Kamis, 22 Maret 2018

KINERJA MENGAJAR GURU TERSERTIFIKASI DAN TIDAK TERSERTIFIKASI


Abstract
Teaching performance is the most essential factor from another resources of non human factor in raw input of education system. The teacher as an activator of another resources in education. So, the goals of the research are to analyze the different of teaching performance between certified and non certified teacher. The method of research used survey with quantitative approach through the techniques of data collection by Likert scale of questionnaire to the teacher’s Islamic Junior High School. Population and sample as an analysis unit of the research are 100 of teacher’s Islamic Junior High School. Data analysis techniques used one samples t test. Location of research focused on the teacher of Islamic Junior High School in Bekasi. The result of the research are no different of teaching performance between certified and non certified teacher.

Keyword : Teaching performance, Certified and non certified teacher     

PENDAHULUAN
              Dalam proses pengelolaan pendidikan terdapat beberapa unsur penting, yaitu unsur sumber daya manusia, unsur material dan unsur biaya. Unsur sumber daya manusia adalah guru, staf, siswa, unsur material adalah gedung, sarana fisik, sumber belajar, dan unsur biaya adalah pembiayaan proses pendidikan. Unsur-unsur tersebut saling berkaitan satu sama lain menjadi satu sistem yang tidak terpisahkan dalam proses pendidikan.
      Dari berbagai unsur di atas, guru sebagai unsur manusia memiliki peran  strategis dalam menggerakkan aktivitas pendidikan, bahkan sumberdaya pendidikan lain menjadi kurang berarti apabila tidak disertai dengan kinerja guru yang memadai, meskipun kinerja guru ini tidak dapat dilepaskan dari sumberdaya pendukung lainnya yang dapat menyebabkan optimalisasi kerja. Dengan kata lain, guru merupakan ujung tombak dalam upaya peningkatan kualitas layanan, proses, dan hasil pendidikan. Seperti dikatakan Fasli Jalal & Dedi Supriadi (2001 : 262), bahwa guru merupakan kunci utama yang memiliki peran besar dalam peningkatan mutu pendidikan, guru berada pada titik sentral dari setiap usaha perbaikan pendidikan yang diarahkan pada perubahan seluruh aspek seperti kurikulum, metode dan pengembangan sarana prasarana.
Direktur Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah Kementeriaan Pendidikan Nasional (dalam Sudrajat: 2008), menyatakan bahwa berdasarkan hasil penelitian pada negara-negara berkembang bahwa faktor yang memberikan kontribusi paling besar terhadap prestasi belajar siswa adalah berasal dari faktor guru sebesar 36%, sedangkan sisanya adalah faktor manajemen sebesar 23%, faktor waktu belajar sebesar 22%, dan faktor sarana fisik sebesar 19%.  
Kondisi ril madrasah-madrasah (lembaga pendidikan yang dikelola Kementerian Agama), terdapat 60 % guru madrasah (MI, MTs, dan MA) tidak memiliki kualifikasi yang memadai sebagai guru, sebanyak 20 % guru mengajar di luar bidang keahliannya, dan dari seluruh guru yang ada ternyata hanya 20 % yang layak dari segi kualifikasi pendidikannya (Fasli Jalal & Dedi Supriadi, 2001 : 262).
Dari sisi lain, berdasarkan hasil penelitian bahwa skor penguasaan guru terhadap metodologi pembelajaran yang diterapkan di kelas hanya mencapai sekitar 51,81 % dan aspek yang paling rendah terdapat pada aktivitas menganalisis pembelajaran dengan skor 37,08% (Umul Hidayat, 2006: 92). Rendahnya penguasaan pada beberapa aspek di atas menunjukkan rendahnya kinerja guru dalam mengajar.
Secara empirik, rendahnya minat masyarakat terhadap Madrasah khususnya Madrasah Aliyah di Kota Bekasi, dikuatkan dengan hasil penelitian yang menunjukkan rendahnya mutu Madrasah Aliyah dilihat dari 8 standar nasional pendidikan yang terindikasi pada rendahnya mutu proses pembelajaran yang berdampak pada rendahnya kompetensi lulusan hanya mencapai 23,7 % yang mampu bersaing dalam memasuki Perguruan Tinggi Negeri dan lemahnya kinerja mengajar guru dalam melakukan interaksi pembelajaran, yaitu hanya 36,6 % (Tim Mapenda Depag Kota Bekasi, 2007: 35).
        Berdasarkan uraian di atas, maka tujuan penelitian ini untuk memperoleh data yang valid dan reliabel tentang kinerja mengajar guru yang sudah disertifikasi dan yang belum di sertifikasi sehingga dapat diketahui jenis kebutuhan diklat bagi guru saat ini.

KERANGKA TEORITIK
Berpijak pada urgensi peran dan fungsi guru, Pemerintah mendorong disejajarkannya profesi guru dengan profesi-profesi lainnya yang layak mendapatkan penghargaan profesional atas kinerjanya. Sebagai bukti profesionalitas guru yang layak melakukan aktivitas akademik, maka dikeluarkan legalisasi melalui proses sertifikasi guru yang diamanatkan dalam UU No 20/2003 tentang Sisdiknas, yaitu dalam pasal 39 ayat (2) dinyatakan, pendidik merupakan tenaga profesional yang bertugas merencanakan dan melaksanakan proses pembelajaran, menilai hasil belajar, serta melakukan pembimbingan dan pelatihan, pasal 42 ayat (1) bahwa pendidik harus memiliki kualifikasi akademik dan sertifikasi sesuai dengan jenjang kewenangan mengajar, sehat jasmani dan rohani, serta memiliki kemampuan untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional.
Amanat Undang-Undang Sisdiknas tersebut di atas, diterjemahkan dalam UU nomor 14 tahun 2005 tentang guru dan dosen, diantaranya disebutkan pada bab II pasal 2 ayat (1) bahwa guru mempunyai kedudukan sebagai tenaga profesional pada jenjang pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan anak usia dini pada jalur pendidikan formal yang diangkat sesuai dengan peraturan perundang-undangan, dan pada ayat (2) disebutkan bahwa pengakuan kedudukan guru sebagai tenaga profesional sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibuktikan dengan sertifikat pendidikan, dan pada pasal 8 ayat (1), disebutkan bahwa guru wajib memiliki kualifikasi akademik, kompetensi, sertifikat pendidik, sehat jasmani dan rohani, serta memiliki kemampuan untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional.
Implementasi program sertifikasi guru secara teknis dirinci dalam Peraturan Menteri Pendidikan Nasioanl Nomor 18 Tahun 2007, diantaranya dinyatakan bahwa sertifikasi bagi guru dalam jabatan adalah proses pemberian sertifikat pendidik untuk guru dalam jabatan. Sertifikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diikuti oleh guru dalam jabatan yang telah memiliki kualifikasi akademik sarjana (S1) atau diploma(D-IV).
Orientasi peningkatan kinerja guru yang terkandung dalam kebijakan sertifikasi guru diikuti dengan dampak material sebagai kompensasi yang diterima oleh setiap guru sebagai hak atas sertifikat yang dimilikinya sebagai pendidik profesional, yaitu berupa pemberian kompensasi berupa tunjangan profesi. Saat ini tunjangan profesi guru sudah diberikan meskipun belum seluruhnya dari jumlah guru yang ada. Tunjangan profesi yang diterima guru seyogyanya berdampak pada kinerja mereka dalam menjalankan tugas dan kewajibannya yang didorong dengan motivasi tinggi untuk melakukan proses pendidikan dan pembelajaran yang berkualitas setelah kebutuhan materilnya dipenuhi. Dengan demikian, selayaknya pemberian kompensasi berupa peningkatan atau pemberian kesejahteraan guru ini diikuti dengan motivasi, komitmen dan kinerja yang tinggi sebagai guru profesional yang bertanggungjawab.
Kinerja merupakan nilai dari seperangkat perilaku yang berkontribusi baik secara positif maupun negatif terhadap pencapaian tujuan organisasi, artinya kinerja positif akan berkontribusi pada semakin tercapaianya tujuan organisasi, dan semakin negatif kinerja, maka akan berpengaruh terhadap semakin jauh pencapaian tujuan, seperti dikatakan “Job performance is formally defined as the value of the set of employee behaviors that contribute, either positively or negatively, to organizational goal accomplishment”. (Jasson A. Colquitt, et.al, 2009: 37)
Bentuk kualifikasi dan kompetensi seorang guru dijelaskan Muijs and Reynolds dalam Jeff Jones, Mazda Jenkin and Sue Lord (2006: 5) bahwa kinerja guru yang efektif sangat bergantung pada beberapa aspek, yaitu :
“The effective teachers performanace: 1. have a positive attitude; 2. develop a pleasant social / psychological climate in the classroom; 3. have high expectations of what pupils can achieve; 4. communicate lesson clarity; 5. practise effective time management; 6. employ strong lesson structuring; 7. use a variety of teaching methods; 8. use and incorporate pupil ideas; and 9. use appropriate and varied questioning”.
Bahwa kinerja seorang guru akan efektif bila memiliki kriteria sebagai berikut:  memiliki sikap positif, mampu membangun iklim kelas yang kondusif, memiliki harapan yang besar terhadap keberhasilan siswa, mampu berkomunikasi dengan jelas, dapat mengelola waktu secara efektif, menggunakan struktur pembelajaran yang jelas, menggunakan berbagai macam metode pembelajaran yang bervariasi, menggali dan menggunakan ide-ide siswa, dan menggunakan berbagai model pertanyaan yang bervariasi.
Danielson dalam Sergiovanni & Starra (2002: 183-185) menggambarkan kinerja guru dalam 4 domain level kinerja, yaitu : Persiapan dan perencanaan, lingkungan kelas, pelaksanaan pembelajaran, dan tanggungjawab profesi.
Menurut Helmut R. Lang & David N. Evans (2006 : 298) bahwa kegiatan mengajar dimulai dengan tahap pertama berupa perencanaan sebelum kegiatan pembelajaran dimulai, tahap kedua adalah menjelaskan tujuan pembelajaran yang dikaitkan dengan apa yang telah dipelajari sebelumnya dan yang akan dipelajari berikutnya, tahap ketiga adalah menyajikan dan mengorganisasi kemajuan belajar yang dapat meningkatkan pemahaman dan daya ingat terhadap materi yang telah diajarkan, tahap keempat adalah melibatkan dan memotivasi belajar siswa dengan memberikan penjelasan yang disertai contoh-contoh sehingga membantu mereka untuk memahami pelajaran, tahap kelima adalah memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengulang dan mempraktekkan pelajaran yang telah lalu sehingga ada penguatan atas apa yang mereka dapatkan, dan tahap terakhir adalah pemberian tes untuk mengetahui seberapa baik pemahaman siswa terhadap pelajaran.
 1).  Membuat Perencanaan Mengajar
Aktivitas guru dalam melakukan rangkaian pembelajaran dimulai dari menyusun rencana belajar mengajar, mengorganisasikan, menata, mengendalikan, membimbing, dan membina terlaksanannya proses belajar mengajar secara relevan, efisien, dan efektif, menilai proses dan hasil belajar, dan mendiagnosis faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat keberhasilan proses belajar untuk dapat disempurnakannya proses belajar mengajar selanjutnya (Soedijarto, 1993 : 96).
Perencanaan mengajar merupakan persiapan yang dibuat sebagai standar atau rambu-rambu dalam proses pembelajaran di kelas. Menurut Fred C. Lunenburg & Beverly J. Irby (2006: 88-89) konten perencanaan pembelajaran adalah meliputi:
a.     Goal, yaitu sasaran umum yang hendak dicapai dalam pembelajaran
b.     Tujuan, yaitu aspek khusus yang harus dikuasai siswa setelah mengikuti proses pembelajaran yang mengacu pada pola abcd (audience, behavior, condition, degree)
c.     Menentukan materi yang akan diajarkan
d.     Level dan karakteristik siswa, yakni memperhitungkan berbagai perbedaan yang memungkinkan berbedanya pencapaian tujuan
e.     Penilaian, yaitu melakukan penilaian atas tujuan yang telah ditetapkan

2). Melaksanakan Pembelajaran
Mengajar merupakan tugas menantang dan kompleks karena yang dihadapi adalah manusia yang masing-masing memiliki karakteristik berbeda tetapi tetap harus dijamin mencapai keberhasilan. Oleh karena itu, seorang guru memiliki peran supermulti, yaitu sebagai pendidik, pengajar, pelindung, dll.
            Menurut Linda Darling Hammond (2006: 115) bahwa mengajar merupakan kegiatan membangun dan memodifikasi materi sesuai pengalaman siswa, memilih dan menggunakan materi pembelajaran sesuai dengan pengalaman siswa, mendesain aktivitas pembelajaran yang menarik siswa, menggunakan contoh-contoh dalam pembelajaran sesuai yang dialami siswa, mengelola kelas dengan berbagai cara sehingga menentukan gaya interaksi dalam pembelajaran, dan menggunakan teknik evaluasi yang bervariasi.
Menurut Schunk, Pintrich, Meece (2008: 304) bahwa pembelajaran yang efektif dilakukan melalui tahapan berikut:
a)  Memulai pembelajaran dengan penjelasan singkat prasayarat dan tujuan pembelajaran.
b)  Menyampaikan materi baru pada beberapa tahapan dan memberikan kesempatan kepada siswa untuk mempraktekkannya.
c)  Menjelaskan secara gamblang, jelas dan instruksi yang detil.
d)  Menyiapkan siswa dalam melakukan praktek
e)  Meminta pertanyaan, mengecek pemahaman siswa, dan memberikan respon terhadap semua siswa.
f)   Memandu siswa selama mengikuti kegiatan praktek
g)  Menyiapkan feedback dan koreksi yang sistematis
h)  Memberikan instruksi yang eksplisit dan latihan praktis serta memonitornya
              Sedangkan keterampilan teknis yang harus dikuasai adalah keterampilan-keterampilan khusus sehingga tujuan dapat tercapai dengan baik, diantara keterampilan itu adalah  : Ketrampilan bertanya (question skill ), Ketrampilan memberi penguatan (reinforscement skills), Keterampilan mengadakan variasi (variation skills), Ketrampilan menjelaskan (exsplanation skills), Ketrampilan membuka dan menutup pelajaran (set induction and closure), Ketrampilan membimbing diskusi kelompok kecil, Ketrampilan mengelola kelas, dan Ketrampilan mengajar perseorangan (M. Uzer Usman, 1992 : 66).

3).  Melakukan evaluasi
Penilaian hasil belajar yang dilakukan oleh guru mencakup 4 aspek, yakni aspek pengetahuan dan pemahaman konsep (yaitu bagaimana siswa dapat mendemonstrasikan pemahamannya), aspek kemampuan berpikir (yaitu bagaimana siswa dapat berpikir atau menunjukkan indikator bahwa mereka dapat berpikir), aspek keterampilan (yaitu apa yang dapat siswa lakukan yang mengindikasikan adanya perubahan), dan aspek perilaku (yaitu bagaimana perilaku siswa menunjukkan perubahan positif di kelas) (Donald C. Orlich, et al. 2010: 325).
Pelaksanaan  evaluasi dapat dikelompokkan menjadi dua bagian, yaitu tes formatif dan tes sumatif (Anthony J. Niko & Susan M. Brookhart, 2007: 120-127). Secara luas Anthoni dan Susan ini menjelaskan gambaran kedua tes tersebut di atas. Tes formatif digunakan untuk mendapatkan informasi tentang pencapaian target yang dicapai siswa dalam pembelajaran yang fungsinya untuk membuat perencanaan pembelajaran selanjutnya, mendiagnosis kesulitan belajar siswa, dan untuk memberikan informasi kepada siswa bersangkutan tantang bagaimana cara meningkatkannya. Ada tiga teknik yang digunakan dalam tes formatif ini, yaitu: oral assesment technique,paper and pencil assesment technique, portfolio technique. Sedangkan tes sumatif dilakukan secara formal untuk mengevaluasi pencapaian target belajar siswa untuk diinformasikan kepada siswa, orang tua maupun pengawas sekolah dengan dua teknik yaitu: teacher crafted technique dan external technique.
Wilson (1999: 158) menggambarkan pengukuran kinerja dengan tujuh macam metode, yaitu:  penilaian kinerja yang dilakukan oleh atasan langsung, penilaian oleh diri sendiri, penilaian oleh bawahan, penilaian oleh teman sejawat, penialaian secara tim, dan penilaian umpan balik 360 derajat yang berfokus pada pengembangan skill.  
       
METODOLOGI  PENELITIAN
Pendekatan dalam penelitian ini adalah pendekatan kuantitaif, metode survey dan teknik analisisnya adalah analisis jalur. Obyek penelitian guru Madrasah Aliyah tersertifikasi dan belum tersertifikasi di Kota Bekasi, waktu pelaksanaan penelitian  bulan Juli – September 2012.
Menurut Moh. Nazir (1999 : 325) bahwa populasi adalah kumpulan dari individu dengan kualitas serta ciri-ciri yang telah ditetapkan. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh guru Madrasah Aliyah di Kota Bekasi yang berjumlah 489 orang, sebanyak 187 guru telah lulus sertifikasi dan sisanya 302 orang belum disertifikasi.
Besaran jumlah sampel yang diambil dari populasi didasarkan pada pendapat Suharsimi Arikunto (2006: 134) bahwa apabila populasi subyeknya cukup besar maka sebagai ancer-ancer sampel diambil antara 10 – 15 % atau 20 – 25 %. Dalam penelitian ini, sampel diambil sebanyak 20 % dari jumlah total populasi 489 orang guru yaitu 97,8 dan digenapkan menjadi 100 orang.
 Instrumen penelitian menggunakan model skala Likert dengan 5 pilihan jawaban yang telah diuji validitasnya dengan menggunakan korelasi Product Moment. Hasil uji validitas, bahwa instrumen kinerja mangajar dari 53 butir ternyata 8 butir drop dan 45 valid. Uji reliabilitas instrumen dengan menggunakan rumus Alfa Cronbach. Ketentuan tentang tingkat reliabilitas butir instrumen diungkapkan oleh Sugiyono (2011: 184) bahwa instrumen dikatakan reliabel apabila memiliki skor reliabilitasnya minimal 0,60, jika kurang maka tidak reliabel. Berdasarkan perhitungan reliabilitas, diperoleh skor Alpha Cronbach variabel kinerja mengajar sebesar 0,942 > 0,60 yang berarti instrumen kinerja mengajar reliabel.
Analisis data untuk menguji hipotesis penelitian menggunakan bantuan program SPSS 16,00 dengan rumus one sample t test sehingga diketahui ada tidaknya perbedaan antara kedua sampel. Sedangkan analisis deskriptif menggunakan statistik deskriptif kemudian dikonsultasikan dengan tabel kriteria skor rerata variabel dan penafsiran sebagai berikut :

Tabel 1
Kriteria Skor Rerata Setiap Variabel
Rentang Nilai
Kriteria
Penafsiran
4,01 – 5,00
Sangat Tinggi
Sangat Baik
3,01 – 4,00
Tinggi
Baik
2,01 – 3,00
Cukup
Cukup Baik
1,01 – 2,00
Rendah
Kurang Baik
0,00 – 1,00
Sangat rendah
Sangat Kurang Baik


HASIL PENELITIAN
1.   Analisis Variabel
Kinerja mengajar guru meliputi perencanaan mengajar, pelaksanaan pembelajaran, evaluasi pembelajaran dan perbaikan atau pengembangan. Deskripsi variabel kinerja mengajar guru dalam penelitian ini diperoleh melalui perhitungan rata-rata terhadap skor jawaban dari 45 butir pertanyaan yang dijawab oleh guru dan kepala madrasah sebagai responden di Madrasah Aliyah se-Kota Bekasi.  Berdasarkan hasil perhitungan dari empat dimensi yakni perencanaan pembelajaran, pelaksanaan pembelajaran, evaluasi pembelajaran dan perbaikan atau pengembangan, dua dimensi memiliki kriteria baik yaitu perencanaan (skor 3,66) dan evaluasi pembelajaran (skor 3,62), sedangkan satu dimensi yakni pelaksanaan pembelajaran memiliki kriteria cukup baik (skor 2,99) dan satu dimensi perbaikan atau pengembangan memiliki kriteria kurang (skor 2,00).
Dimensi perencanaan pembelajaran terdiri dari 4 butir pertanyaan dan selurunya memiliki kriteria baik, dimensi pelaksanaan pembelajaran memiliki 32 pertanyaan, 29 butir memiliki kriteria cukup dan baik dan sisanya 3 butir memiliki kurang baik (yaitu menggunakan strategi yang menyenangkan, menggunakan metode yang bervariasi, dan menggunaan media pembelajaran yang menarik minat belajar siswa), dan dimensi perbaikan atau pengembangan memiliki 2 butir pertanyaan dan keduanya memiliki kriteria kurang atau lemah.  

2.     Uji Hipotesis
Untuk menguji hipotesis penelitian menggunakan uji statistik uji “t” dengan bantuan program SPSS 16,00. Hipotesis penelitian yang diuji sebagai berikut :
 : µ1 > µ2
 : µ1 = µ2

Hasil perhitungan diperoleh skor Coeffisients sig. sebesar 0.592 dan nilai probabilitas yang digunakan adalah 0.05, jadi 0.592 > 0.05, maka Ho diterima dan Ha ditolak artinya kinerja guru yang belum disertifikasi dengan guru yang sudah disertifikasi memiliki varians yang sama. Artinya bahwa guru yang belum disertifikasi dengan guru yang sudah disertifikasi tidak mengalami perbedaan.
Gambaran tersebut di atas, bahwa ternyata guru Madrasah Aliyah se-Kota Bekasi yang sudah dan yang belum disertifikasi memiliki kinerja yang sama atau tidak memiliki perbedaan meskipun sekilas terlihat tampak perbedaan akan tetapi setelah dilakukan uji beda mean ternyata keduanya sama atau tidak berbeda. Dilihat dari rerata skor antara guru yang belum dan sudah disertifikasi pada gambar di atas hanya terpaut sedikit yakni 139,82 dan 143,70 sehingga secara statistik setelah dilakukan pengujian ternyata tidak ada perbedaan. Dengan demikian, bahwa program sertifikasi guru yang diharapkan dapat mendorong kinerja guru ternyata tidak banyak berpengaruh mengubah kinerja mengajar guru lebih baik daripada guru yang belum disertifikasi. Hal ini berarti, program sertifikasi guru baru sampai pada tahap mensejahterakan guru dengan diberikannya tunjangan profesi dan belum menyentuh atau meningkatkan kinerja mereka.

3.   Pembahasan
Kinerja mengajar guru Madrasah Aliyah di Kota Bekasi aktivitas dan perilaku kerja guru baik PNS maupun non PNS yang dilandasi dengan pengetahuan dan kemampuan dalam membuat perencanaan pembelajaran, melaksanakan pembelajaran dan mengevaluasi pembelajaran, penguasaan konten materi pelajaran dan pedagogi, serta kemampuan melakukan hubungan kerjasama dengan orang tua, lembaga dan masyarakat terkait dengan isu-isu pendidikan. Kinerja mengajar guru di bagi ke dalam dua kelompok yaitu kelompok kinerja mengajar guru yang telah disertifikasi dan kelompok kinerja mengajar guru yang belum disertifikasi.
Kinerja mengajar guru memiliki empat dimensi yakni perencanaan pembelajaran, pelaksanaan pembelajaran, evaluasi pembelajaran dan perbaikan atau pengembangan. Dari empat dimensi tersebut di atas, dua dimensi memiliki kriteria baik yaitu dimensi perencanaan dan evaluasi pembelajaran, sedangkan dua dimensi lainnya yaitu pelaksanaan pembelajaran memiliki kriteria cukup baik dan perbaikan atau pengembangan kurang atau lemah.
Klasifikasi baik dan cukup baik pada setiap aspek dari dimensi kinerja mengajar guru di atas, bahwa dimensi perencanaan pembelajaran memiliki kriteria baik, dimensi pelaksanaan pembelajaran memiliki 32 secara umum memiliki kriteria cukup baik dan hanya beberapa aspek yang memiliki kriteria kurang baik (yaitu menggunakan strategi yang menyenangkan, menggunakan metode yang bervariasi, dan menggunakan media pembelajaran yang menarik), dimensi evaluasi pembelajaran seluruhnya memiliki kriteria baik, dan dimensi perbaikan atau pengembangan secara umum memiliki kriteria kurang terutama pada aspek melakukan refleksi atas aktivitas pembelajaran yang dilakukannya tergolong paling kurang.  
Dalam konteks di Madrasah Aliyah se-Kota Bekasi, secara umum dikatakan bahwa rata-rata kinerja mengajar guru memiliki kriteria baik. Beberapa aspek memiliki kriteria baik, beberapa aspek lain tergolong cukup baik dan terdapat pula aspek dengan kategori kurang baik yakni pada aspek penggunaan strategi pembelajaran yang menyenangkan, penggunaan metode yang bervariasi, penggunaan media pembelajaran yang menyenangkan minat belajar siswa, dan lemahnya melakukan refleksi. Hal ini berarti kecenderungan proses pembelajaran masih sering dilakukan dengan pola-pola konvensional dan belum banyak menggunakan metode atau model-model pembelajaran kooperatif, interaktif yang menyenangkan dan saat ini berkembang serta belum terbiasanya guru melakukan refleksi atas kegiatan belajar mengajar yang telah dilakukannya.
Setelah dilakukan uji perbedaan antara guru yang sudah disertifikasi dengan guru yang belum disertifikasi diperoleh gambaran sebagai berikut: Dimensi perencanaan pembelajaran yang terdiri dari 4 butir pertanyaan, perbedaan guru tersertifikasi dan belum tersertifikasi terdapat pada beberapa aspek, yakni aspek menentukan tujuan dan sumber belajar dimana guru yang belum tersertifikasi memiliki kriteria cukup baik sedangkan guru tersertifikasi seluruh butir memiliki kriteria baik. Dimensi pelaksanaan pembelajaran dengan 32 pertanyaan, terdapat beberapa aspek yang berbeda yaitu pada aspek menjelaskan pelajaran, pengelolaan waktu belajar yang efektif, pelibatan siswa secara aktif dalam kegiatan pembelajaran untuk guru tersertifikasi memiliki kriteria baik dan untuk guru yang belum tersertifikasi memiliki kriteria cukup baik. Pada dimensi evaluasi pembelajaran dengan 7 butir pertanyaan seluruhnya memiliki kriteria baik. Dimensi terakhir adalah perbaikan atau pengembangan dengan 2 butir pertanyaan, guru tersertifikasi maupun belum tersertifikasi memiliki kriteria kurang.  
Masih lemahnya kinerja mengajar guru khusus pada aspek pelaksanaan pembelajaran yang aktif, kreatif dan menyenangkan dengan menggunakan berbagai metode dan pendekatan yang bervariasi, menunjukkan bahwa program sertifikasi yang telah diikuti tidak lebih sebagai acara seremonial yang diikuti sekedar menggugurkan kewajiban sebagai seorang pendidik untuk kemudian berhak mendapatkan legalisasi sertifikat profesi. Hal ini terbukti, meskipun dalam program PLPG diberikan materi tentang metodologi pembelajaran PAKEM (pembelajaran aktif, kreatif, efektif dan menyenangkan) ternyata ketika kembali ke tempat tugasnya masing-masing, pembelajaran kembali semula dengan menggunakan pola konvensional dengan pendekatan monolog ceramah.
Kondisi kinerja mengajar guru di atas, tidak terlepas dari upaya yang dilakukan baik oleh guru sendiri maupun oleh unsur eksternal lainnya, seperti dikatakan bahwa peningkatan kualitas guru dalam pelaksanaan tugasnya (professional growth) dapat diperoleh melalui usaha sendiri atau orang lain (Piet A. Sahertian, 1994 : 42). Artinya bahwa faktor eksternal juga turut berpengaruh terhadap peningkatan kinerja guru, diantaranya adalah kepemimpinan kepala madrasah, kelengkapan sarana dan budaya madrasah disamping faktor internal yang bersumber dari dalam diri guru tersebut bagaimana berusaha mengembangkan kemampuannya dalam mengajar.
Sejalan dengan hasil penelitian, dari sudut internal adalah kurangnya keterbukaan para guru dalam komunikasi profesi dalam bentuk refleksi atas proses belajar mengajar yang telah dilakukannya. Pada aspek ini, hasil penelitian menunjukkan masih rendah, artinya bahwa guru menganggap dirinya sebagai satu-satunya sumber belajar sehingga tidak terbuka dengan orang lain untuk memberikan penilaian atas apa yang dilakukannya, belum terbangunnya budaya diskusi dan saling mengkoreksi, lemahnya daya kritisi dan kepedulian dalam mengelola pembelajaran yang berkualitas, serta sikap puas terhadap pekerjaan yang telah dilakukannya. Maka hasilnya adalah proses pembelajaran tidak berubah menjadi lebih baik meskipun sebagian besar guru telah mengikuti program sertifikasi yang diharapkan dapat mendongkrak kinerja mereka.
Dari sudut pandang eksternal, sekembalinya guru yang telah disertifikasi ke tempat tugas masing-masing kurang dilakukan pengawasan, pembinaan dan pengembangan oleh kepala sekolah melalui supervisi akademik yang rutin dan kontinyu sehingga bekal yang telah diperoleh guru ketika mengikuti PLPG tidak berbekas, guru mengajar secara konvensional tanpa ada pemantauan dan pengawasan bahkan reward and punishment. Supervisi merupakan hal penting yang tidak dapat dilepaskan dalam proses pendidikan seperti dikatakan Melissa Luke & Janine M. Bernard (2006 : 14) bahwa supervisi sesungguhnya dibutuhkan untuk meningkatkan skill atau kemampuan terkait dengan penyelenggaraan pembelajaran di kelas, kemampuan melakukan penilaian, kemampuan melakukan koordinasi dengan guru lain, kemampuan memahami hubungan berbagai aktivitas di sekolah, kemampuan membuat perencanaan fungsi sekolah, kemampuan mengambil keputusan tentang sesuatu yang berkaitan dengan karir, kemampuan melakukan pengembangan layanan evaluasi, kemampuan menentukan intervensi kelas pembelajaran dan terakhir adalah kemampuan menghandel sesuatu sesuai dengan konteksnya yang bervariasi.
Terlepasnya aspek akademis dari pantauan kepala madrasah juga merupakan rangkaian akibat dari padatnya aktivitas kepala madrasah untuk mengurus masalah administrasi dan keuangan serta bantuan lainnya, kepala madrasah harus turun tangan mengelola dan mengamankan laporan keuangan, yang pada akhirnya tidak mampu menyentuh hal esensial dalam pendidikan yakni proses pembelajaran.

KESIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan di atas, maka dapat ditarik kesimpulan penelitian ini sebagai berikut :
1.     Kinerja mengajar guru Madrasah Aliyah se-Kota Bekasi secara umum tergolong baik, hanya pada dimensi pelaksanaan pembelajaran tergolong cukup (khususnya pasa dimensi penggunaan metode pembelajaran yang bervariasi dan menyenangkan serta penggunaan media pembelajaran yang menarik) dan pengembangan atau perbaikan tergolong kurang atau lemah khususnya pada aspek melakukan refleksi atas kegiatan pembelajaran yang telah dilakukannya.
2.     Tidak terdapat perbedaan kinerja mengajar guru Madrasah Aliyah se-Kota Bekasi antara yang sudah dengan yang belum disertifikasi.

REKOMENDASI
Terkait dengan temuan penelitian ini, maka penulis sampaikan beberapa rekomendasi sebagai berikut :
1.     Perlu adanya pengawalan program sertifikasi guru ini dengan membuat program lanjutan terkait dengan pembinaan dan pengembangan kinerja mengajar guru karena hasil penelitian ternyata tidak terdapat perbedaan antara guru tersertifikasi dan belum tersertifikasi.
2.     Perlu dilakukan pembinaan, pengawasan dan peningkatan keterampilan mengajar guru oleh kepala sekolah dan atau pengawas terutama pada aspek penggunaan metode dan strategi belajar mengajar karena aspek ini ditemukan masih lemah.
3.     Perlu diadakan atau diikutsertakannya guru pada kegiatan diklat terkait dengan model-model pembelajaran, diklat pembuatan dan penggunaan media pembelajaran interaktif, diklat ICT (Information and Communication Technology), dan diklat lesson Study dalam mendorong kebiasaan guru melakukan refleksi sehingga terjadi perbaikan pola pembelajaran secara terus menerus.

DAFTAR PUSTAKA

Akhmad Sudrajat. (2008). Pemberdayaan Guru. (Online). Tersedia: http://akhmadsudrajat.wordpress.com/2008/. (26 Pebruari 2010).
Arikunto, Suharsimi. (2006). Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik, Jakarta: Rineka Cipta.
Colquitt, Jasson A, Jeffery A. Lapine, & Michael J. Wesson. (2009). Organizational Behavior: Improving Performance and Commitment in the Workplace. New York: McGraw-Hill-Irwin.
Hammond, Linda Darling. (2006). Powerful Teacher Education, Lesson From Examplary Programs. USA: Jossey-Bass.
Hidayat, Umul. (2006). Upaya peningkatan kompetensi guru. Jurnal Penelitian Pendidikan Agama Dan Keagamaan. Vol. 4 No. 2 April-Juni 2006.
Jalal, Fasli & Dedi Supriadi. (2001). Reformasi Pendidikan Dalam Konteks Otonomi Daerah. Jakarta: Adicita Karya Nusa.
John P. Wilson. (1999). Human Resources Management: Learning and Training for Individuals and Organizations. London: Kogan Page Limited.
Jones, Jeff, Mazda Jenkin and Sue Lord. (2006). Developing Effective Teacher Performance. California. Paul Chapman Publishing.
Lang, Helmut R & David N. Evans. (2006).  Models, Strategies, and Methods 
Leonard, Edwin C, JR. (2010). Supervision. Concepts and Practices of Management. USA : Cengage.
Luke, Melissa  & Janine M Bernard. (2006). Counselor Education and Supervision. Washington: Jun 2006. Vol. 45, Iss. 4; pg. 282, 14 pgs
Lunenburg, Fred C & Beverly J. Irby. (2006). The Principalship. Vision to Action. USA : Cengage Learning.
Mapenda Departemen Agama Kota Bekasi Tahun 2007
Nazir, Moh. (1999). Metode Penelitian. Jakarta: Ghalia Indonesia.
Niko, Anthony J & Susan M. Brookhart.  (2007). Educational Assesment of Students. Fifth Edition. Ohio: Pearson Prentice Hall.
Orlich, Donald C. et al. (2010). Teaching Strategies a Guide to Effective Instruction, USA : Wadsworth.
Sahertian, Piet A. (1994). Profil Pendidikan Profesional. Yogyakarta : Andi Offset.
Schunk, Dale H, Paul R. Pintrich, Judith L. Meece. (2008). Motivation in Education, Theory, Reaearch, and Applications. Ohio, New Jersey.
Sergiovanni, Thomas J & Robert J. Starra. (2002). Supervision : A Redefinition. Sevent Edition. New York: McGraw-Hill.
Soedijarto. (1993). Memantapkan Sistem Pendidikan Nasional. Jakarta: Gramedia Widiasarana Indonesia.
Sugiyono. (2011). Metode Penelitian Kombinasi (Mixed Methods). Bandung: Alfabeta.
Sukardi. (2003). Metodologi Penelitian Pendidikan, Kompetensi dan Praktinya. Jakarta: Bumi Aksara.
Usman, M. Uzer. (1992). Menjadi Guru Profesional. Bandung : Remaja Rosdakarya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar