Kamis, 22 Maret 2018

PEMIMPIN YANG MELAYANI


Fenomena tertangkap/dipenjarakannya pemimpin/pejabat di negeri ini baik pada level Kabupaten/Kota, Provinsi bahkan nasional karena berbagai kasus seperti korupsi, narkoba, dan penyuapan terkait masalah hukum merupakan pemandangan mengerikan untuk masa depan bangsa ini meskipun KPK telah lama tegak berdiri dan demokrasi pemilihan langsung pimpinan daerah/pusat telah dibuka secara lebar namun sepertinya sistem itu tidak berdaya karena hingga saat ini belum mampu menseleksi lahirnya pemimpin berintegritas sesuai harapan rakyat dibandingkan besarnya modal yang dikeluarkan negara dengan jumlah banyaknya seremonial pemilu dari pusat hingga daerah yang melebihi jumlah hari dalam satu tahun.
Banyaknya kasus yang menimpa para pemimpin kita itu diakibatkan masih belum bergesernya paradigma kepemimpinan bahwa pemimpin itu adalah penguasa bukan pelayan sehingga dapat melakukan apa saja sampai menghalalkan banyak cara, jabatan lebih merupakan sarana mengumpulkan kekayaan  pribadi dan prestise akhirnya berdampak pada perilaku koruptif dan rakyat menjadi korbannya yang hidup selalu dalam kemiskinan, ketidak amanan lingkungan sosial, pertikaian antarkelompok bahkan semangat memisahkan menjadi negara sendiri karena ketidakpuasan terhadap pemimpin yang sesungguhnya tidak mempimpin. Kondisi ini, sejalan dengan fakta menarik diungkapkan Zulfi Suhendra yang mengutip Riset transparency tentang Corruption Perceptions Index tahun 2015 bahwa 68 persen negara di seluruh dunia punya masalah korupsi yang serius adalah negara yang masuk dalam negara G20 termasuk Indonesia. Kondisi korupsi pada level tinggi ini ada keterkaitan dengan konflik di sebuah negara yakni 5 dari 10 negara paling korup di dunia juga termasuk negara dalam 10 negara paling tidak aman atau tingkat perdamaiannya rendah. Bagaimana dengan Indonesia? Kita tentu menjawabnya dengan ilustrasi volume peritiwa kekerasan yang terjadi di masyarakat, rentetan tawuran antarkampung dan antarpelajar, dan tingginya angka kriminalitas di sekitar kita.
Dalam salah satu hadits Nabi SAW dikatakan Abu Maryam al’ Azdy r.a berkata kepada Muawiyah: Saya telah mendengar Rasulullah saw bersabda: siapa yang diserahi oleh Allah mengatur kepentingan kaum muslimin, yang kemudian ia sembunyi dari hajat kepentingan mereka, maka allah akan menolak hajat kepentingan dan kebutuhannya pada hari qiyamat. Maka kemudian muawiyah mengangkat seorang untuk melayani segala hajat kebutuhan orang-orang (rakyat). (HR. Abu Dawud & Attirmidzy)
Substansi makna dalam hadits di atas bahwa pemimpin merupakan pelayan bagi rakyatnya dan rakyat adalah tuan yang berhak mendapakan pelayanan yang baik. Dalam konteks ini, sesungguhnya bahwa pemimpin itu amanah vertikal yang harus berdampak horizontal sebagaimana ajaran Islam bahwa “inna sholati wa nusuki wa mahyaya wa mamati lillahi robbil ‘alamin” bahwa solatku, hidup dan matiku hanya untuk Allah SWT. Artinya bahwa memimpin itu hanya karena Allah tetapi efeknya dirasakan masyarakat luas.
Meskipun masih sporadis, kita bisa saksikan beberapa kepala daerah atau pejabat yang menjalankan fungsi kepemimpinannya sebagai pelayan masyarakat ternyata memiliki efek besar terhadap kehidupan warganya dan menjadi simbol keadilan yang patut diteladani. Itu barangkali yang disebut adil yakni menjalankan fungsinya sebagai pemimpin sesuai dengan amanat dan kewenangan yang diberikan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar