Rabu, 11 April 2018

KAMPUNGKU


Desa Kreyo, sebuah desa atau kampung kecil yang terletak di wilayah Kecamatan Klangenan Kabupaten Cirebon dengan jumlah penduduk sekitar 4000 Jiwa  pada tahun 1980an, kondisi jalanan yang asli tanah dan suasana gelap belum ada listrik, khas seperti kampung lainnya yang sunyi sepi pada malam  hari kecuali dihiasi lampu-lampu tempel di dinding tembok dan alunan suara jangkrik sebagai ciri khas daerah pedesaan. Desa ini terletak diujung kecamatan Klangenan yang berbatasan  dengan desa Gujeg kecamatan Arjawinangun yang kini berubah menjadi salah satu desa yang berada di kecamatan Panguragan. Suhu udara yang cukup panas dan rasa air payau menunjukkan desa ini berada di jalur jalan pantura yang tidak jauh dari pantai.

Bahasa sehari-hari yang digunakan adalah Jawa mirip seperti bahasa Indramayu, orang bilang adalah bahasa Jawareh karena intonasi, kata dan pengucapannya berbeda dengan bahasa Jawa lainnya di Pulau Jawa seperti Semarang, Solo, Yogyakarta dan Surabaya. Kemiripan bahasan Cirebon dengan Indramayu ini dapat dipahami karena posisinya yang bergandengan berada disepanjang pantai utara.

Kurang lebih 25 KM letak desa ini dari pusat kota Cirebon, kota udang yang terkenal dengan makanan khasnya nasi jamblang dan empal gentong. Nasi jamblang yang sudah tenar namanya hingga ke Jakarta dan berbagai daerah lainnya ini, diambil dari nama sebuah daerah yaitu Jamblang yang dahulunya diwilayah sekitar itu ada pasar tradisional dan di pinggir-pingirnya ditempati para pedagang nasi dengan bungkus daun pohon jati. Seperti, nasi yang dijual pedagang pada umumnya, nasi jamblang ini disajikan berbagai jenis lauk pauk yang siap dimakan hanya saja sambal goreng dan bungkus daun jatinya yang membuat rasa dan ciri berbeda dari pedagang nasi lainnya. Kini, nasi jamblang banyak ditemui diberbagai pusat keramaian di kota Cirebon yang banyak dikunjungi orang baik dari Cirebon itu sendiri maupun para tamu dari berbagai daerah lainnya. Nasi Jamblang yang dulu merupakan makanan biasa yang diperuntukkan bagi mereka yang membutuhkan sarapan ketika sedang berbelanja di pasar, sekarang menjadi makanan khas  yang banyak dituju orang meskipun tempatnya yang sangat sederhana di tenda-tenda  atau alam terbuka hanya bermodalkan meja dan kursi panjang bagi para pengunjungnya.

Selain nasi jamblang, empal gentong juga menjadi tren makanan saat ini yang tidak luput dari sorotan media cetak maupun elektronik sehingga tidak ayal lagi, empal gentong makanan khas Cirebon ini sering keluar pada acara-acara kuliner di televisi. Bayangan kebanyakan orang yang berasal dari luar Cirebon, empal gentong itu adalah sejenis daging yang digoreng yang disajikan sebagai salah satu menu atau pilihan ketika orang hendak makan. Penamaan empal gentong ini tidak jelas mulai kapan, akan tetapi dimungkinkan karena daging yang dimasak ini dimasukkan ke dalam gentong yang terbuat dari tanah, mirip seperti soto daging sapi atau soto Betawi yang kental santannya, empal gentong memiliki ciri dan rasa yang khas apalagi bila ditambah sambal kering yang jarang ditemui pada menu makanan lainnya.

Julukan sebagai kota udang memang karena letak geografis Cirebon berada di sepanjang pantai utara pulau Jawa yang tidak luput dari hasil laut para nelayannya. Udang, terasi, kerupuk, dll menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari oleh-oleh Cirebon sebagai sebuah kota yang berada di garis pantai. Setiap musim mudik lebaran, berbagai penjuru kota Cirebon yang  menjajakan makanan khas Cirebon ramai dikunjungi mereka yang sengaja mudik pulang kampung, mereka sengaja mendatangi tempat-tempat itu hanya untuk menikmati makanan kampung halaman setelah sekian lama merantau.

Masyarakat desa Kreyo mayoritas adalah petani sawah yang menggantungkan hidupnya dari hasil panen padi pada musim hujan dan hasil tanaman palawija pada musim kering. Dahulu desa ini sangat terkenal dengan tanaman timun suri yang dijual ke banyak kota-kota besar khususnya pada bulan puasa sehingga boleh dikatakan banyak orang dari luar desa ini berguru tentang bagaimana cara dan teknik menanam timun suri hingga memanennya. Kenyataan ini menjadi pemandangan tersendiri pada setiap tahunnya, di setiap sudut gang dan jalan-jalan kecil dipenuhi tumpukan timun suri yang siap dikirim ke berbagai daerah, maklum karena letak desa ini berada di tengah-tengah sawah, dari ujung Barat, Timur, Utara dan Selatan semuanya adalah persawahan yang cukup memberikan kehidupan bagi penghuninya.             

Saat ini, desa Kreyo masih sama seperti dulu baik dari kondisi geografis sampai pola kehidupan masyarakatnya yang mengandalkan sawah sebagai tulang punggung kehidupan mereka. Sebagian masayarakat yang tidak biasa bertani, memilih eksodus ke Jakarta dan sekitarnya seperti Tengerang, Bekasi, Depok dan Bogor untuk mengundi nasib sebagai pedagang, pekerja pabrik, pembantu rumah tangga, pelayan toko, bahkan sebagai pegawai negeri. Banyak diantara mereka yang sukses di Jakarta dan sekitarnya sehingga menjadi figur yang dapat membangun kampung halamannya lebih baik.

Perubahan era memasuki tahun 1990an para pemuda desa Kreyo lebih tertarik berkiprah di luar kampungnya dengan memilih berbagai profesi seiring dengan meleknya masayrakat terhadap pendidikan, jika dahulu anak-anak remaja tertentu saja yang melanjutkan sekolah hingga jenjang SMA dan Perguruan Tinggi, maka saat ini hampir semua remaja melanjutkan pendidikan sehingga nampak pada pagi hari kerumunan mereka menuju sekolah yang ada di sekitarnya. Kesadaran pendidikan terlihat pada para orang tua selain karena tuntutan zaman, perubahan pola pikir setelah beralih generasi, juga dipicu oleh hadirnya orang kampung yang telah sukses di dearah lain dengan bekal pendidikan yang miliki.

Boleh dikatakan bahwa tidak ada satu rumahpun di desa ini yang salah satu anggota keluargnya yang tidak merantau dan berkarya di luar daerahnya terutama Ibu Kota Jakarta. Terlihat banyaknya pemuda yang merantau adalah pada saat bulan suci Ramadlan tiba terutama menjelang hari raya Iedul Fitri, kondisi jalanan penuh dengan lalu lalang para pengendara motor dan mobil, serta kampung mendadak ramai dipadati mereka yang baru pulang dari rantauan. Tidak dipungkiri bahwa situasi saat ini jauh berubah dari sebelumnya setelah banyaknya para perantau yang membawa budaya dan pernak pernik khas perkotaan sehingga adat dan budaya pedesaan sepertinya terkikis oleh gelimang kebiasaan orang kota.

Tren tahun 2000an lebih dahsyat lagi, akibat tuntutan ekonomi dan kebutuhan yang semakin tinggi, masyarakat desa Kreyo terus meningkat jumlahnya yang berusaha mengadu nasib sebagai TKI (Tenaga Kerja Indonesia) ke luar negeri seperti Arab Saudi, Korea, dan Malaysia. Dibandingkan dengan kaum pria jumlah kaum hawa berkali-kali lipat yang pergi ke luar negeri karena menggangap lebih menguntungkan dan menjanjikan. Otomatis, banyak kaum pria yang tergolong masih muda ditinggal pergi isterinya untuk bekerja sebagai karyawan dan lebih banyak lagi sebagai pembantu rumah tangga, tidak heran jika di desa ini kemudian banyak berdiri rumah-rumah baru, kokoh dan besar meskipun tidak terlalu mewah, ini adalah rumah pasangan keluarga yang berhasil sebagai TKW.

Kondisi sosial masyarakat yang terus berubah seiring dengan perubahan kehidupan, berdampak pada semakin pudarnya kekhasan berbagai aspek di desa. Jika dulu kehidupan keagamaan seperti perayaan  hari-hari besar Islam selalu digalakan, pengajian-pengajian hidup ramai di musholla dan masjid, kini sudah mulai langka, jika dulu pada hari raya diramaikan dengan persediaan makanan khas seperti tape ketan yang dibungkus daun pisang, koci kelapa dan kacang ijo, dan masakan khas berupa semur ayam kampung, maka saat ini sudah tiada tergantikan oleh makan instan yang mudah dijumpai di warung-warung bahkan makanan kemasan dari supermarket, jika dulu hiburan khas daerah diramaikan dengan sintren, topeng orang, wayang kulit yang membawa cerita hidup dan kehidupan, maka sekarang sudah punah terkalahkan oleh ramainya gemerlap dangdut organ tunggal dengan segala karakteristiknya.

Meskipun demikian, gaya dan pola hidup pedesaan tetap memiliki ciri yang berbeda dengan di perkotaan, sikap santun antarsesama, saling tegur sapa, perilaku lugu dan jujur masih menghiasi kehidupan masayarakat, kondisi kekurangan secara ekonomi sebagai ciri khas orang pedesaan, minimnya pengalaman dan rendahnya  tingkat pendidikan rata-rata mereka tidak  menghalangi mereka berperilaku terpuji bahkan bisa dibilang melebihi mereka yang hidup diperkotaan. Kedamaian di pedesaan dari sisi orang, lingkungan, pergaulan, lalu lintas nampak lebih asyik dibandingkan di kota yang semrawut dan kurang bersahabat.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar