Senin, 02 September 2019

SAMBUTAN MENTERI AGAMA PADA TEMU PENELITI


SAMBUTAN
MENTERI AGAMA REPUBLIK INDONESIA
PADA ACARA PEMBUKAAN TEMU PENELITI BADAN DLITBANG DAN DIKLAT
KEMENTERIAN AGAMA REPUBLIK INDONESIA
Cibubur, 21 Agustus 2019

Assalamualaikum Wr. Wb.

Yang saya hormati :
1.     Kepala Badan Litbang dan Diklat Kementerian Agama
2.     Para narasumber: Prof. Dr. Alwi Shihab, Ph.D, Prof. Dr. Irwan Abdullah, Prof. Kevin Fogg, Ph.D (Oxford University).
3.     Para Pejabat eselon II, pejabat eselon III dan IV
4.     Para pejabat fungsional peneliti
5.     Para Wartawan Media Elektronik
6.     Hadirin peserta dan seluruh tamu undangan yang berbahagia.

Puji dan syukur kita panjatkan kepada Allah swt karena atas nikmat dan karunia-Nya kita semua dapat menjalankan aktivitas rutin sebagai ASN Kementerian Agama, dan saat ini kita berkumpul dalam satu event kegiatan yakni temu peneliti keagamaan.

Salawat dan salam senantiasa kita sampaikan kepada junjungan kita nabi besar Muhammad saw, teladan kita semua sehingga atas wasilahnya kita diarahkan pada jalan kebaikan. Semoga kebaikan yang kita terima ini bermanfaat positif bagi bangsa dan negara.

Saudara-saudara sekalian, beberapa hari lalu kita memperingati hari kemerdekaan Republik Indonesia ke 74 dengan tema ”SDM unggul, Indonesia maju”. Tema ini cukup singkat dan padat namun kaya makna serta memerlukan energi besar untuk mencapainya. Para pendahulu kita (founding fathers) telah berjasa mengantarkan kita menjadi bangsa yang merdeka, bebas dari kecamuk perang, lepas dari cengkeraman penjajah. Giliran kita saatnya mengisi ruang kemerdekaan ini dengan karya nyata untuk menghasilkan kemaslahatan dan kesejahteraan bersama sebagaimana yang dicita-citakan. Peneliti sebagai kaum intelektual adalah bagian di dalamnya yang diharapkan berkontribusi bagi kemajuan bangsa.

Temu riset kali ini bertema “Positioning Peneliti Keagamaan di Era Disrupsi”. Tema ini cukup menarik dan perlu pemikiran bersama para peneliti. Momen ini menjadi sangat berharga jika dapat dirumuskan langkah-langkah nyata peran dan tugas peneliti di era yang serba tidak menentu, relatif cepat pergerakan siklus informasi dan perubahan sendi-sendi kehidupan, dan terlebih lagi tuntutan terhadap peran Kementerian Agama dalam mewujudkan bangsa Indonesia yang cerdas, taat beragama, rukun dan sejahtera lahir batin. Tantangan moderasi beragama, indeks kerukunan umat beragama dan kesalehan sosial,  peta kehidupan umat beragama, layanan pendidikan agama dan kegamaan yang kompetitif, peningkatan kualitas layanan penyelenggaraan haji, good governance, maka para peneliti dituntut memberikan data yang akurat, hasil kajian yang tepat, dan analisis empirik teoritik yang memadai guna mendukung  Visi dan Misi Kemenag di atas.

Di era disrupsi, kebijakan pemerintah selayaknya didasarkan pada hasil-hasil kajian/riset. Sebagaimana pesan dalam Peraturan Presiden Nomor 7 tahun 2015 tentang Organisasi Kementerian Negara, bahwa Badan pada setiap Kementerian/lembaga berfungsi sebagai supporting agency, yakni unit pendukung yang mensupport kebutuhan data unit teknis, maka peneliti pada Badan Litbang dan Diklat tentu harus melakukan riset/kajian yang sesuai dan dibutuhkan unit lainnya. Hasil penelitian tidak semata-mata menjadi dokumen kenaikan jenjang pangkat dan jabatan melainkan harus memiliki wisdom yang bermanfaat bagi masyarakat. Jadi, tema/masalah yang diteliti atau dikaji harus benar-benar berdasar pada kebutuhan stakeholder bukan hanya berdasar pada kebutuhan peneliti. Kita harus kembali pada logika dasar kebutuhan penelitian dan mendukung kebijakan pemerintah yang telah dicanangkan dalam Rencana Induk Riset Nasional (RIRN). Hal ini tentu sedkit berbeda antara riset di Perguruan Tinggi yang bersifat eksplorasi pengetahuan untuk mengungkap teori-teori dengan riset Kelitbangan pada Kementerian dan Lembaga yang lebih spesifik pada kebijakan.

Dalam konteks ini, kita harus memperbesar riset-riset kebijakan (policy research) di samping pure research yang melahirkan konsep dan teori-teori keilmuan dalam pemecahan problem-problem sosial. Riset masala-masalah aktual dan yang tak terduga sebelumnya juga terus diantisipasi. Fenomena intoleransi, keberagamaan yang “lugu”, ancaman radikalisme yang bermuara pada terrorisme, gerakan pelemahan keutuhan NKRI harus diwaspadai. Jadi riset-riset Kelitbangan kita harus responsif dan juga futuristik.

Saudara-saudara sekalian, jumlah peneliti pada Kementerian Agama sekitar 167 orang, jika masing-masing menghasilkan 1 hasil riset kebijakan maka dalam setahun terdapat 167 rekomendasi kebijakan yang dapat digunakan oleh unit teknis dalam mengambil langkah-langkah strategis untuk peningkatan kebijakan dan layanan yang berkualitas. Ketersediaan data yang memadai, akurat, dan aktual pada Kementerian Agama merupakan keniscayaan, kebutuhan mendesak yang tidak bisa diabaikan. Mengamati perkembangan isu-isu aktual saat ini, maka perlu antisipasi terkait beberapa hal:
1.     Lahirnya Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) yang dalam setahun ini ramai dibicarakan dan didiskusikan meskipun belum diketahui seperti apa bentuknya, bagaimana mekanisme kerjanya, dan bagaimana dengan keberadaan unit-unit penelitian pada kementerian dan lembaga. Argumen yang mendasari BRIN ini antara lain: (a) Penguatan lembaga riset, (b) agar tema-tema riset lebih fokus untuk menyelesaikan dan menjawab persoalan-persoalan bangsa dan keumatan, (c) Pembinaan SDM peneliti yang lebih kompetitif dan kolaboratif, (d)  efisiensi dan skema pembiayaan riset, (e) kebermanfaatan hasil-hasil riset untuk penemuan teori-teori keilmuan, dukungan penguatan korporasi dan dunia industri, serta stakeholder.  
2.     Perlunya penyelarasan dan penguatan riset/kajian keagamaan dengan amanat yang ditetapkan dalam Peraturan Presiden Nomor 38 tahun 2017 tentang Rencana Induk Riset Nasional tahun 2017-2045. Riset keagamaan menjadi bagian dari riset sosial, humaniora, dan seni budaya. Merawat kohesi sosial bangsa kita yang majemuk, multietnik dan beragam agama tidaklah mudah. Oleh karenanya dibutuhkan riset-riset yang serius dan mendalam serta mencerahkan. Bahwa kemajemukan adalah anugerah Tuhan yang patut disyukuri. Bahwa mengelola kemajemukan adalah tugas mulia dan sebuah keniscayaan. Kemajemukan adalah pilar penyangga tegaknya demokrasi di Indonesia. Sekali lagi, riset-riset ilmu sosial humaniora tidaklah lebih rendah dari riset sains dan ilmu-ilmu kealaman. Riset harus kolaboratif dan saling melengkapi.
3.     Semakin menguatnya tuntutan masyarakat terhadap kualitas layanan Kementerian Agama, sehingga memerlukan riset/evaluasi/dan kajiaan secara terus menerus guna memberikan informasi aspek-aspek yang harus diperbaiki dan ditingkatkan
4.     Kebutuhan data yang serba cepat dan tersedianya berbagai aplikasi yang berperan memudahkan peneliti dalam mengoleksi data, maka mind set penelitian yang harus mengeluarkan dana banyak karena tingginya cost perjalanan dan lainnya harus mulai diubah. Survey-survey yang mungkin dilakukan secara online dan tidak memerlukan konfirmasi dan penjelasan secara metodologis, maka sedianya dilakukan secara cepat, efisien, serta mampu menjangkau responden lebih luas.
5.     Tuntutan publikasi ilmiah hasil-hasil penelitian menjadi sangat penting sebagai bentuk informasi kepada publik atas karya nyata kita sehingga dapat dinikmati oleh masyarakat. Hasil penelitian hendaknya tidak berhenti “di lorong sunyi perpustakaan”, tapi harus disampaikan kepada masyarakat dan dimanfaatkan stakeholder.
6.     Ada hasil riset yang dilakukan dosen Universitas Indonesia bahwa salah satu persoalan riset di Indonesia adalah masih menguatnya insularity, penelitian masih terbatas pada sekat kepulauan, “kurang gaul”, maka seyogyanya para peneliti sudah harus berpikir global bukan hanya lokal terbatas pada geografi Indonesia. Peneliti harus memiliki intellectual networking agar terkonek dengan peneliti dunia. Kini zaman sudah terbuka, kompetitif dan sekaligus kolaboratif.  Kapan dan dimanapun kita bisa mengakses informasi dari belahan dunia manapun.
Terakhir saya sampaikan selamat mengikuti kegiatan temu peneliti, hendaknya forum ini dapat menghasilkan sesuatu, bukan sekedar rutinitas sehingga apa yang kita kerjakan memiliki efek positif. Semoga event ini adalah pertemuan yang penuh kenangan. Dan saatnya kita mendengarkan “suara” peneliti.

Wa Allah al-Muwaffiq ila aqwam al-tharieq.
Wassalamualaikum Wr. Wb.

Menteri Agama RI,


Lukman Hakim Saifuddin

Tidak ada komentar:

Posting Komentar