Senin, 23 April 2018

CERITAKU-4


Manusia boleh memiliki keinginan, tetapi Tuhan yang menentukan. Kita wajib berusaha tetapi jika tidak terpenuhi itulah takdirnya. Emosi mungkin membara tapi bisa jadi di balik itu ada hikmah besar yang kita tidak tahu di dalamnya. Tahun 1989 lulus MTs berkeinginan lanjut ke PGA (Pendidikan Guru Agama), tahun terakhir program PGA karena setelah itu ditutup dan tidak ada lagi pendidikan guru setingkat SLTA tapi harus minimal D3. Proses pendaftaran mensyaratkan ranking 5 besar menjadi kendala untuk bisa masuk PGAN. Tidak putus asa, aku membidik ke MAN terdekat, MAN 1 Cirebon di Plered dan diterima dari sekian ratus siswa yang lainnya yang dinayatakan lolos.
Obsesi ingin bergelut di dunia pesantren mendorongku untuk berani bicara dengan sang kakek. Alhamdulilah direspon positif dan didukung untuk mondok di pesantren terdekat dengan sekolah. Alhasani menjadi pesantren pilihan. Bersama kakek dan kakak pertama “Rosid” aku diantarkan ke pesantren sambil membawa tas pakaian dan segendongan oleh-oleh untuk kiyai. Gula, teh, kopi dan kelapa waktu itu dipanggul berjalan kaki menuju pesantren. Sekedar buah tangan menghadap sang kiyai, Walid panggilan para santri, menerimaku dengan tangan terbuka dan mempersilahkan untuk bergabung dengan santri lainnya yang tidak lain adalah calon siswa baru di MAN dan para senior.
Hari-hari yang tak terlupakan hidup jauh dari keluarga, menjadi santri untuk banyak belajar dan menggali ilmu-ilmu agama. Awal menjadi santri baru masih terasa kaku, sambil memperhatikan teman kanan dan kiri, aku coba untuk menyesuaikan dengan budaya di pesantren. Hari demi hari berjalan biasa apalagi setelah akrab dengan banyak teman di kobong (kamar santri) aktivitaspun menjadi sangat menyenangkan. Mengikuti agenda kegiatan pondok pesantren pagi hari solat subuh berjamaah setelah itu mengaji, dilanjutkan dengan persiapan masuk sekolah, makan sarapan pagi nasi uduk khas ibu tetangga pesantren yang setiap pagi diburu para santri karena rasa dan tentu harga yang sangat murah.
Aktivitas siswa baru saat itu dimulai dengan penataran P4, semua siswa harus memulai dengan memahami Pancasila sebagai dasar negara dan GBHN sebagai haluan negara dalam tahapan pencapaian program/kebijakan Pemerintah. Takut, malu dan campur senang masa-masa menjadi siswa baru. Mulai dari acara baris berbaris, perkenalan antarsiswa, diskusi dan pendalaman materi dari instruktur serta bermacam-macam permainan yang dibimbing para senior. Kak Nurul Husna adalah sosok lucu yang paling disenangi banyak siswa baru karena gurauan dan candaannya yang selalu menggelitik bahkan mengundang tawa, gayanya yang unik dan ceplas ceplosnya membikin siswa baru mudah akrab. Berbeda dengan kak Nurul, Kak Ilman Nafian merupakan senior berwajah serius tampil dengan gaya bahasa intelektual dan disiplin tinggi, jujur aku rasakan takut waktu itu bila bertatap muka dengannya. Kecerdasan dan kedisiplinannya yang teguh mengalir hingga mengantarkan beliau menjadi seorang doktor Islamic Studies jebolan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dan kini mengajar sebagai dosen di IAN Syekh Nurjati Cirebon.
Banyak senior yang aku kagumi waktur itu, diantaranya ada kak Lili Humaidi, kak Buchori, kak Tarjo sosok mungil aktivis pramuka, juga kak Humaidi sosok ketua OSIS berkacamata tebal yang memiliki gaya low profile namun cerdas. Orientasi siswa baru selama seminggu memang merupakan fasilitas untuk saling mengenal satu dengan lainnya melalui berbagai strategi para senior. Kegiatan ilmiah, kita dituntut aktif berbicara dalam diskusi dengan tema dan kasus berbeda-beda dari yang sederhana hingga yang rumit memerlukan daya kritis dan kejelian kita memahami konteks permasalahan.
Diantara kasus yang diangkat saat itu, salah satunya masih ingat yaitu masalah kemacetan di lampu merah perempatan jalan. Sang senior waktu itu mengilustrasikan: “adik-adikku....ada satu kasus pada hari Jumat pukul 11.50 terjadi kemacetan luar biasa di sebuah perempatan. Dari arah Timur menuju Barat adalah mobil ambulan membawa seorang ibu yang hendak melahirkan, dari arah Utara ke Selatan ada mobil kiyai yang hendak berkhutbah di masjid sementara waktu dzuhur akan tiba pukul 11.55, dari arah Barat ke Timur ada mobil membawa orang karena kecelakaan, dan dari arah Selatan ke Utara ada mobil pemadam kebakaran yang hendak memadamkan kebakaran di suatu rumah”. Lalu sang senior berkata: ayo...silahkan diskusikan kira-kira mobil manakah yang harus didahulukan, semua harus andil berpendapat dengan memberikan alasan-alasannya”.
Contoh kasus yang didiskusikan waktu itu cukup ramai dan hampir semua menyatalan pendapatnya meskipun dengan argumen seadanya. Aku sendiri tidak begitu baik memberikan argumen, terpikir yang penting ngomonglah...sementara teman-teman lainnya giat berargumen. Yahya adalah siswa aktif yang selalu bertanya dan menjawab pada setiap even diskusi lawannya adalah Indra Lukisyana yang juga sama-sama aktif. Anwar Musadad memiliki ciri permainan logika tinggi yang aku juga mengaguminya, bicaranya santai tapi logis. Nani seorang perempuan lincah dan cukup banyak bicara, pantas kalau saat ini jadi guru, karena bekal kemampuan retorikanya yang cukup mendukung. Mulyani adalah wanita dengan postur tinggi dan cukup aktif dalam berdiskusi. Berbeda dengan lainnya, Sri Wahyuni adalah perempuan berciri mahir dalam angka-angka khususnya mata pelajaran matematika, sosoknya diam tapi kemudian baru tahu bahwa ia adalah kawan yang jago berhitung, ia kelihatan sangat akrab dengan Nurhidayah si pendiam yang jarang berkata-kata. Tatang sosok bertubuh kecil namun banyak berpendapat, kupikir berani juga dia dalam berkomunikasi masa. Afif mirip Tatang berbadan kecil namun pandai bicara bahkan suka bersikeras dalam berpendapat, kayanya cabe rawit juga nih anak, ehh....Abdul Karim juga aktif memberikan pendapat dan argumen, dengan ciri badan tinggi dan bergaya nyentrik, sosok ini juga masih membekas dalam ingatan. Entah yang lainnya aku sudah lupa karena tidak pernah direfresh. Dalam ilmu psikologi, sesuatu akan diingat secara kuat dan lama bila berada pada kutub ekstrim kanan (sangat menyenangkan) atau kutub kiri (sangat menyedihkan). Nah...beberapa teman yang masih teringat di atas, karena hal positif tingkat keaktifan mereka sehingga membuatnya tidak mudah terlupakan.
Wali kelasku adalah Pak Muhari, guru yang cukup serius tapi low profile. Ia mengajar kimia, sesuatu yang baru bagi siswa kelas 1 Aliyah karena tidak ada sebelumnya. Kesan pelajaran kimia masih teringat hingga kini. Percobaan tentang sekepal daging dimasukkan dalam botol tertutup dan terbuka, beliau mengemukakan berbagai teori tentang asal mula kehidupan, ada yang berpendapat dari udara dan juga ada yang berpendapat lainnya. Pak Aki beda lagi yang aku ingat, menurut beliau bahwa kuadrat itu dikalikan yang sama maka hasilnya berkali lipat namun jika dikalikan yang tak terhingga maka hasilnya menjadi tak terhingga....Pak Aki sedang mengajarkan kita tentang sesuatu yang tidak bisa dihitung dengan angka karena nilainya melebihi angka dalam logika manusia. Kini aku sering menyadari itu bahwa banyak hal di dunia ini yang sangat tidak terhingga sehingga tidak bisa dikalahkan dengan uang maupun benda lainnya. Anak bagiku adalah sesuatu yang tak terhingga sehingga tidak bisa dikalahkan dengan urusan dunia lainnya.
Ha ha ha...tertawa riang masih aku ingat jika bertemu pelajaran alqur’an dan hadits yang diampu oleh Pak Salim. Orangnya santai dan bicaranya selalu mengundang gelak tawa. Aku terkesan pada beliau dan cukup membuat aku belajar jadi semangat. Kata Pak Salim... orang kaya itu harusnya bebas, tidak terkungkung oleh apapun. Jadi, kata beliau, apabila orang terkungkung dan terbatasi oleh harta yang yang dimilikinya, sesungguhnya ia tidak kaya tapi miskin. Lalu ia mencontohkan bahwa dirinya adalah orang kaya, bagaimana tidak katanya, ia bebas berkendaraan kemana saja tanpa harus ribed ngurus mobil atau kendaraan lainnya. Semakin penasaran aku nih, apa selanjutnya yang akan beliau katakan. Ternyata dia bilang, saya tiap hari bebas memilih kendaraan dengan menyetop mobil di pinggir jalan, tinggal tunjuk untuk sampai pada satu tujuan tertentu, nah...itu bebas katanya, jadi saya adalah orang kaya karena tidak harus pusing mikirin mobil akan rusak, mencuci mobil, masukin ke dalam garasi, dll. Tentu siswa tertawa waktu itu....bisa aja nih si Bapak.
Guru sejarah, Bu Mimin waktu itu bercerita berbagai macam kerajaan dan tentang bercampur aduknya ajaran Islam dengan Hindu-Budha, semua itu katanya perlu dipelajari sehingga kita paham tentang bagaimana itu terjadi. Ternyata benar...saat ini kita membutuhkan pengetahuan tentang sejarah sehingga tidak bisa dibohongi oleh orang lain. Dan yang laur biasa adalah pernyataan ahli sejarah dari Jerman Jan Van Der Puthen bahwa siapa yang menguasai masa lalu maka ia akan menguasai masa depan, Takjub....Yang paling tidak suka waktu itu adalah pelajaran kesenian, Bu Mimin gurunya...semua siswa diminta menyiapkan satu lagu untuk dinyanyikan, setiap minggu ada yang harus maju secara bergantian, setelah sekian minggu habis sudah teman-teman bernyanyi, giliranku belum...dipanggi jugalah disuruh ke depan, aku bingung, berdebar juga....mau nyanyi apa yah...kupikir sejak kecil aku tidak kenal dan dikenalkan dengan nyanyian di keluarga. Karena bingung...maka Bu mimim bilang boleh nyayi apa saja, termasuk lagu wajib juga boleh...nah nyanyilah aku waktu itu dengan judul “Halo-Halo Bandung” ha ha ha...jadi lucu pengen tertawa.
Beberapa bulan aku sekolah di MAN, aku mulai tertarik dengan buku-buku filsafat dan buku ilmiah lainnya, setiap minggu aku pinjam buku filsafat dan aku membacanya hingga tuntas. Muncul pemahaman tentang bagaimana berpikir logis, dan bagaimana kita harus bertanya dengan konsep 5W dan 1H. Wah...sejak itu aku mulai berani bertanya. Dalam buku yang aku baca, tertulis bahwa bertanya merupakan pintu memahami sesuatu, orang yang banyak bertanya itu bukan orang bodoh tapi orang pandai. Nah aku sadari itu, ooo...ternyata teman-temanku yang aktif bertanya waktu penataran P4 itu adalah orang-orang pandai semua. Memulai untuk berani, Pak Mulya guru IPS waktu itu menerangkan tentang angin, disitulah aku mulai berani mengejar dengan berbagai pertanyaan, entah benar atau salah, yang penting aku harus bertanya karena tidak paham. Seingatku bertanya ”Pak dari mana angin  itu datang? Bagaimana angin itu terbentuk sehingga meniup kesana dan kemari? Wah...kalau gak salah Pak Mulya agak jengkel juga waktu itu....mungkin pertanyaannya konyol. Dari situlah aku kemudian berani bertanya hingga di kelas-kelas berikutnya.
Satu tahun lamanya di kelas 1 MAN, suka dan duka aku alami termasuk kehidupan di pesantren. Kadang rasa lapar mengiringi perjalanan sekolah, jajan terbatas, dan sewaktu-waktu lambat kiriman uang dari orang tua. Semester kedua, aku memtuskan untuk mencoba mengatur uang sendiri berhenti membayar uang makan ke pesantren dengan niat akan masak sendiri. Satu saat kehabisan uang, stok beras habis, pulang sekolah tidak bisa makan apa-apa hingga sampai waktu isya. Gelap mata karena lapar, sudah tidak ada rasa malu tengok kanan dan tengok kiri berpikir adakah sesuatu yang bisa di makan, ternyata tidak. Eh...rupanya ada kawan, kakak kelas yang  senasib, rupanya dia juga lapar, muncul ide dalam pembicaraan kita jalan ke pinggiran jalan raya Plered untuk mencari biji durian, saat itu memang sedang musim durian. Sejengkal demi sejengkal, berpakaian santri, bersarung dang memakai kopiah, aku berdua menghampiri sisi belakang tukang durian dan aku punguti biji durian bekas orang makan. Setelah dapat sekantong plastik aku berdua kembali ke pondok lalu memasaknya. Bingung karena sudah malam, kira-kira jam 9 malam, cari kayu sulit dan basah tidak mungkin dibakar, maka disitulah ide kotor muncul....cari sandal yang bisa dibakar untuk memasak biji durian. Ternyata ada benarnya pernyataan bahwa kefakiran itu akan membawa kekafiran. Subhanallah....astaghfirullah. Berlalu sudah hari-hari kelaparan itu dengan memakan rebusan biji durian sekedar menahan perut kosong.
Motivasi untuk menghemat dan jiwa muda dengan nafsu yang bergelora, semua hal ingin dicapai, angan-angannya jauh melesat. Saat itu, aku mencoba mengamalkan amalan tertentu, aku berpuasa 3 hari, kemudian dilanjutkan 7 hari, setelah berbuka beberapa hari kemudian dilanjutkan berpuasa 14 hari, kemudian bertambah menjadi 21 hari, dan terakhir adalah 41 hari. Setelah aku hitung-hitung ternyata puasa hampir 3 bulan lamanya. Disitu saya merasakan badan letih dan agak kurus hingga kakekku bertanya, kenapa badanmu kurusan, aku bilang lagi sering puasa. Kakeku paham tentang apa yang saya lakukan, lalu ia bilang: nak....ga usah kamu sering puasa untuk mencari kesaktian karena orang yang sakti saat ini dan akan datang adalah orang yang berilmu, orang pandai bukan orang yang kebal dibacok dll. Maklumlah karena kakeku adalah mantan jawara, ia paham tentang kehidupan para jawara. Barulah aku mulai berhenti, lalu berputar haluan untuk konsen lagi dalam belajar.
Sesuai dengan minat yang tumbuh sewaktu di MTs, aku naik kelas dua dengan pilihan jurusan A1 (Agama) tanpa pilihan lainnya. Rasa ingin tahu karena membaca buku-buku filsafat, membuatku terus berani bertanya dan senang menggali berbagai pengetahuan kecuali matematika, ya...sadar bahwa aku sepertinya tidak memiliki bakat numerik. Memulai belajar di kelas 2, aku juga berpindah pesantren ke Daruttauhid Arjawinangun karena aku merasa kurang puas dengan jenis kajian yang ada di pesantren sebelumnya. Aktivitas ibadah rajin aku lakukan bersama teman-teman, solat duha dan dzuhur berjamaah, motivasinya banyak disamping memiliki sesuatu yang diharapkan di masa depan juga karena tidak ada uang jajan, malu rasanya kalau hanya diam di kelas, maka aku manfaatkannya pergi ke masjid besar di belakang sekolah.
Bahasan Inggris merupakan salah satu mata pelajaran yang aku sukai, banyak belajar dan menggali dari Pak Lili, seorang guru muda yang ganteng dan pandai. Ketertarikannya pada mata pelajaran bahasa Inggris membuat aku sering mendekati teman yang cukup lihai, Sofyan dan Abu Dzar saat itu cukup aku kagumi karena kepandaiannya dalam berbahasa Inggris. Pelajaran lain adalah tafsir hadits, Pak Anwar adalah guru yang berwibawa dan kharismatis. Wajahnya familier namun disegani oleh banyak siswa. Aku mencoba berlomba saat itu ketika Pak Anwar memberikan tugas hafalan ayat-ayat alquran, beliau menjanjikan bahwa siapa yang hafal tercepat maka akan dijadikan asisten dan nilainya dijamin minimal 8 di raport. Usaha keras aku lakukan namun apa daya, teman akrabku Nasuha lebih cepat menghafal. Jadilah dia asisten Pak Anwar yang diberi tugas mengoleksi hafalan semua siswa lainnya, alhamdulillah aku masuk yang kedua setelahnya.
Masuk kelas III, belajar dengan guru baru lainnya, Pak Aef Saefullah adalah guru favorit karena kepandaiannya dalam menjelaskan pelajaran dan keluasan materi yang disampaikan, disitu aku sering bertanya dan meminjam buku yang beliau tawarkan. Buku “Siapa yang menabur angin akan menuai badai” salah satunya aku baca dan mengenal sosok Sukarno sebagai pemimpin revolusi sekaligus motivator. Salah satu pernyatannya adalah “gantungkan cita-citamu setinggi langit” kira-kira seperti itu. Perjalanan di kelas III Aliyah cukup mengesankan, belajar sambil bermain dengan teman-teman yang asyik, Wasnedi sosok humoris yang sering berkata ceplas ceplos, Ade Yahya laki-laki ganteng katanya yang sangat penurut terhadap orang tuanya.
Gelak tawa sering terjadi di kelas III Agama 2 adalah ketika pelajaran Bahasa Arab yang diampu oleh Pak Sibro Mulaisi. Gaya mengajarnya yang penuh dengan candaan dan sering mengkultuskan pada sosok murid tertentu “Suanna” namanya, dia adalah siswa yang sering disebut beliau. Pak Sibro guru Bahasa Arab yang sangat fasih berbahasa Inggris dan Arab, mengajar tentang materi ilmu balaghoh dan ma’ani meskipun sepintas, namun cukup memberikan kesan. Tidak lupa adalah Ibu Mamnu’ah adalah wali kelas III yang sangat ramah, bijak, dan kata-katanya banyak menyentuh kesadaran kita, beliau adalah sosok berjasa yang mengantarkan siswa hingga lulus, untuk aku, beliau berjasa mendaftarkan ke IAIN SGD Bandung melalui jalur PMDK (penelusuran minat dan kemampuan), betapa tidak, wong aku dan orang tuaku tidak paham sama sekali tentang bagaimana kuliah itu, dan akhirnya aku lulus diterima di Fakultas Tarbiyah jurusan Pendidikan Bahasa Arab.
Pulang pergi pesantren di Arjawinangun ke sekolah di Plered selama dua tahun mengingatkanku masa-masa berpacu dalam kemandirian, mengatur waktu, belajar kitab, dan sekolah. Kopayu adalah langganan setia yang berjasa mengantarkan ke sekolah setiap hari, padat dan bergelantungan sudah biasa, bahkan berlarian mengejar mobil berebutan dengan siswa lainnya manjadi makanan setiap hari. Kisah sedih dan menyenangkan sebagai sosok remaja yang telah mengenal perasaan terhadap lawan jenis menjadi bagian yang mewarnai perjalanan siswa SLTA. Tidak dipungkiri memang, perasaan dan jalinan itu ada mengalir seperti air dari hulu ke hilir meskipun tidak jelas targetnya.  
Akhir sebuah cerita di Aliyah, tour ke Yogyakarta berkesan hingga kini, maklumlah orang kampung yang jarang berekreasi kemudian tour sangat jauh, terasa gembira bersama teman-teman, Reni, Yuni, Elvia, Sulastri, Oom, Saroni, Oing, Miftahul Jannah, Nurbani, itu sebagian lainnya dari kawan-kawan yang masih ingat dalam benak. Aku berdoa semoga kawan-kawanku semua senantiasa dalam keberkahan, sehat fisik dan psikisnya, dan sebagian yang belum terkoneksi bisa tersambung lewat jaringan global yang tidak terbatas.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar