Senin, 26 Maret 2018

MELATIH KEMAMPUAN MENULIS


Menulis merupakan kebiasaan tetapi banyak orang menganggap itu sulit. Sesungguhnya setiap penggosip pasti bisa menulis, karena keduanya memiliki aktivitas sama hanya beda media. Penggosip menggunakan media lisan sedangkan penulis menggunakan pena. Kemampuan menggosip kita ini karena telah sejak lama kita terbiasa dengan tradisi lisan dan jauh dari kebiasaan menulis, mengapa demikian, karena ketika kita anak-anak dulu tidak bisa bicara maka diupayakan oleh orang tua kita di bawa ke orang pintar untuk dikerok lidahnya dengan emas dll, tetapi ketika kita tidak bisa menulis, orang tua kita tidak terlalu menghiraukannya.
Menulis itu seharusnya seperti berbicara yakni mengalir saja, masalahnya kenapa kita sulit menulis karena kita berpikir tertalu serius bahwa menulis itu susah sehingga kita enggan melakukannya, padahal seharusnya kita lakukan saja menulis tentang apapun yang terbesit dalam pikiran.
Dalam menulis kita tidak perlu berpikir dulu tentang huruf besar atau kecilnya, kalimatnya bagus atau tidak, kata-katanya sudah cocok atau belum, termasuk teori yang sesuai atau tidak, terstruktur atau tidak. Jadi, yang lebih penting adalah menuliskan apa- apa yang ada dalam ide apapun bentuknya. Latihan kita dalam menulis dilakukan dengan cara menuangkan ide yang ada dalam kepala kita. Tuliskan apa saja ide-ide yang muncul tanpa harus berpikir dan memikirkannya, jika dalam proses menulis muncul pikiran “susah ya”, maka tulislah kata itu, atau bila terpikir “kok mentok ya”, maka tulis saja kata “mentok ya” itu, dan seterusnya.
Tahap selanjutnya ketika kita sudah menulis adalah melakukan revisi untuk mencocokkan tanda baca, paragraf, dan ketersambungan antarkalimat. Dengan kita menulis tanpa berpikir apapun berarti kita telah menyelamatkan gagasan daripada menyelamatkan tanda baca. Nah, yang sering terjadi adalah kita lebih suka menyelamatkan tanda baca dan lainnya sehingga lupa dengan gagasan yang muncul dalam benak kita.
Setelah tulisan rapih, kemudian langkah berikutnya yang kita lakukan adalah memberikan penguatan dengan memberikan kutipan dari ayat, hadits atau dari teori yang kita baca. Jika tulisan kita ini sudah sedemikian rupa ditata dan dikuatkan dengan berbagai rujukan, maka tulisan kita menjadi lebih bermakna dan ilmiah.
Menurut Dr. Bambang Qomaruzaman, bahwa inti tulisan yang kita pertahankan atau kita tolak adalah “tesis”. Orang Barat selalu bertanya kepada kita “apa tesis anda?”, itu artinya apa yang kita pertahankan itu. Dalam tesis minimal terdapat dua struktur kalimat jadi tidak sekedar informasi. Contoh rerata nilai UN siswa di bawah KKM (ini baru informasi karena baru satu struktur kalimat) jika dilengkapi bahwa rerata nilai UN siswa di bawah KKM disebabkan kualitas guru yang rendah (ini sudah menjadi tesis yang bisa didukung atau ditolak)
Buku, artikel, atau jurnal sebesar apapun, intinya adalah satu kata yakni “tesis”. Contoh inti sebuah buku bahwa pendidikan karekater lebih efektif dilakukan melalui peneladanan. Tesis ini mungkin dibahas dalam buku berbab-bab dari mulai sejarah, definsi, contoh, teori-teori, dll tapi intinya adalah bahwa pendidikan karakter lebih efektif dengan keteladanan.
Terhadap tesis yang dibangun, kita dapat mendukungnya dengan mengumpulkan bukti-bukti yang ada atau kita menolak tesis tersebut dengan cara mengumpulkan bukti-bukti yang benar-benar menolak tesis itu.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar