pertama adalah mengidentifikasi jenis dan fungsi
jaringan tumbuhan. Pada sesi ini siswa turun ke halaman untuk mengambil/mengamati
beberapa spesias tumbuhan untuk diidentifikasi. Setiap kelompok mengambil
sampel jaringan dari beberapa tumbuhan tinggi yang ada di sekitar, menggambar
penampangnya, memberi nama setiap bagian dan mencari informasi dari buku
mengenai fungsi dari setiap bagian jaringan. Produk belajar yang yang harus
dihasilkan dari kegiatan ini adalah membuat display hasil observasi dalam
sebuah kertas karton yang akan digunkan sebagai bahan presentasi. Tidak semua
kegiatan belajar dilakukan dalam kela karena waktu tidak mencukupi. Kegiatan
pembuatan display dilakukan di luar jam pelajaran berupa tugas terstruktur.
Kegiatan belajar sesi ini
berlangsung cukup ramai. Siswa kelihatannya senang dengan kegiatan ini. Ini
terlihat dari antusiasme sebagian besar siswa untuk aktif dalam melakukan
pengamatan. Dalam kegiatan observasi terjadi kerja sama yang baik antar siswa
dalam kelompoknya. Hanya saja masih ditemukan siswa yang asyik sendiri
melakukan kegiatan yang kurang terkait dengan tema kegiatan. Misalnya, ada
beberapa siswa malah mengamati dan memainkan hewan yang mereka temui dan mengganggu teman di
sekitarnya. Ini diantaranya disebabkan belum efektifnya fungsi ketua kelompok
dalam membagi tughas. Selain itu karena kegiatan dilakukan di halaman guru
masih agak sulit mengendalikan kegiatan karena setiap kelompok tersebar agak
jauh antara satu dengan lainnya.
Ditemukan tradisi yang kurang baik dalam kegiatan kelomok, anggota
kelompok cenderung menyerahkan pekerjaan kepada seseorang yang dianggap paling
pintar. Misalnya, ketika harus menggambar penampang jaringan setiap kelompok
menmbebankan kepada seseorang saja karena dianggap paling pintar menggambar
padahal tujuan utama justru memberikan kesempatan kepada yang biasanya tidak
melakukan untuk melaakukan. Tradisi ini telah menyebabkan pekerjaan semakin
lama. Fenomena ini kemungkinan terjadi karena anggota kelompok kurang heterogen
sehingga ditemukan kelompok yang pasif, tidak dijelaskan tugas ketua untuk
memimpin diskusi sehingga diskusi acak dan mengakibatkan lambatnya penyelesaian
pekerjaan, dan guru kurang melakukan motivasi terhadap anggota kelompok yang
pasif.
Selain itu kegiatan belum dilakukan dengan sistimatik seperti yang
dikehendaki dalam lembar kegiatan. Para siswa cenderung mengerjakan yang mereka
anggap bisa dan mudah terlebih dahulu. Hal ini menyebabkan kurang lengkapnya
data yang dihasilkan
Hal yang menjadi catatan pengamat dan guru peneliti, para siswa belum
dapat mengontrol waktu kegiatan. Faktanya jam pelajaran sudah habis sebelum
pembelajaran selesai. Waktu terlalu banyak dihabiskan dalam proses pengamatan.
Pada sesi presentasi terjadi
juga aktifitas belajar yang dinamis, namun belum terarah. Tugas pembuatan
display yang dikerjakan di luar jam pelajaran diharuskan selesai pada setiap
kelompok. Pada proses penyusunan display setiap kelompok diharuskan konsultasi
ke[pada guru untuk meyakinkan bahwa informasi yang akan ditampilkan sudah
sesuai baik
Di sesi kedua kegiatan adalah presentasi. Penentuan urutan presentasi
dilakukan dengan cara diundi. Pada kegiatan presentasi semua anggota kelompok
tampil ke depan, dan satu orang wakil mempresentasikan hasil kerja. Selesai
presentasi guru memberikan kesempatan kepada kelompok lain untuk mengajukan
pertanyaan dan kelompok penampil menjawabnya. Bagi kelompok yang mengajukan
pertanyaan diberikan bonus nilai tambahan. Di akhir setiap presentasi kelompok
guru memberikan penguatan dan penegasa.
Ada beberapa hal yang menjadi temuan dalam proses presentasi pertama,
setiap kelompok masih malu untuk tampil ke depan sehingga menghabiskan waktu
untuk menungu dan melakukanpersiapan. Kedua, presentasi belum sistimatis.
Harusnya ada pembukaan inti dan kesimpulan. Ketiga bahasa yang digunakan belum
ilmiah dan baik. Ketiga masih sulit menjawab pertanyaan. Cenderung membuka buku
untuk menjawab sehiungga menghabiskan waktu. Harusnya presenter sangat
menguasai apa yang mereka tampilkan. Keempat pertanyaan masih banyak yang belum
terkait dengan isi presentasi. Banyak siuswa yang mengajukan pertanyaan dari
pertanyaan yang ada di buku dan tidak terkati dengan tema presentasi. Kelima
belum semua anggota kelompok presenter berani untuk menjawab. Keenam, media
presetasi kurang jelas karena terlalu kecil. Hal lain yang ditemukan adalah
posisi duduk kelompok belum diatur dengan rapi. Terjadi kegaduhan ketika harus
menggeser kursi dan meja ketika persiapan presentasi.
Pada kegiatan presentasi pertemuan pertama tercatat siswa yang bertanya
10 orang, yang menjawab ada 8 siswa dan
yang menambahkan 5 orang. Angka ini lebih baik dari pada kegiatan pembelajaran
yang tidak menggunakan model inquiri.
Pada pertemuan ini guru peneliti mengalami kesulitan dalam mengatur
waktu. Ketika siswa melakukan observasi siswa sulit dikendalikan. Demikian juga
ketika presentasi, banyak waktu yang terbuang dalam persiapan. Pada waktunya
sebuah kelompok harus presentasi, mereka masih harus dipaksa untuk kedepan
karena saling melempar tanggung jawab. Tentu saja ini karena mereka belum
terbiasa melakukannya. Keadaan ini menyebabkan terpakainya waktu untuk konfirmasi
dan bagian penutu. Ini artinya pembelajaran belum disiplin untuk menepati waktu
yang telah tertulis dalam RPP.
Di akhir pertemuan observer mewawancara beberapa orang siswa dengan
pertanyaan: Bagaimana menurut kalian
kegiatan belajar yang telah dilakukan pada pertemuan ini? Berikut ini contoh
jawaban dari beberapa siswa yang diwawancarai:
1) Nitha
Belajar menjadi menyenangkan, karena belajar di luar kelas, dilanjutkan
dengan diskusi. Belajar seperti ini pernah dilakukan, tapi lebih sering di
kelas.
2) Haykal
Menjadi paham setelah mencari data sendiri, lalu diskusi kelompok dan
presentasi kelompok.
3) Aldi Deswi
Senang sekali, tapi ketika presentasi ada pertanyaan teman-teman yang
sulit di jawab
Paparan dilanjutkan dengan laporan
pelaksanaan pertemuan kedua dengan
sistimatika dan komponen penulisan sama dengan pertemuan pertama kemudian
dilanjutkan dengan uraian mengenai hasil belajar sebagai variable dampaknya.
Setelah dilakukan
ulangan harian setelah dua pertemuan uji coba penerapan model pembelajaran inquiri.
Skor hasil ulangan dapat dirangkum sebagai berikut: Skor terkecil: 20, Skor
tertinggi: 80; Rata-rata: 56.8 dan standar deviasi: 12.45. Hasil ulangan
tersebut ternyata rata-ratanya masih berada di bawah KKM sebesar 65 dan hanya 8
orang dari 40 orang siswa yang memiliki skor di atas KKM.
Pada
bagian paparan data hasil belajar siswa dapat pula dilengkapi dengan tabel,
grafik, atau diagram lainnya sesuai kebutuhan dalam rangka memperjelas
perolehan data yang didapatkan selama penelitian. Tidak ada ketentuan khusus
dan baku dalam membuat tabel atau diagram semua itu dikembalikan kepada gaya
penulis dalam menyusun laporan hasil penelitian hanya saja hal pokok yang harus
diingat adalah bahwa penjelasan atau deskripsi data dalam bentuk apapun
selayaknya mudah dipahami dan memberikan pengertian kepada pembaca secara
praktis.
3.
Menyusun Pembahasan
Pembahasan
merupakan hasil kajian ilmiah peneliti terhadap data hasil penelitian. Dalam
pembahasan peneliti mengkaji data secara detil dengan cara membandingkan antara
data satu dengan lainnya untuk mengetahui apakah terjadi peningkatan,
meninjaunya secara teoretis dan logis untuk menjelaskan mengapa fenomena
terjadi dan menginterpretasnya berdasarkan sudut pandang peneliti untuk
menjawab pertanyaan penelitian. Pembahasan merupakan bagian terpenting dari
sebuah laopran penelitian karena langkah inilah yang mengantarkan peneliti
untuk merumuskan kesimpulan. Jadi kualitas kesimpulan penelitian akan sangat
tergantung kepada hasil pembeahasab.
Bagian
pembahasan dalam laporan PTK adalah paparan tertulis mengenai kegiatan
tersebut. Bagian pembahasan mencerminkan pemahaman peneliti mengenai masalah
dan hasil penelitian. Dalam kaitannya dengan penilaian hasil karya ilmiah
pembahasan merupakan bagian yang
diperhatikan. Oleh karena itu bagian ini harus sangat teliti, rinci dan
komprehensip.
Bagian
pembahasan tidak perlu panjang namun harus mendalam. Kedalaman pembahasan dilihat dari bagaimana peneliti
mengkaji data menggunakan teori dan penalaran serta interpretasi peneliti
terhadap hasil kajian untuk merumukan premis-premis yang dapat mengantarkan
peneliti menjawa pertanyaan penelitian
sebagai kesimpulan dari penelitian.
Pembahasan
dapat dilakukan bersamaan dengan laporan hasil penilitan setiap siklus.
Namun demikian akan lebih terarah
apabila dituliskan tersendiri karena. pembahasan harus merupakan kaji banding
antara hasil tindakan siklus satu dengan yang lainnya dan melihat perubahan
yang terjadi secara keseluruhan. Selain itu ketika ditulis terpisah maka sulit
bagi pembaca untuk mendapatkan gambaran menyeluruh mengenai.
Komoposisi
bagian pembahasan setiap variabel setidaknya terdiri dari empat bagian utama. Mari kita lihat
keempat bagian tersebut dengan contohnya pada kasus PTK guru IPA yang kita
gunakan sebagai contoh pada bagian sebelumnya.
a.
Bagian pertama adalah ringkasan hasil penelitian setiap siklus pada
setiap fokus masalah. Ringkasan data ini dapat ditampilkan dalam bentuk grafik,
tabel, peta konsep, skema dan bentuk lainnya.
Contoh:
Berdasarkan data yang diperoleh dari setiap siklus pada
variabel peningkatan intensitas belajar diperoleh rangkuman data seperti pada
gerafik berikut.
b.
Bagian kedua deskrispi perbandingan data setiap siklus. Dalam bagian ini peneliti menjelaskan
apa yang terlihat dalam grafik, table,
peta konsep atau skema. Dalam rangkuman
data tersebut akan terlihat apakah terjadi peningkatan kualitas pada variabel
yang diteliti, atau stagnan, atau malah terjadi penurunan.
Contoh:
Grafik di atas menunjukkan peningkatan intensitas belajar
yang konsisten pada setiap siklus. Sebelum dilakukan tindakan dengan model pembelajaran inquiri pembimbing
rata-rata persentasi siswa yang aktif belajar secara intensif sekitar 68%,
kemudian setelah dilakukan tindakan pada siklus pertama meningkat menjadi
rata-rata 71.5%. Rata-rata pesentase siswa yang belajar secara intensif
kemudian meningkat lagi pada siklus kedua menjadi 76.2% dan meningkat lagi
menjadi 78.4% pada siklus ketiga. Angka ini tidak mencapai target seperti yang
diharapkan pada perencanaan yaitu 80%.
c.
Bagian ketiga memuat deskripsi kajian peneliti. Dalam bagian ini
peneliti mengkaji dengan cara menginterpretasi data berdasarkan teori dan
penalaran. Teori yang digunakan untuk mengkaji data ini utamanya yang
dipaparkan dalam kajian pustaka (bab 2).
Contoh.
Sebelum diterapkan model inquiri pembelajaran
diselenggarakan lebih banyak dengan metode ceramah dan diskusi konvensional.
Pola pembelajaran yang digunakan biasanya terdiri dari tiga langkah yaitu
penjelasan guru, tanya jawab dan latihan. Kegiatan belajar ini sangat
membosankan siswa karena mereka tidak terpancing untuk melakukan kegiatan
belajar yang bermakna. Mereka lebih banyak belajar pasif (rote learning) dengan
cara menerima informasi. Kegiatan belajarnya yang dialami hanya mendengar,
mencatat danmenghafl informasi. Dengan kegiatan seperti itu siswa tidak
melakukan belajar yang intensif.
Berbeda halnya ketika diterapkan model pembelajaran
inquiri. Melalui penerapan model ini terlihat sebuah semangat dan gairah
belajar baru pada para siswa sehingga secara fisikal terjadi peningkatan
aktiditas.
Peningkatan aktifitas belajar siswa melalui penerapan
model inquiri sangat dimunginkan karena karakter model pembelajaran inquiri
bersifat student center yang memberi
peluang kepada siswa untuk melakukan kegiatan belajar beragam dan
intensif. Melalui model ini para siswa
difasilitasi untuk melakukan penelitian ilmiah secara mandiri bukan hanya melalui thinking what (berpikir
apa) melainkan lebih banyak melalui
thinking how (berpikir bagaimana). Merka melakukan scientific inquiry
bukan hanya learning science (belajar sain) melainkan doing science (melakukan
sains) melaluai kegiatan mempertanyakan, mengajukan hipotesis, mengumpulkan
data data dengan berbagai metode, mengoleh data dan merumuskan kesimpulkan.
Setiap langkah pada model ini merupakan kegiatan belajar yang bermakna.
Sejak permulaan siklus pertama para siswa kelihatan
belajar dengan gembira. Mereka kelihatan tidak terbebani dengan kegiatan di
bawah terik matahari ketika melakukan pengumpulan data. Demikian juga dalam
kegitan presentasi, terlihat penambahan kegiatan bertanya dan menjawab. Namun
demikian pada siklus pertama hanya terjadi peningkatan intensitas belajar
sebanyak 3.5%. Peningkatan ini tidak terlalu signifikan. Setelah ditelaah minimnya peningkatan aktifitas
belajar tersebut ternyata disebabkan karena penerapan sebuah model pembutuhkan
proses penyesuasian. Bagi para siswa di kelas ini kegiatan inquiri dengan pola
ini belum sering dilakukan sehingga mereka kelihatan masih canggung sehingga
masih banyak siswa yang terlibat secara intensif. Bahkan bukan siswa yang masih
canggung tapi guru juga mengalamninya.
Masih rendahnya intensitas kegiatan belajar pada siklus
pertama diperbaiki pada siklus kedua. Beberapa perbaikan diantaranya penegasan
mengenai prosedur kegiatan dalam LKS, bimbingan yang lebih intensif dari guru
pada setiap langkah kegiatan, heterogenisasi anggota kelompok, peningkatan
fungsi ketua kelompok dan pembagian tugas dalam kelompok sehingga setiap siswa
dituntut untut untuk mengerjakan tugas dan pembagian tugas presentasi. Siklus
kedua ini dilakukan sebagai sebuah proses peningkatan. Pada siklus ini guru
tidak terlalu terfokus kepada hasil melainkan kepada proses
Hasil pengamatan pada siklus kedua menunjukkan bahwa
intensitas kegiatan belajar siswa meningkat sebesar 4.7% Peningkatan ini
pertama disebabkan oleh berkurangnya rasa canggung pada siswa dan guru. Guru
mulai terbiasa dengan tugasnya sebagai fasilitator dan siswa sudah dapat
mengambil peran masing-masing sebagai pembelajar mandiri. Kedua para siswa
mulai bisa belajar mandiri. Mereka mulai memahami LKS sebagai prosedur kegiatan
belajar dan setiap orang melakukan kegiatan seperti yang diarahkan dlam LKS.
Penegasan guru mengenai prosedur kegiatan dalam LKS telah berhasil membuat para
siswa mengambil peran sebagai peneliti. Ketiga motivasi guru agar para siswa
tidak boleh takut salah dalam melakukan pekerjaan dan menyatakan hasil
observasi dan pendapat memperlihatkan hasil yang menakjubkan. Boleh dikatakan
bahwa trik tersebut mujarab untuk menghilangkan rasa takut pada siswa untuk
berbuat sesuatu dalam proses belajar. Pada siklus pertama para siswa masih
mencari data, membuat kesimpulan dan menjawab pertanyaan dengan cara membuka
buku. Pada siklus kedia kebiasaan tersebut berkurang secara signifikan sehingga
terjadi aktifitas diskusi yang intens.
Hal yang masih sulit diperbiki pada siklus kedua adalah
efektifitas waktu. Dengan bertambahnya jumlah siswa yang aktif belajar dan
melakukan kegiatan yang labih intensif maka waktu semakin sulit dikontrol. Guru
sebenarnya bukan tidak berani menghentikan kegiatan belajar namun tidak tega
karena melihat antusiasme dan kesungguhan para siswa dalam melakukan kegiatan.
Pada aspek ini guru harus terus menemukan trik yang mujarab agar siswa lebih
disiplin waktu dalam melaksanakan kegiatan. Dipredikasi bahwa masih sulitnya
menepati waktu salah satunya karena para siswa masih belum terampil benar dalam
melakukan kegiatan. diharapkan setelah mereka terbiasa maka mereka akan
melakukan kegiatan semakin cepat. Tentu saja kemampuan ini membutuhkan
bimbingan dan panduan yang ketat dari guru.
Pada siklus ketiga guru dan siswa sudah mulai terampil
dan percaya diri menyelenggarakan pembelajaran mengunakan model inkuiri. Para
siswa sudah menampakkan perilaku belajar yang otomaits, sistimatis dan lebih
bergairah. Pada siklus ini peneliti hanya melakukan perbaikan-perbaikan pada
kekurangan yang masih ditemukan pada siklus kedua. Perbaikan pada siklus
ini lebih banyak kepada hal-hal teknis
untuk meningkatkan kualitas kegiatan. Lebih tepatnya pada siklus ini peneliti mencoba
mengembangkan trik-trik khusus untuk memperbaiki masalah teknis seperti teknik
memotivasi, energizer, efisiensi waktu dan sejenisnya sehingga siswa melakukan
kegiatan belajar lebih menyenangkan, lebih cepat dan lebih efektif. Salah
satunya untuk meningkatan efektifitas dan efisiensi waktu guru selalu menyuruh
setiap kelompok menuliskan waktu agar mereka menepatinya, menggunakan bel
sebagai tanda kegiatan berakhir, melombakan kecepatan melakukan kegiatan,
menilai kerja sama dan sejenisnya. Trik ini telah berhasil membiasakan siswa
untuk bekerja lebih cepat.
Pada siklus ini terjadi peningkatan intensitas belajar
siswa sebesar 2.2% sehingga persentase jumlah siswa yang melakukan kegiatan
belajar secara intensif menjadi
rata-rata 78.4%. yang menjadi pertanyaan: Mengapa peningkatan pada
siklus tiga lebih kecil dari pada siklus dua?Kalau alasannya seperti pada
siklus satu yaitu karena masih canggung maka seharusnya terjadi peningkatan
yang serupa dengan peningkatan pada siklus dua. Setelah ditelaah ternyata ada
siswa yang memang secara individual mengalami kesulitan belajar yang cukup
besar sehingga belum berhasil termotivasi dengan hanya menggunakan model yang
bersifat student center. Dilihat dari track
record nilai hasil belajar kognitif memang tidak terlalu bagus namun
ditelaah sekilas secara intelektual siswa-siswa ini tidak terlalu terbelakang.
Kelemahan mereka lebih banyak kepada kelemahan mental seperti kurang peduli,
tidak semangat, tidak percaya diri untuk berbuat sesuatu sehingga merasa lebih
baik orang lain yang melakukan, pemalu, kurang memiliki keinginan untuk bekerja
sama dengan teman, tidak menganggap perlu dan sejenisnya. Sebenarnya bisa jadi
secara intelektual mereka melakukan proses belajar namun cecara fisik tidak
melakukan apa-apa sehingga tidak menunjukkan perilaku belajar yang intensif.
Jumlah mereka hanya 20% (8 orang). Kemungkinan mereka
memiliki latar belakang kehidupan yang kurang menyenangkan. Kelompok siswa ini
membutuhkan bimbingan dengan pendektan dan teknikyang lebih tepat untuk
memotivasinya agar mereka belajar lebih aktif dan bergairah.
d.
Bagian empat memaut pernyataan peneliti peneliti mengenai hasil kajian.
Pernyataan ini berpa premis-premis yang dapat mengantar peneliti
untukmerumuskan kesimpulan penelitian.
Contoh.
Dengan demikian pada keseluruahan siklus
terjadi peningkatan intensitas belajar sebagai dampak dari penerapan model
inquiri di kelas tersebut meskipun peningkatan tidak mencapai target yang
ditetapkan dalam criteria keberhasilan.
Peningkatan terjadi secara gradual dan
konsisten pada setiap pertemuan dan setiap siklus. Peningkatan pertama pada
tahap pengenalan terjadi tidak terlalu besar namun sangat berarti karena
merupakan bibit dari peningkatan. Peningatan kedua terjadi pada tahap
pembiasaan. Pada tahap ini terjadi peningkatan yang cukup signifikan. Nampaknya
pada tahap ini banyak siswa yang memutuskan untuk mengambil bagian karena sudah
terasa keuntungannya. Tahap ketiga peningkatan. Intensitas peningkatan pada
tahap ini tidak terlalu besar karena ternyata ada sejumlah siswa yang merupakan
sisa dari siswa yang telah aktif memiliki kesulitan belajar tertentu.
Peningkatan intensitas belajar yang terjadi
pertama disebabkan oleh karakter model inquiri yang member peluang bagi siswa
untuk melakukan kegiatan belajar mind on
dan hand on secara terpadu. Yang lebih penting lagi peningkatan ini disebabkan
oleh perencanaan yang baik dan upaya guru untuk menembnagkan teknik dan trik
yang mijarab.
Berdasarkan pengalaman penerapan model inquiri terkait
dengan variabel intensitas kegiatan siswa diperoleh beberapa hal penting yang
harus dijadikan pengetahuan baru. Pertama, kualitas perencanaan sangat
menentukan kualitas pelaksanaan. Pada siklus kedua rencana tindakan dilakukan
dengan sangat akurat dan jelas dan ternyata berdamak terhadap proses
pembelajaran. Sebelumnya peneliti tidak yakin akan dapat meningkatkan kuantitas
aktifitas belajar para siswa karena berdasarkan pengelaman hal itu sangat
sulit. Ternyata salah satu kelemahan dalam upaya meningkatkan kuantitas
aktiftas belajar siswa adalah lemahnya perencanaan. Semakin diberi kepercayaan
siswa semakin percaya diri untuk mengambil peran belajar. Kedua bimbingan
intensif guru sangat diperlukan. Dalam proses pembelajaran siswa aktif guru
bukan berpangku tangan melainkan terlibat langsung dalam kegaitan. Malah sekali-kali
guru harus berperan sebagai anggota kelompok ketika sebuah kelompok mengalami
kemandulan. Ketiga guru harus menemukan trik-trik khusus dalam menyelesaikan masalah-masalah
teknis seperti memotivasi siswa tertentu agar aktif belajar, efisiensi waktu dan maslaha teknis lainnya.
Contoh
di atas baru pembahasan mengenai variabel pertama. Apabila penelitian menelaah
tiga variabel berarti masih ada dua variabel sisa yang harus dituliskan
deskripsi pembahasannya. Komposisi di atas tentu tidak baku, setiap orang dapat
menyusun deskripsi pembelahasan secara kreatif yang penting pembahasan harus
bersifat ilmiah dan sistimatik.
4.
Teknik Menuliskan Simpulan dan Saran
Bagian
akhir dari laporan PTK adalah bab kesimpulan dan saran. Bagian ini merupakan
komponen paling penting dari sebuah laporan penelitian. Mengapa demikian? karena
bagian ini merupakan pernyataan mengenai hasil yang ingin diperoleh dari sebuah
penelitian. Bagi pembaca yang ingin mengetahui hasil dari sebuah penelitian maka yang akan dibaca addalah bagian kesimpulan; dan bagi seseorang yang
ingin mengetahui apa implikasi
peneleitian dalam kehidupan maka akan membaca bagian saran.
Simpulan
dan saran hasil penelitian yang baik tentu memiliki kriteria. Menurut Supardi dan Suharjono (Supardi, 2011) kesimpulan harus
memiliki tiga ciri yaitu: pertama, singkat, jelas dan padat; kedua, harus sesuai dengan analisis dan pembahasan; ketiga, harus disusun berdasarkan
rumusan masalah atau tujuan penelitian. Ciri pertama merupakan kriteria penampilan. Kriteria ini berfungsi
agar kesimpulan dapat dipahami pembaca dengan cepat dan mudah. Ciri kedua dan
ketiga adalah ciri substansial. Ciri ini menjadi syarat vaiditas sebuah
kesimpulan dan saran. Oleh kerana itu seharusnya ciri ini menjadi syarat utama
sebelum ciri penampilan.
Simpulan
atau kesimpulan merupakan pernyataan singkat atau intisari dari keseluruhan
hasil penelitian. Kesimpulan berbentuk pernyataan yang merupakan jawaban dari
pertanyaan penelitian (perumusan masalah). Mari kita lihat contoh bagian
kesimpulan pada laporan PTK IPA yang merupakan lanjutan dari contoh sebelumnya
dengan rumusan masalah berikut:
1.
Bagaimana peningkatan intensitas belajar
siswa melalui penerapan model pembelajaran inquiri pada mata pelajaran IPA
materi klasifikasi makhluk hidup di kelas VII di kelas VII SMPN Kotatua?
2.
Bagaimana peningkatan kemampuan kerja ilmiah
siswa melalui penerapkan model inquiri pada mata pelajaran IPA materi
klasifikasi makhluk hidup di kelas VII SMPN Kotatua?
3.
Bagaimana tingkat penguasaan konsep IPA
materi klasifikasi makhluk hidup melalui penerapkan model inquiri di kelas VII
SMPN Kotatua?
Contoh simpulannya:
Berdasarkan hasil paparan pada pembahasan maka dapat dirumuskan
kesimpulan sebagai berikut:
1. Pada aspek intensitas belajar
Telah terjadi peningkatan intensitas belajar
siswa yang digambarkan dengan meningkatnya persentase jumlah siswa yang belajar
secara intensif dari 68% menjadi 78.4% meskipun tidak mencapai target
pencapaian yaitu 80%.
Peningkatan tersebut disebabkan oleh lima
faktor. Pertama disebabkan oleh karekter model pembelajaran inquiri yang
memberi kesempatan kepada siswa untuk melakukan aktifitas belajar mandiri.
Kedua faktor perencanaan yang matang. Ditemukan fakta bahwa perilaku belajar
siswa akan berbeda ketika seorang guru merancang pembelajaran dengan kegiatan
yang berbeda. Ketiga disebkan oleh arahan dan bimbingan intensif oleh guru.
Faktor ketiga merupakan faktor penentu faktor pertama. Artinya penerapan model
inquiri saja tidak cukup untuk meningkatkan intensitas belajar melainkan harus
disertai dengan peran intensif guru sebagi fasilitator. Keempat adalah faktor
media belajar berbentuk LKS yang secara khusus dapat memfasilitasi siswa untuk
melakukan inquiri. Kelima adalah aturan yang jelas dalam melakukan kegiatan.
Aturan ini berfungsi mengarahkan kegiatan agar lebih disiplin dan cepat.
Melalui tindakan ini masih ada siswa sejumlah
21.6% yang intensitas belajarnya belum meningkat. Kelompok siswa ini
membutuhkan bimbingan khusus yang lebih intrensif dan berkelanjutan sehingga
kepercayaan diri mereka untuk turut serta dalam kegiatan belajar meningkat.
2. Pada aspek kemampuan kerja ilmiah
Telah terjadi peningkatan kemampuan kerja
ilmiah siswa pada aspek kemampuan merumuskan
pertanyaan, melakukan pengamatan, mencatat data, mengolah data,
merumuskan kesimpulan dan mongkomunikasikan hasil penelitian sebagai akibat
dari penerapan model inquiri. Peningkatan ini terlihat signifikan pada siklus
ketiga. Apabila menggunakan 4 tingkatan sebagai pembanding yaitu tingkat
pemula, berkembang, mahir dan ahli; maka kemampuan sisiwa terletak pada
tingkatan berkembang. Oleh karena itu perlu dilanjutkan agar mencapai tingkat
mahir.
Peningkatan ini ditunjukkan dengan
meningkatnya kualitas pengisian lembar kegiatan (LKS) sebagai laporan hasil
kegiatan inquiri dan presentasi hasil inquiri setiap kelompok. Melalui
pembelajaran dengan model inquiri terlihat bahawa pola berpikir siswa berkembang
menjadi lebih logis dan sistimatis. Mereka dapat mengaitkan aspek-aspek ilmiah
dari mulai perumusan pertanyaan sampai menyusun kesimpulan. Para siswa juga
mulai kritis mempertanyakan fenomena yang mereka temukan.
Kemampuan ini tidak terlepas dari kualitas
LKS dan upaya guru yang sangat intensif dalam mengarahkan dan memberikan umpan
balik terhadap hasil kerja siswa.
3. Pada aspek penguasaan konsep IPA
Terjadi peningkatan penguasaan konsep IPA
pada materi klasifikasi makhluk hidup setelah penerapan model inquiri. Sebelum
dilakukan perlakukan rata-rata jumlah siswa yang hasil belajarnya mencapai KKM
sekitar 54% dan setelah dilakukan perlakuan sebanyak 3 siklus rata-rata
tersebut meningkat menjadi 72%. Rata-rata tersebut tidak mencapai standar
keberhasilan yang ditetapkan dalam penelitian ini yaitu 75%.
Berdasarkan fakta ditemukan fenomena
bahwa model inquiri memiliki kelebihan
dalam menanamkan pemahaman namun terkadang mengabaikan hafalan fakta, padahal
dalam kompetensi dasar ditutntut untuk hafak fakta-fakta ilmiah terkait dengan
konsep IPA. Oleh karena itu penerapan model inquiri harus ditambah dengan
penegasan-penegasan dalam bentuk catatan, rangkuman dan tugas.
Contoh di atas menunjukkan dua hal. Pertama
jumlah kesimpulan sama dengan jumlah rumusan masalah; kedua rumusan kesimpulan
merupakan inti sari dari hasil pembahasan; dan ketiga kesimpulan tidak hanya
berbentuk pernyataan adanya peningkatan
atau tidak ada peningkatan melainkan
berbentuk deskripsi singkat yang berisi temuan-temuan penelitian utama dari
hasil pembahasan. Contoh kesimpulan di atas tidak hanya menyatakan terjadinya
peningkatan atau tidak melainkan menjabarkan jawaban mengapa mengapa dan
bagaimana mengenai fenomena itu terjadi.
Setelah
kesimpulan, selanjutnya perlu dikemukakan tentang saran sebagai pernyataan
mengenai implikasi hasil penelitian untuk peneliti maupun untuk pembaca laporan
penelitian. Bagian saran dirumuskan berdasarkan temuan mengenai kelebihan dan
kelemahan dari perlakuan yang ada dalam rumusan kesimpulan. Misalnya pada kesimpulan
di atas ditemukan bahwa penerapan model inquiri tidak serta-merta meningkatkan
penguasaan konsep IPA melainkan memerlukan penegasan berbentuk catatan,
rangkuman dan tugas. Berdasarkan temuan tersebut maka disarankan guru
mencantumkan kegiatan mencatat, merangkum dan tugas dalam RPP. Berukut ini
contoh bagian saran berdasarkan contoh kesimpulan di atas.
Berdasarkan pembahasan dan kesimpulan di atas
maka untuk menerapkan model pembelajaran inquiri terbimbing secara efektif dan
efisien maka peneliti mengajukan saran-saran sebagai berikut.
1. Kualitas kegiatan inquiri sangat tergantung kepada perencanaan. Oleh
karena itu guru harus menyusun perencanaan yang matang dan rinci.
2. Penerapan kegiatan inquiri membutuhkan prosedur kegaitan yang dapat
membantu para siswa belajar secara sistematis. Oleh karena itu guru harus
menyusun panduan dalam bentuk LKS sebagai pemandu kegiatan tertulis.
3. Sering kali pembelajaran dalam kegiatan inquiri tidak terkontrol
sehingga kegiatan melebar dan waktu pembelajaran tidak cukup. Oleh karena itu
dibutuhkan perangkat berupa tata tertib melaksanakan kegiatan.
4. Penerapan model inquiri tidak serta-merta dapat meningkatan intensitas
belajar siswa dan hasil belajar baik yang berupa kemampuan kerja ilmiah maupun
penguasaan konsep IPA melainkan membutuhkan arahan teknis. Oleh karena itu
dalam penerapan inquiri guru ditutut untuk bertindak aktif member contoh,
melakukan bimbingan dan memberikan umpan balik terhadap hasil belajar siswa.
5. Apabila ditemukan siswa yang perkembangannya lambat maka guru harus
memberikan bimbingan dengan frekuensi dan intensitas yang lebih dari siswa
lainnya.
6. Untuk meningkatkan kemampuan berkomunikasi ilmiah, guru dapat memilih
kegiatan berupa presentasi kelompok di depan kelas, menulis laporan hasil
inquiri atau membuat display untu majalah dinding.
7. Berdasarkan fakta ditemukan fenomena bahwa model inquiri memiliki
kelebihan dalam menanamkan pemahaman dan meningkatakn kemampuan kerja ilmiah
namun terkadang mengabaikan hafalan fakta, padahal dalam kompetensi dasar ditutntut
untuk hafak fakta-fakta ilmiah terkait dengan konsep IPA. Oleh karena itu
penerapan model inquiri harus ditambah dengan penegasan-penegasan dalam bentuk
catatan, rangkuman dan tugas.
8. Penerapan model inquiri membutuhkan media dan sumber belajar beragam.
Untuk mendukung kualitas pembelajaran inquiri maka satuan pendidikan harus
secara terencana membangun lingkungan sekolah/madrasah menjadi media dan sumber
belajar. Misalnya menanam berbagai pohon, membangun miniatur ekosistem darat
dan air, membangun dan negelola lab IPA. Selain itu guru harus kreatif
merancang bangun media pembelajaran sederhana dan menggunakan lingkungan social
sebagai sumber belajar.
5. Menulis Daftar
Pustaka dan Lampiran
Daftar pustaka merupakan salah satu bagian yang tidak
dapat diabaikan karena peran dan fungsinya dalam kegiatan penelitian sehingga
karya tulis yang dihasilkan terlepas dari plagiasi. Pada Perguruan Tinggi
memiliki pola penulisan daftar pustaka yang berbeda-beda, oleh karena itu para
mahasiswa hendaknya melihat dan mencontoh langsung teknik dan pola
penulisannya.
Penulisan
daftar pustaka disesuaikan dengan sumber rujukan dalam penelitian yang
digunakan bisa berasal dari buku-buku, majalah atau koran, jurnal maupun dari
internet. Teknik penulisan daftar pustaka dibuat satu spasi, menggunakan pola
alfabetis, nama penulis dibalik, baris kedua dan selanjutnya menjorok dan
penulisannya disesuaikan dengan sumbernya, seperti:
1. Rujukan dari buku
Mulyana, Nana. Pendidikan Bagi Anak Bangsa. Jakarta : Kompas, edisi 6
Februari 2011.
Arthur, Linet, Harriet Marland, Amanda Pillc
and Tony Read. 2010. School Culture and Postgraduate Professional
Development: Delineating the Enabling School. Professional Development
in Education. Vol. 36, No. 3, September 2010.
Begitu pula lampiran-lampiran hasil penelitian sebagai
dokumen pendukung sekaligus sebagai bukti bahwa penelitian telah dilakukan
dengan benar sehingga siapapun dapat mengkaji dan meyakininya. Apa saja
lampiran yang harus dilampirkan sangat bergantung pada kebutuhan, hanya saja
secara umum, lampiran dalam PTK mencakup angket, daftar pertanyaan wawancara,
hasil catatan lapangan, hasil tes siswa setiap siklus, catatan hasil refleksi, lembar
daftar hadir siswa setiap pertemuan, biodata kolaborator atau observer, dan
foto-foto kegiatan selama dilaksanakannya penelitian.