Rabu, 18 Juli 2018

KEPATUHAN K/L DALAM REFORMASI BIROKRASI


Tuntutan masyarakat terhadap perbaikan kualitas birokrasi publik telah lama diimpikan khalayak banyak. Era demokratisasi telah memperkuat posisi masyarakat sipil untuk memperoleh hak-haknya ketika berhubungan dengan birokrasi. Dalam konteks ini, birokrasi publik yang diharapkan adalah bersifat demokratis, efisien, responsif dan non partisipan. Apabila birokrasi pada Kementerian dan Lembaga tidak dapat menyelenggarakan pelayanan publik yang berkualitas maka otomatis akan ditinggalkan bahkan terdistorsi oleh kompetisi antarlembaga.
          Dalam perspektif teoritik, telah terjadi pergeseran paradigma pelayanan publik dari model administrasi publik tradisional (Old Public Administration) ke model administrasi publik baru (new public management), dan akhirnya menuju model pelayanan publik baru (new public service). Menurut Denhardt and Denhardt (dalam Agus Dwiyanto, 2005 : 143) bahwa model new public service, pelayanan harus berlandaskan teori demokrasi yang mengajarkan adanya persamaan hak antarwarga negara. Dalam model ini, kepentingan publik dirumuskan sebagai hasil dialog dari berbagai nilai yang ada di dalam masyarakat. Birokrasi yang memberikan pelayanan publik harus bertanggungjawab kepada masyarakat secara keseluruhan. Peranan pemerintah adalah melakukan negosiasi dan menggali berbagai kepentingan dari warga Negara dan berbagai kelompok komunitas yang ada. Jadi, dalam model ini, birokrasi lembaga publik tidak hanya sekedar akuntabel pada berbagai aturan hukum, melainkan juga harus akuntabel pada nilai-nilai yang ada dalam masyarakat, norma politik yang berlaku, standar professional dan kepentingan warga Negara.
Peraturan Presiden Nomor 81 Tahun 2010 tentang Grand Desain Reformasi Birokrasi 2010-2025 meliputi 8 aspek area perubahan yakni organiasi, tata laksana, sumber daya manusia, akuntabilitas, pengawasan, pelayanan, perundang-undangan dan pola pikir/budaya kerja. Layanan publik merupakan salah satu aspek dari 8 area yang dicanangkan. Setelah beberapa tahun berjalan, kita perlu menengok bagaimanakah kualitas kepatuhan Kementerian dan Lembaga dalam memberikan layanan terhadap masyarakat. Kategorisasi kepatuhan dibagi menjadi tiga kelompok. Zona hijau termasuk kepatuhan tinggi, zona kuning termasuk kepatuhan sedang, dan zona merah termasuk kepatuhan rendah.
Berdasarkan hasil penilaian Ombudsman selama 3 tahun terhadap kepatuhan penyelenggara pelayanan publik terhadap standar pelayanan publik yang hasilnya diharapkan menjadi acuan peningkatan kualitas pelayanan publik. Secara umum menunjukkan bahwa kepatuhan Pemerintah Pusat terhadap implementasi standar pelayanan publik masih harus ditingkatkan. Dari 14 Kementerian, hanya 5 Kementerian yang berada pada zona hijau, dan dari 6 lembaga, hanya ada 2 Lembaga berada pada zona hijau. Kementerian Agama berada pada zona kuning dengan rata-rata skor capaiannya adalah 72,00.
Kementerian Agama masuk pada kelompok zona kuning, artinya bahwa tingkat kepatuhan dalam memberikan layanan publik berada pada kelompok sedang. Tidak terlalu buruk memang tetapi hal ini harus menjadi pendorong dilakukannya upaya-upaya menuju zona hijau. Bukan hal yang tidak mungkin dicapai apabila adanya kesadaran dari seluruh pegawai Kementerian Agama dalam menjalankan aktivitas kerjanya sesuai dengan 5 nilai budaya kerja yang telah ditetapkan yakni 1) Integritas, yaitu sebagai pegawai yang selaras antara hati, pikiran, perkataan, dan perbuatan, 2) Profesional, yaitu dapat bekerja secara disiplin, kompeten, tepat waktu dan mencapai hasil berkualitas, 3) Inovatif, yaitu selalu berkreasi lebih baik dengan tidak mengabaikan kebaikan yang telah ada, 4) Tanggungjawab, yaitu bekerja secara tuntas dan konsekuen, dan 5) Keteladanan, yaitu menjadi pribadi yang patut diteladani dan dicontoh orang lain. 
Kata kunci keberhasilan penerapan 5 nilai budaya kerja sebagai asas pencapaian program reformasi birokrasi adalah kesadaran setiap individu atas tugas dan kewajibannya sebagai ASN yang bertanggungjawab secara vertikal dan horizontal, jadi, bekerja bukan karena pimpinan, bekerja tidak hanya mengumpulkan dokumen, dan bekerja tidak semata-mata asal menggugurkan kewajiban.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar