Kamis, 12 April 2018

CERITAKU-1


Aku lahir di desa Kreyo di ujung Utara Kecamatan Klangenan Kabupaten Cirebon. Sebuah kampung kecil, jauh dari keramaian kota. Tanggal 20 Juli 1973 tepatnya malam Jumat Kliwon pukul 01 malam katanya aku memulai hidup di alam dunia setelah 9 bulan lamanya berada di dalam rahim ibu tercinta aku sebut mimi “TURIPA” sosok bijak, wong deso yang gigih dan sabar menjalani hidup hingga mampu menyusui dan membesarkan 8 anak di tengah terpaan dan himpitan ekonomi.
Mimi...dalam aku menulis rangkaian huruf menjadi kata dan kalimat cerita hidup ini, tidak tahan rasanya membendung air mata yang terus berlinang dan mengalir. Sekalimat demi kalimat aku harus mengusap dan mengusap air mata ini teringat jasa-jasamu, kesabaranmu, ketabahanmu, visimu, kebaikanmu, didikanmu, keikhlasanmu, terutama adalah doa-doamu yang kini telah terwujud bahkan telah aku nikmati. Aku bangga dengan segala kerja kerasmu dulu hingga kini, sikapmu adalah teladanku, sabarmu adalah inspirasiku, kata-katamu adalah wasiatku. Sungguh kata-katamu yang paling sangat terharu adalah “Nak...tidak apalah hari ini kamu kurang makan, tapi jadilah orang pintar insyaallah kelak kamu akan kenyang makan” subhanallah....ya Allah berikan kesehatan kepada ibuku, panjangkan umurnya sebagai hadiah atas jeripayah dan susahnya ia mengurus kami semua, berkahi semua gerak langkahnya. Amiin.
Ketabahan teladanku “ibu” ternyata menjadi tiang penyanggah bagi semua anak-anaknya. Aku dan semua saudara-saudaraku adalah orang yang tidak pernah mengenal kata lelah, menyerah, ataupun mundur dari kancah pertarungan menyelami kerasnya kehidupan ini. Lahir dari rahim seorang ibu yang serba terbatas kemampuannya, hanya bisa berdoa dan berbhakti kepada keluarga ternyata lahir sosok pengabdi negara TNI, Dosen, sarjana, dan pekerja/pedagang lainnya yang penuh optimisme.
Logika manusia rasanya sulit, keluarga miskin bapak berprofesi sebagai tukang ojek  dan ibu hanya sekedar mengurus rumah tangga ternyata bisa mengantarkan anak-anaknya berpendidikan tinggi, menjadi sosok yang mampu hidup lebih baik dan memiliki status sosial setara dengan masyarakat lainnya. Masih terlintas dalam bayangan hidup serba kekurangan, makan cukup hanya dengan sayur kangkung, jika makan telor dadarpun harus dibagi 4, ibu hendak masak harus menunggu bapak pulang ngojek dulu.
Kepandaian dan kecerdikan ibuku dalam mengendalikan hari-hari untuk anak-anaknya merupakan wujud kasih sayangnya yang tak terhingga. Dikala aku menangis, ia menggendongnya tidak hanya satu anak bahkan sering dua anak sekaligus sambil menuntun anak lainnya, disaat aku minta jajan sedangkan uang tidak ada mungkin, ia menggiring anak-anaknya bermain di belakang di sebuah kebun yang cukup rindang sambil membuatkan "serabi" (orang kota bilang surabi) yang ia racik dan olah sendiri, mungkin hatinya sedih tidak memenuhi permintaan jajan anak-anaknya, aku tidak menyadari semuanya itu, namun kepandaiannya menghibur dan upaya memenuhi keinginan anak sungguh luar biasa. Serabi menjadi bagian dari sejarah perjalan hidup, betapa tidak, karena aku dan saudara-saudaraku sangat riang, secara bergiliran satu demi satu aku dibagi terus bergantian sambil berlarian bermain di bawah tiupan angin pohon bambu.  
Ikhtiar dalam menajalani hidup untuk lebih baik, orang tuaku hijrah ke kota Cirebon untuk berdagang kaki lima dengan berjualan teh tubruk, kopi dan sekedar makanan kecil. Di depan stasiun Kejaksan Cirebon, Bapakku mengundi nasib bertahun-tahun menjadikan malam jadi siang dan siang menjadi malam untuk berjualan. Saat itulah aku dan saudara-saudaraku hidup bersama kakek dan nenek yang penuh kesabaran mengurus, mendidik, dan menemani bermain, bahkan yang tidak terlupakan adalah dongeng-dongeng kecil saat menjelang tidur.
Manusia wajib berusaha, Allah memang yang menetapkan hasilnya. Sekian lama berusaha di kota ternyata tidak kunjung merubah kemampuan ekonomi, semuanya berjalan biasa dan landa-landai. Ingantanku masih kuat dengan sindiran, hinaan, bahkan cemoohan tetangga yang sinis pada seluruh aktivitas keluargaku karena alasan ekonomi dan harta. Mungkin sejak lama berdoa, namun ternyata doa ibu dikabulkan Allah SWT kemudian, aku dan saudaraku saat ini cukup makan empat sehat lima sempurna meskipun bukan seorang milyarder. Semua kesedihan yang kualami saat itu kini telah dijawab oleh alam, tidak perlu dengan amarah karena fakta yang bersuara. Sedih rasanya saat itu tapi tersenyum saat ini untuk menceritakannya.
Pelajaran yang sangat berharga dalam perjalanan hidup semasa kecil adalah bahwa Allah memiliki cara untuk membesarkan makhluknya dengan bentuk dan jenis yang berbeda-beda. Tentu ini sesuai dengan fimanNya bahwa Allah tidak akan menguji manusia kecuali sesuai dengan kadar kemampuannya. Jika dulu logikaku berontak dan bertanya: ya.....Allah mengapa engkau lahirkan aku dari rahim ibu yang miskin? Mengapa engkau memberikan rizki orang tuaku sedikit sedangkan banyak orang kafir yang kaya padahal tidak mentaatimu? Mengapa engkau membuat keluargaku serba dalam kekurangan? Dan banyak pertanyaan lainnya yang tendensius dan protes ke Tuhan, kini kusadari bahwa ternyata itu adalah caraMu membuat aku kuat, aku gigih, aku tidak mudah frustasi, dan aku berani. Misteri ternyata.
Terimakasih mimi, terimakasih mama, doa anak-anakmu selalu menyertaimu. Terimakasih uwa Beda yang turut memperjuangkanku dan keluargaku dalam menjalani tapak-tapak kehidupan ini. Terimakasih pamanku Samiun atas jasamu pula turut hadir di keluargaku. Doa kami untuk uwa dan paman kami yang sayang dengan ponakannya, selalu berbagi, dan memberikan contoh kebaikan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar