Minggu, 08 April 2018

TANTANGAN SEKOLAH FULLDAY


Sudah sejak lama banyak bahkan menjamur lembaga pendidikan dengan konsep fullday school terutama di sekolah-sekolah swasta. Sebagai sebuah upaya ideal, sepatutnya pengelolaan sekolah pola full day ini dipersiapkan secara sistemik yakni menyangkut 3 aspek penting, yaitu: (1) raw input, yaitu siswa sebagai subyek didik, (2) Instrumental input, yaitu kebijakan pendidikan yang diterapkan, kurikulum, personil sekolah, sarana, fasilitas, media, dan biaya yang diperlukan, dan (3) Environmental input, yaitu lingkungan sekolah, lingkungan keluarga, dan masyarakat.
Pertama. Kesiapan guru melakukan proses pembelajaran yang menyenangkan (joy full learning) dengan menjadikan siswa sebagai subyek bukan obyek pembelajaran yang harus menerima ceramah guru dari pagi hingga siang bahkan sore hari. Oleh karena itu, kualitas dan kualifikasi guru merupakan keniscayaan meskipun hingga saat ini masih menjadi problem besar setiap negara-negara berkembang termasuk Indonesia, yaitu kepemilikan keahlian yang dibutuhkan sesuai profesinya. Bagaimana realitanya?, ini yang harus dipertimbangkan karena hasil-hasil riset menunjukkan bahwa guru masih cenderung melakukan hal-hal yang konvensional yang terbelenggu dengan pola pembelajaran  paradigma lama yakni mengajar dan memberi tugas latihan sehingga membawa dampak munculnya kejenuhan pada siswa bahkan membuat siswa frustasi dan mengalami kebosanan berkepanjangan. Kondisi pembelajaran yang tidak bermutu ini jelas sangat merugikan semua pihak terutama siswa karena eksistensi mereka sebagai individu yang harus difasiliasi perkembangannya cenderung terhambat. Oleh karena itu, diperlukan daya dorong guru untuk dapat menciptakan inovasi-inovasi dalam pembelajaran yang berkualitas diawali dari perencanaan awal pembelajaran inovatif yang mampu mengajak siswa untuk berpikir kreatif, pemilihan bahan pembelajaran, penentuan strategi, penggunaan media pembelajaran yang memungkinkan siswa untuk belajar dengan senang, sampai bagaimana melakukan evaluasi untuk mengukur hasil belajar yang dicapai siswa.
Kedua. Komunikasi profesi antarguru. Rendahnya komunikasi profesi oleh guru ketika berada dalam lingkungan sekolah. Kebanyakan para guru melakukan komunikasi dengan sesama guru tidak fokus pada penanganan berbagai masalah sekolah, masalah siswa dan bagaimana upaya peningkatan mutu pendidikan kecuali terbatas pada acara rapat-rapat. Hal ini menjadi bagian dari kurang efektifnya interaksi guru di sekolah karena tidak berkontribusi terhadap pemecahan masalah baik kasus per kasus maupun dalam konteks yang lebih besar. Pada sisi lain juga, masih kurangnya kesadaran guru dalam melakukan pembinaan siswa, ada anggapan bahwa guru tugasnya hanya mengajar di kelas setelah itu tidak lagi menjadi bagian dari tanggungjawabnya sehingga banyak dijumpai siswa berkeliaran tanpa pantauan guru. Pengkotak-kotakan guru atas dasar persepsi yang salah juga memiliki andil dalam interaksi pendidikan yang kurang kondusif seperti ketika ada siswa berkelahi maka yang dicari adalah guru agama, ada siswa terlambat/tidak disiplin maka guru PKn yang harus menegur, ada siswa melanggar tata tertib maka pembina osis yang harus menyelesaikannya.
Ketiga. Dorongan terkadap budaya literasi (baca dan tulis) siswa. Indonesia menempati urutan ke 64 dari 65 negera yang disurvey di dunia pada penelitian yang dilakukan Programme for International Student Assesment (PISA) tahun 2012. Budaya literasi yang sangat rendah ini harus menjadi pemikiran seiring dengan rencana sekolah dengan pola full day sehingga dapat diantisipasi kemungkinan siswa berada di sekolah dalam jangka waktu yang cukup lama tetapi hanya dipergunakan untuk bermain dan beraktivitas yang tidak relevan dengan pendidikan.
Keempat. Pemenuhan sarana pendukung aktivitas pembelajaran dan ekstra kurikuler sehingga aktivitas belajar yang seharusnya melakukan pengamatan, simulasi, dan percobaan, benar-benar dapat dilakukan, jangan sampai ada slogan yang menggelitik bahwa anak-anak belajar IPA dengan dipuisikan. Ini adalah hal yang sangat memprihatinkan dan menambah deretan panjang daftar masalah yang membosankan siswa dalam belajar apalagi harus full day.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar