Kamis, 22 Maret 2018

KURIKULUM 2013


Abstrak
Aspek mendasar perubahan kurikulum 2013 dari kurikulum sebelumnya terdapat pada empat macam jenis kompetensi inti yang mengikat bagi semua mata pelajaran, yaitu kompetensi inti 1 (KI-1) berupa aspek sikap spiritual, kompetensi inti 2 (KI-2) berupa sikap sosial, kompetensi inti 3 (KI-3) berupa pengetahuan, dan kompetensi inti 4 (KI-4) berupa keterampilan. Hal lain adalah karakteristik pembelajaran menggunakan lima tahapan yaitu mengamati, menanya, menalar/mengasosiasi, menggali/mencoba, dan mengkomunikasikan, dan dua hal penting yaitu pendekatan pembelajaran saintifik dan penilaian autentik yang menekankan pola pembelajaran joyfull learning (pembelajaran yang menyenangkan). Berbagai perubahan di atas, keberhasilannya sangat bergantung pada bagaimana guru dalam mengimplementasikannya dengan kemasan pembelajaran yang kreatif dan inovatif.

PENDAHULUAN
Pendidikan adalah aspek yang sangat strategis dalam pembangunan suatu bangsa. Berbagai kajian baik lokal maupun internasional, menunjukan betapa kuatnya hubungan antara proses pendidikan yang dikembangkan suatu Negara dengan tingkat perkembangan dan pertumbuhan Negara tersebut yang terindikasi pada peningkatan ekonomi dan kondisi sosial budaya masyarakatnya. Artinya, kokohnya suatu Negara tidak terpisahkan dari upaya pengembangan pendidikan yang merata dan bermutu sehingga menghasilkan sumber daya manusia yang handal dan kompetitif.
Kurikulum merupakan aspek yang tidak dapat dipisahkan dalam proses pendidikan yang didalamnya terdapat berbagai input saling berkaitan dan menentukan eksistensi proses pendidikan itu sendiri. Menurut Nana Syaodih S, dkk (2006:7), input pendidikan diklasifikasikan menjadi tiga, yaitu : (1) Raw input, yaitu siswa yang meliputi intelek, fisik-kesehatan, sosial-afektif dan peer group. (2) Instrumental input, meliputi kebijakan pendidikan, program pendidikan (kurikulum), personil (Kepala sekolah, guru, staf TU), sarana, fasilitas, media, dan biaya, dan (3) Environmental input, meliputi lingkungan sekolah, lingkungan keluarga, masyarakat, dan lembaga sosial, unit kerja. Dari tiga input di atas, kurikulum sebagai sebuah kumpulan mata pelajaran yang disiapkan untuk peserta didik yang dalam istilah Ahmad Tafsir (2010: 80) adalah sejumlah mata pelajaran yang harus ditempuh / dipelajari atau sekumpulan mata pelajaran yang ditawarkan oleh lembaga merupakan bagian penting yang dapat memberikan warna dan karakteristik bagi sebuah lembaga pendidikan
Mata pelajaran Pendidikan Agama Islam (saat ini menjadi Pendidikan Agama Islam dan Budi Pekerti) adalah mata pelajaran yang wajib diajarkan kepada siswa pada semua jenjang pendidikan dengan durasi 4 jam per minggu untuk sekolah dasar dan 3 jam untuk sekolah menengah pertama dan menengah atas, seperti dinyatakan pada pasal 3 ayat 1 Peraturan Pemerintah Nomor 55 Tahun 2007 tentang Pendidikan Agama dan Pendidikan Keagamaan bahwa setiap satuan pendidikan pada semua jalur, jenjang, dan jenis pendidikan wajib menyelenggarakan pendidikan agama. Mata pelajaran ini merupakan salah satu mata pelajaran yang diajarkan secara mandiri dari jenjang Sekolah Dasar hingga Sekolah Menengah Atas atau Kejuruan, artinya, pada tingkat Sekolah Dasar dengan pola pembelajaran tematik tidak berlaku untuk mata pelajaran Pendidikan Agama Islam. Hal ini dinyatakan pula dalam Peraturan Pemerintah di atas pasal 4 ayat 2, bahwa setiap peserta didik pada satuan pendidikan di semua jalur, jenjang, dan jenis pendidikan berhak mendapat pendidikan agama sesuai agama yang dianutnya dan diajar oleh pendidik yang seagama. Pernyataan di atas, meskipun tidak secara eksplisit menyatakan pelarangan pembelajaran PAI di SD secara tematik integrasi, akan tetapi memiliki makna tersirat adanya pelarangan karena jika dilakukan pembelajaran tematik integrasi maka memungkinkan pembelajaran agama apapun diajarkan oleh guru yang tidak seagama sebagaimana mata pelajaran lainnya.

MENGAPA KURIKULUM HARUS BERUBAH
Perubahan dan pengembangan kurikulum menjadi satu keniscayaan yang tidak terelakkan di Negara manapun termasuk Indonesia yang telah mengalami perubahan semenjak tahun 1973, kurikulum 1975, kurikulum 1984, kurikuum 1994, kurikulum 1997, kurikulum 2004, kurikulum 2006 yang kemudian direvisi kembali pada tahun 2013 tetap sebagai kurikulum yang berbasis kompetensi sekaligus menyempurnakan kurikulum 2006.
Dalam paparan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan pada acara diskusi publik yang dilaksanakan partai Golkar pada tanggal 18 Pebruari 2013 dengan tema “Mampukah kurikulum 2013 menjawab tantangan generasi emas 2045?” dinyatakan bahwa perubahan dan penyempurnaan kurikulum pendidikan tidak terlepas dari kondisi ril yang ada saat ini, tantangan internal dan eksternal, serta perubahan masa depan yang harus dipersiapkan. Rasional di atas kemudian dituangkan  dalam permendikbud Nomor 67, 68 dan 69 tentang kerangka dasar dan sturktur kurikulum SD, SMP dan SMA tahun 2013, bahwa kurikulum 2013 dikembangkan menggunakan filosofi bahwa 1) pendidikan berakar pada budaya bangsa untuk membangun kehidupan bangsa masa kini dan masa mendatang, 2) peserta didik adalah pewaris budaya bangsa yang kreatif, 3) pendidikan ditujukan untuk mengembangkan kecerdasan intelektual dan kecemerlangan akademik melalui pendidikan disiplin ilmu, dan 4) pendidikan untuk membangun kehidupan masa kini dan masa depan yang lebih baik dari masa lalu dengan berbagai kemampuan intelektual, kemampuan berkomunikasi, sikap sosial, kepedulian, dan berpartisipasi untuk membangun kehidupan masyarakat dan bangsa yang lebih baik (experimentalism and social reconstructivism). Sedangkan secara teoritis, Kurikulum 2013 menganut : 1) pembelajaan yang dilakukan guru (taught curriculum) dalam bentuk proses yang dikembangkan berupa kegiatan pembelajaran di sekolah, kelas, dan masyarakat; dan 2) pengalaman belajar langsung peserta didik (learned-curriculum) sesuai dengan latar belakang, karakteristik, dan kemampuan awal peserta didik. Seperti dikatakan Murray Print dalam Wina Sanjaya (2008: 3) bahwa kurikulum sesungguhnya meliputi rencana pengalaman belajar untuk peserta didik (planned learning experiences), sebagai sebuah program institusi atau lembaga (offered within an educational institution/program), disiapkan dalam bentuk dokumen (represented as a document), dan di dalamnya termasuk hasil dari pengalaman belajar sebagai wujud implementasi dokumen yang telah dibuat (includes experiances resulting from implementing that document). Dengan demikian, idealisme perubahan kurikulum mengikuti perubahan realitas yang terus bergulir meskipun pada tataran implementasinya tentu banyak mengalami kendala dan hambatan.
Pada perubahan dan peyempurnaan kurikulum 2006 menjadi kurikulum 2013, Pemerintah menyiapkan dokumen perubahan kurikulum tersebut menjadi satu paket yang disiapkan untuk setiap lembaga pendidikan meskipun pada tahun 2013 ini hanya baru pada sebagian kecil sekolah yang ditunjuk sebagai pilot project. Dokumen dimaksud adalah kompetensi inti (KI) dan kompetensi dasar (KD) yang harus diberikan kepada anak didik dalam proses pembelajaran, buku teks siswa dan buku guru sebagai panduan proses pembelajaran yang lengkap dengan langkah, metode, tahapan pembelajaran, dan alat evaluasi yang digunakan, serta konten silabus pada setiap mata pelajaran.

ASPEK PERUBAHAN KURIKULUM 2013
Kajian tentang kurikulum tidak terlepas dari pertanyaan apa yang harus disampaikan dan dikuasai anak didik?, bagaimana cara menyampaikannya?, dan seperti apa alat ukur yang digunakan untuk menentukan bahwa siswa telah mencapai apa yang diinginkan?. Pertanyaan-pertanyaan mendasar ini membutuhkan jawaban sebagai bentuk kerja keras semua pihak dalam rangka menjawab tantangan zaman yang terus berubah dan menuntut perubahan kurikulum itu sendiri sesuai dengan kebutuhan masa depan anak didik.
            Pada kurikulum 2006, setiap mata pelajaran terdiri dari beberapa standar kompetensi, setiap standar kompetensi terdiri dari kompetensi dasar dan setiap kompetensi dasar diturunkan indikator kunci sebagai ukuran operasional keberhasilan proses pembelajaran, artinya bahwa mata pelajaran memiliki standar kompetensi yang berbeda satu dengan lainnya, hal ini berbeda dengan kurikulum 2013 yang mengikat setiap mata pelajaran dengan kompetensi inti. Kompetensi inti  dalam Permendikbud Nomor 65 Tahun 2013 tentang Standar Proses dinyatakan sebagai gambaran secara kategorial mengenai kompetensi dalam aspek sikap, pengetahuan, dan keterampilan yang harus dipelajari peserta didik untuk suatu jenjang sekolah, kelas dan mata pelajaran. Dengan demikian, kompetensi inti pada setiap level kelas adalah sama untuk setiap mata pelajaran yakni 4 aspek kompetensi yang merupakan turunan dari kompetensi generik, yaitu kompetensi sikap sipiritual (KI-1), kompetensi sikap sosial (KI-2), kompetensi pengetahuan (KI-3) dan kompetensi keterampilan (KI-4). Keempat kompetensi inti ini menjadi dasar bagi pengembangan dan pelaksanaan pembelajaran semua mata pelajaran sehingga diharapkan seluruh guru memegang 4 macam kompetensi ini sebagai landasan dalam proses pembelajaran, guru mata pelajaran apapun tidak melulu mengajarkan konten materi semata akan tetapi juga menyampaikan dan menginternalisasikan nilai-nilai vertikal dan horizontal dalam interaksi pembelajaran, sehingga proses pembelajaran tidak hanya terpaku pada aspek kognitif semata.
Rincian dan kata kunci dan gradasi sikap, pengetahuan, dan keterampilan berdasarkan Permendikbud Nomor 65 Tahun 2013 sebagai berikut:
Sikap
Pengetahuan
Keterampilan
Menerima
Menjalankan Menghargai Menghayati
Mengamalkan
Mengingat
Memahami
Menerapkan
Menganalisis
Mengevaluasi
Mengamati
Menanya
Mencoba
Menalar
Menyaji
Mencipta

Aspek keseimbangan afektif, kognitif dan psikomotorik pada tabel di atas, sesungguhnya merupakan hal yang tidak asing dan telah lama dikenal khsusnya oleh kalangan pendidik, akan tetapi pada kurikulum 2013 aspek di atas menjadi penekanan yang tergambar pada pada proses dan evaluasi yang harus dilakukan oleh guru. Hal ini sekaligus menjadi pembeda atau paling tidak sebagai pengembangan dari kurikulum sebelumnya. Pada kurikulum 2013 yang merupakan penyempurnaan KTSP, aspek mendasar yang berbeda meliputi empat (4) kompetensi inti, lima (5) pendekatan dalam pembelajaran, dan dua (2) hal penting yakni proses pembelajaran saintifik dan penilaian autentik.
1.     Kompetensi Inti
Empat jenis kompetensi inti yang menjadi pangkal bagi semua mata pelajaran, yaitu kompetensi inti 1 (KI-1) berupa aspek sikap spiritual, kompetensi inti 2 (KI-2) berupa sikap sosial, kompetensi inti 3 (KI-3) berupa pengetahuan, dan kompetensi inti 4 (KI-4) berupa keterampilan. Keempat kompetensi inti ini sama pada semua mata pelajaran pada jenjang tertentu sesuai dengan standar kompetensi lulusan seperti tercantum dalam Permendikbud nomor 54 tahun 2013. Penjabaran kompetensi inti dari jenjang SD hingga SMA/MA dan SMK/MAK, dapat dilihat pada tabel sebagai berikut:
Kompetensi
Deskripsi Kompetensi Kelas 1 dan 2
Penambahan Kompetensi Kelas 3 sampai 6
Sikap Spiritual
Meneriman dan menjalankan ajaran agama yang dianutnya
Untuk kompetensi spiritual kelas 3 sampai 6 ada penambahan kata menghargai ajaran agama yang dianutnya
Sikap sosial
Menunjukkan perilaku jujur, disiplin, tanggungjawab, santun, peduli, dan percaya diri dalam berinteraksi dengan keluarga, teman dan guru
Untuk kompetensi sosial kelas 3 dan 4 ada penambahan lokus disamping berinteraksi dengan keluarga dan guru ditambah tetangga dan kelas 5 dan 6 ditambah cinta tanah air.
Pengetahuan
Memahami pengetahuan faktual dengan cara mengamati, mendengar, melihat, membaca dan menanya berdasarkan rasa ingin tahu tentang dirinya, makhluk ciptaan Tuhan dan kegiatannya, dan benda-benda yang dijumpainya di rumah dan di sekolah
Untuk kompetensi pengetahuan kelas 3 dan 4 ada penambahan lokus tempat bermain dan untuk kelas 5 dan 6 ditambah pengetahuan konseptual dan lokus tempat bermain.
Keterampilan
Menyajikan pengetahuan faktual dalam bahasa yang jelas dan logis, dalam karya yang estetis, dalam gerakan yang mencerminkan anak sehat, dan dalam tindakan yang mencerminkan perilaku anak beriman dan berakhlak mulia.
Untuk kompetensi keterampilan kelas 3 dan 4 ada penambahan kata sistematis dan kelas 5 dan 6 ada penambahan kata sistematis dan kritis.

Pada tabel di atas, bahwa jenjang SD dibagi menjadi tiga kelompok yakni kelompok SD kelas 1 dan 2, kelas 3 dan 4, dan kelas 5 dan 6. Meskipun tidak terlalu mencolok, tetapi pada setiap jenjang tersebut terdapat perbedaan target kompetensi yang harus dicapai baik menyangkut lokus maupun tahapan berpikirnya. Selanjutnya kompetensi inti pada jenjang SMP/MTs dapat dilihat sebagai berikut:

Kompetensi
Deskripsi Kompetensi Kelas 7 sampai 9
Sikap Spiritual
Menghargai dan menghayati ajaran agama yang dianutnya.
Sikap social
Menghargai dan menghayati perilaku jujur, disiplin,
tanggung jawab, peduli (toleransi, gotong royong), santun, percaya diri, dalam berinteraksi secara efektif dengan lingkungan sosial dan alam dalam jangkauan pergaulan dan keberadaannya.
Pengetahuan
Memahami dan menerapkan pengetahuan (faktual,
konseptual, dan prosedural) berdasarkan rasa ingin tahunya tentang ilmu pengetahuan, teknologi, seni, budaya terkait fenomena dan kejadian tampak mata.
Keterampilan
Mengolah, menyaji, dan menalar dalam ranah konkret
(menggunakan, mengurai, merangkai, memodifikasi, dan membuat) dan ranah abstrak (menulis, membaca,
menghitung, menggambar, dan mengarang) sesuai dengan yang dipelajari di sekolah dan sumber lain yang sama dalam sudut pandang/teori.

Pada tabel di atas, aspek sikap spiritual siswa SMP tidak lagi pada kompetensi menjalankan akan tetapi sudah harus mampu mengharai dan menghayati ajaran agamanya, aspek sikap sosial diarahkan pada pergaulan pada kelompok-kelompok sosial dan peningkatan rasa percaya diri, aspek pengetahuan sampai pada tahap berpikir prosedural dan keterampilannya tidak terbatas pada hal-hal kongkrit melainkan juga hal-hal yang abstrak. Sedangkan target kompetensi inti pada jenjang SMA/MA dan SMK/MAK sebagai berikut:

Kompetensi
Deskripsi Kompetensi Kelas 10 Sampai 12
SMA/MA
Penambahan Kompetensi Kelas 10 Sampai 12 SMK/MAK
Sikap Spiritual
Meneriman dan mengamalkan ajaran agama yang dianutnya
Untuk kompetensi ini antara SMA/MA dan SMA/MAK sama dari kelas X hingga kelas XII.
Sikap sosial
Menghayati dan mengamalkan perilaku jujur, disiplin, tanggung jawab, peduli (gotong royong, kerjasama, toleran, damai), santun, responsif dan pro-aktif dan menunjukkan
sikap sebagai bagian dari solusi atas berbagai permasalahan dalam berinteraksi secara efektif dengan lingkungan sosial dan alam serta dalam menempatkan diri sebagai cerminan bangsa dalam pergaulan dunia pergaulan dunia
Untuk kompetensi ini antara SMA/MA dan SMA/MAK sama dari kelas X hingga kelas XII.
Pengetahuan
Memahami, menerapkan, dan menganalisis pengetahuan faktual, konseptual, prosedural, dan metakognitif berdasarkan rasa ingin tahunya tentang ilmu pengetahuan, teknologi, seni, budaya, dan humaniora dengan wawasan
kemanusiaan, kebangsaan, kenegaraan, dan peradaban
terkait penyebab fenomena dan kejadian, serta menerapkan pengetahuan prosedural pada bidang kajian yang spesifik sesuai dengan bakat dan minatnya untuk memecahkan masalah
Untuk kompetensi pengetahuan, setelah kata fenomena dan kejadian, diteruskan dengan kalimat dalam bidang kerjanya yang spesifik untuk memecahkan masalah.
Keterampilan
Mengolah, menalar, dan menyaji dalam ranah konkret dan ranah abstrak terkait dengan pengembangan dari yang dipelajarinya di sekolah secara mandiri, bertindak secara efektif dan kreatif, serta mampu menggunakan metoda sesuai dengan kaidah keilmuan, sedangkan untuk kelas XII setelah kata menyaji ditambah kata mencipta
Pada kompetensi ini, untuk kelas  XII setelah kata menyaji ditambah mencipta dan setelah kata efektif dan kreatif ditambah mampu melaksanakan tugas spesifik dibawah pengawasan langsung.

Pada jenjang SMA/MA dan SMK/MAK dari kelas 10 sampai dengan kelas 12 tidak banyak perbedaan kecuali hanya lokus dan tahapan keterampilan sampai pada mencipta untuk kelas 12 baik SMA/MA maupun SMK/MAK.
Kompetensi inti dari setiap jenjang pendidikan di atas sama sekaligus menjadi pengikat bagi seluruh mata pelajaran yang mendorong upaya pencapaian tujuan pendidikan dari 4 aspek yang ditekankan. Dari kompetensi tersebut, kemudian diturunkan kompetensi dasar untuk setiap mata pelajaran, khusus untuk mata pelajaran Pendidikan Agama Islam dan budi pekerti dapat digambarkan jumlah kompetensi dasar antara kurikulum 2006 dan kurikulum 2013 sebagai berikut:


Kls
SD
SMP
SMA/K
Kur – 06
Kur-13
Kur-06
Kur-13
Kur-06
Kur-13
1
27 Kd
43 Kd
35 Kd
46 Kd
34 Kd
35 Kd
2
21 Kd
45 Kd
42 Kd
39 Kd
35 Kd
37 Kd
3
19 Kd
42 Kd
37 Kd
38 Kd
34 Kd
33 Kd
4
25 Kd
48 Kd

5
24 Kd
37 Kd

6
20 Kd
41 Kd

   
Berdasarkan perbandingan di atas, untuk level SD nampak jumlah kompetensi kurikulum 2013 lebih banyak dari sebelumnya. Standar kompetensi yang baru stressingnya pada materi keteladanan para nabi yang diajarkan mulai kelas I hingga kelas VI yang pada kurkulum 2006 materi ini baru disampaikan pada kelas IV, terdapat materi yang hilang pada kurikulum 2013 yakni topik tentang khalifah Nabi pada kelas V dan tokoh-tokoh yang membangkang terhadap ajaran Islam, tapi pada kelas VI masuk materi baru tentang ashabul kahfi. Sedangkan materi akhlak dimasukkan sikap-sikap terpuji seperti disiplin, kasih sayang, menuntut ilmu, dan perilaku sehat. Penambahan jumlah kompetensi dasar pada sekolah dasar lebih menekankan pada aspek kompetensi inti 1 (KI-1) yaitu sikap spiritual dan kompetensi inti 2 (KI-2) yaitu sikap sosial.
Pada jenjang SMP dan SMA/SMK dari jumlah standar kompetensinya tidak terlalu berbeda hanya saja muatan kurikulum 2013 lebih gemuk dari pada sebelumnya. Hal yang nampak muatan barunya adalah dimasukkannya materi akhlak terpuji seperti sikap terhadap orang tua, guru dan sesama serta munculnya kompetensi tentang keharusan menghafal ayat-ayat alquran. Begitu juga pada jenjang SMA/MA dan SMK/MAK yang banyak ditekankan tentang akhlak terpuji dan perilaku pergaulan bebas yang dilarang agama serta munculnya keharusan menghafal ayat-ayat alquran sebagai dalil tentang berbagai perilaku.

2.     Tahapan Pembelajaran
Tahapan proses pembelajaran yang ditekankan dalam kurikulum 2013 berorientasi pada upaya membelajarkan siswa dengan pola yang menyenangkan, melibatkan siswa secara aktif melalui berbagai aktivitas sehingga siswa memiliki pengalaman belajar secara langsung dan guru berfungsi sebagai fasilitator. Dikatakan Hammond (2006: 115) :
Teaching must build upon and modify students’ prior knowledge, responsive teachers select and use instructional materials that are relevant to students’ experiences outside school, design instructional activities that engage students in personally and culturally appropriate ways, make use of pertinent examples or analogies drawn from students’ daily lives to introduce or clarify new concepts, manage the classroom in ways that take into consideration differences in interaction styles, and use a variety of evaluation strategies that maximize students’ opportunities to display what they actually know in ways that are familiar to them”.

Bahwa mengajar merupakan kegiatan membangun dan memodifikasi materi sesuai pengalaman siswa, memilih dan menggunakan materi pembelajaran sesuai dengan pengalaman siswa, mendesain aktivitas pembelajaran yang menarik siswa, menggunakan contoh-contoh dalam pembelajaran sesuai yang dialami siswa, mengelola kelas dengan berbagai cara sehingga menentukan gaya interaksi dalam pembelajaran, dan menggunakan teknik evaluasi yang bervariasi.
Lima tahapan proses pembelajaran pada kurikulum 2013 ditekankan bahwa guru harus melakukan proses pembelajaran melalui berbagai teknik agar siswa melakukan proses mengamati, menanya, menalar/mengasosiasi, menggali/mencoba, dan mengkomunikasikan.
a)     Mengamati, yaitu proses aktif siswa melakukan kegiatan belajar sesuai dengan topik yang disiapkan guru dengan menggunakan berbagai sumber yang ada. Seperti dikatakan Suharsono (2000: 146) bahwa obyek pembelajaran yang memungkinkan anak-anak bisa berpikir logis sebagaimana ilmuwan besar lainnya sebenarnya dapat ditemukan dalam lingkungan dan permainan mereka sendiri atau hal-hal yang bersifat rekreatif.
b)     Menanya, yaitu aktivitas bertanya siswa terhadap berbagai hal yang ditemui dalam pembelajaran yang harus distimulasi oleh guru dengan membiasakan menggunakan rumus 5 W (what, when, where, why, dan who) dan 1 H (how).
c)     Menalar/mengasosiasi, yaitu aktivitas mengkaitkan proses berpikir atas obyek tertentu dengan tujuan yang dikehendaki. Pada aktivitas ini siswa didorong untuk berpikir secara logis atas obyek dan atau fenomena yang terjadi sehingga menemukan pemahaman mendalam.
d)     Menggali/mencoba, yaitu aktivitas mengalami secara langsung proses pembelajaran, guru hanya berperan sebagai fasilitator yang mendukung proses pembelajaran aktis sehingga siswa dapat menemukan jawaban atas pertanyaan-pertanyaan yang dibuatnya.
e)     Mengkomunikasi, yaitu aktivitas menyampaikan atau mempresentasikan apa yang dialami dan ditemukannya sehingga dapat dipahami baik oleh diri sendiri maupun oleh yang lainnya.
Dari lima tahapan pembelajaran pada kurikulum 2013 di atas, menuntut kreativitas guru dalam pembelajaran sehingga tercipta inovasi-inovasi pembelajaran yang dapat meminimalisir kecenderungan untuk melakukan hal-hal konvensional yang terbelenggu dengan pola pembelajaran  paradigma lama yakni mengajar dan memberi tugas latihan membawa dampak munculnya kejenuhan pada siswa bahkan membuat siswa frustasi dan mengalami kebosanan berkepanjangan yang bias berakibat merugikan semua pihak terutama siswa karena eksistensi mereka sebagai individu yang harus difasiliasi perkembangannya cenderung terhambat. Proses pembelajaran yang dilakukan guru ini diawali dari perencanaan pembelajaran inovatif yang mampu mengajak siswa untuk berpikir kreatif, pemilihan bahan pembelajaran, penentuan strategi, penggunaan media pembelajaran yang memungkinkan siswa untuk belajar dengan senang, sampai bagaimana melakukan evaluasi untuk mengukur hasil belajar yang dicapai siswa.

3.     Pendekatan Saintifik dan Penilaian Autentik
            Dua aspek penting yang harus tergambar dalam proses pembelajaran dalam kurikulum 2013 adalah pendekatan pembelajaran saintifik dan penilaian autentik. Pendekatan saintifik lebih menekankan pola pembelajaran joyfull learning (pembelajaran yang menyenangkan) yang mengaktifkan siswa sebagai subyek didik untuk terlibat secara aktif menggali berbagai informasi selama pembelajaran sedangkan penilaian autentik bahwa proses evaluasi belajar dilakukan bukan hanya terpaku pada hasil yang dicapai berupa pemahaman semata, akan tetapi juga harus dilakukan penilaian proses yang terkait dengan sikap dan unjuk kerja siswa selama mengikuti kegiatan pembelajaran.
Proses pembelajaran pada kurikulum 2013 dengan pendekatan saintifik diharapkan siswa melakukan penalaran terhadap obyek-obyek tertentu melalui pengamatan dan mengalami langsung, seperti dikatakan John Dewey bahwa kelas seharusnya menjadi laboratorium bagi pembelajaran, guru harus menciptakan lingkungan belajar yang diandai prosedur-prosedur demokratis dan proses-proses ilmiah dengan mendorong siswa melakukan pengamatan terhadap masalah-masalah kemudian mencari jawabannya melalui interaksi dengan teman-temannya (Richard I. Arends, 2008: 7).
Penilaian autentik merupakan barang baru tapi lama dan barang lama tapi baru, mengapa demikian karena secara teoritik telah lama hadir di dunia pendidikan hanya saja penerapannya yang mungkin masih langka. Penilaian autentik ini memberikan penekanan penilaian bukan hanya pada hasil belajar berupa pemahaman atas materi pelajaran semata, akan tetapi diarahkan mencakup proses yang dilalui untuk mengetahui aspek sikap dan keterampilan yang dikuasai siswa, karena sesungguhnya hasil belajar adalah terpenuhinya kompetensi yang dimiliki siswa dari segi pengetahuan, keterampilan, dan nilai-nilai dasar yang direfleksikan dalam kebiasaan berpikir dan bertindak (Balitbang Depdiknas, 2002 : 3). Anderson (1989 : 334) menegaskan pula bahwa evaluasi dan penilaian belajar dilakukan dengan tujuan menetapkan tingkatan siswa, menilai performan siswa, menetapkan siswa pada kelas selanjutnya, mengidentifikasi kesulitan siswa sehingga memerlukan tugas tambahan. Dengan demikian, penilaian autentik lebih komplek dan membutuhkan instrumen yang bervariasi baik berupa tes maupun non tes untuk mengukur dan memantau perkembangan siswa dari ketiga aspek di atas.

PENUTUP
Kurikulum merupakah salah satu faktor saja dalam upaya meningkatkan mutu pendidikan, karena tanpa dukungan serius semua elemen pendidikan terutama guru, kurikulum menjadi sia-sia. Oleh karena itu, sebaik apapun kurikulum dan desain rencana pembelajaran tetap saja hal itu adalah benda mati tidak lebih dari sekedar dokumen jika tidak dikembangkan atau dimodifikasi oleh guru dalam praktek pembelajarannya, artinya pembelajaran yang menarik atau menjenuhkan bukan semata karena kurikulum dan rencana pembelajaran yang dibuat akan tetapi lebih dari itu adalah bagaimana guru menerapkan rencana pembelajaran tersebut dalam kemasan yang kreatif dan inovatif. Sesungguhnya perubahan kurikulum 2013 menjadi pekerjaan bagi semua pelaku pendidikan dan stakeholdernya untuk bertindak lebih jauh setelah kurikulum selesai dirubah, karena kesadaran melakukan hasil perubahan menjadi penting dari sekedar merubah itu sendiri.

DAFTAR BACAAN
Ahmad Tafsir. 2010. Filsafat Pendidikan Islam. Bandung: Remaja Rosdakarya.
Arends, Richard I. 2008. Learning to Teach. Belajar untuk Mengajar. Edisi ketujuh, Cetakan ke 1. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Hammond, Linda Darling. (2006). Powerful Teacher Education, Lesson From Examplary Programs. USA: Jossey-Bass.
Lorin W. Anderson. 1989. The Efective Teacher. New York : McGraw-Hill.
Nana Syaodih, Ayi Novi J., dan Ahman. 2006. Pengendalian Mutu Pendidikan Sekolah Menengah (Konsep, Prinsip dan Instrumen). Bandung: Penerbit Rafika Aditama.
Permendikbud Nomor 64 Tahun 2013 tentang Standar Isi
Permendikbud Nomor 65 Tahun 2013 tentang Standar Proses
Permendikbud Nomor 66 Tahun 2013 tentang Standar Penilaian
Permendikbud Nomor 67 Tahun 2013 tentang Kerangka Dasar dan Struktur Kurikulum SD
Permendikbud Nomor 68 Tahun 2013 tentang Kerangka Dasar dan Struktur Kurikulum SMP
Permendikbud Nomor 69 Tahun 2013 tentang Kerangka Dasar dan Struktur Kurikulum SMA
Puskur Balitbang Depdiknas. 2002. Pengembangan kurikulum berbasis kompetensi  Jakarta.
Suharsono. 2000. Mencerdaskan Anak. Jakarta: Inisiasi Press.
Wina Sanjaya. 2008. Kurikulum dan Pembelajaran. Teori dan Praktek Pengembangan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan, Jakarta: Kencana Prenada Media Grup.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar