Selasa, 20 Maret 2018

PAPARAN KAPUSLITBANG PENDIDIKAN AGAMA DAN KEAGAMAAN


Menurut Prof. Dr. Amsal Bactiar, MA, beberapa fenomena dan tantangan yang dihadapi dalam pembelajaran PAI pada Perguruan Tinggi Umum diantaranya:
1.     Jumlah angka partisipasi anak usia kuliah masih rendah. Dinyatakan secara sistematis bahwa pada saat ini, anak Indonesia yang berusia 19 – 24 tahun yang merupakan usia menduduki bangku kuliah jumlahnya tidak kurang dari 21 juta orang. Akan tetapi faktanya, dari jumlah tersebut hanya sepertiganya yang dapat mengikuti pendidikan di Perguruan Tinggi yakni sekitar 7 juta orang, sisanya ada yang bekerja dan menganggur. Dari jumlah 7 juta orang anak yang mengikuti pendidikan pada Perguruan Tinggi, sebanyak 6 juta orang anak mengikuti pendidikan di Perguruan Tinggi Umum yang tersebar di seluruh Indonesia, 740 ribu anak mengikuti pendidikan pada Perguruan Tinggi Keagamaan Negeri dan pada 630 Perguruan Tinggi Keagamaan Swasta, sisanya 260 ribu orang mengikuti pendidikan pada Perguruan Tinggi lainnya.
2.     Berdasarkan amanat undang-undang, bahwa setiap mahasiswa pada Perguruan Tinggi Umum harus mendapatkan Pendidikan Agama Islam sebayak 3 sks, artinya sebanyak 6 juta orang mahasiswa pada pada Perguruan Tinggi Umum berhak mendapatkan pendidikan agama. Jumlah mahasiswa yang cukup besar itu tidak sebanding dengan jumlah dosen PAI yang jumlahnya hanya 5000 orang atau sama dengan 1 berbanding 1200 mahasiswa. Diilustrasikan oleh Kapuslitbang, bahwa jika saja dalam satu kelas perkuliahan terdiri dari 40 orang mahasiswa, maka 1 orang dosen PAI harus mengajar sebanyak 30 kelas. Kondisi ini sangat memprihatinkan dan perlu solusi untuk mengantisipasinya. Selanjutnya dijelaskan, seandainya saja dosen PAI saat ini ditambah 100 % yakni sebanyak 5000 orang, maka perbadingannya masih jauh tidak imbang, yakni 1 berbanding 600 orang atau 1 orang dosen harus mengajar 15 kelas. Jadi, bila dosen mengajar 15 kelas dikalikan 3 sks per kelas diperoleh angka sebanyak 45 sks padahal kewajiban seorang dosen mengajar sebanyak 12 sks. Artinya, jikapun ada penambahan dosen sebagaimana deskripsi di atas, kendalanya masih cukup besar karena disamping mengajar, dosen harus pula melakukan penelitian dan pengabdian pada masyarakat (Tri Dharma Perguruan Tinggi).
3.     Masalah terkait kualifikasi dosen PAI yang masih belum memenuhi syarat ketentuan yang berlaku. Mayoritas dosen PAI berpendidikan S-2, masih ada yang S-1, dan hanya sedikit yang berpendidikan S-3 bahkan hanya terdapat 5 orang dosen PAI yang bergelar profesor se-Indonesia. Jumlah profesor PAI yang sangat langka ini cukup memprihatinkan karena sebagian mereka telah mencapai usia di atas 60 tahun sehingga mendekati masa purna bhakti, sementara dosen muda lainnya masih terkendala untuk dapat mencapai gelar profesor karena berbagai keterbatasan dan aturan yang sangat kompetitif.
4.     Tidak adanya lembaga khusus yang mengelola Pendidikan Agama Islam pada Perguruan Tinggi Umum, baru pada tahun 2016 adanya sub direktorat terkait setelah lahirnya PMA Nomor 42 Tahun 2016 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Agama. Lahirnya sub direktorat baru ini menjadi harapan baru terhadap pengelolaan Pembelajaran PAI pada Perguruan Tinggi Umum yang lebih baik.
Dari beberapa masalah di atas, Kapuslitbang Pendidikan Agama dan Keagamaan mendorong dilakukannya beberapa hal, yaitu:
1.     Perlu peran aktif ADPISI bekerja sama dengan sub direktorat baru ini dalam meningkatkan kualitas dosen PAI, diantaranya bisa melalui kerjasama penerbitan jurnal terakreditasi guna menampung karya tulis ilmiah para dosen yang merupakan persyaratan tidak terelakkan untuk kenaikan pangkat secara berkesinambungan menuju pangkat/gelar tertinggi yakni profesor.
2.     Perlunya kreativitas dan improvisasi dosen PAI pada Perguruan Tinggi Umum dalam menerapkan pembelajaran yang efektif dan efisien di tengah-tengah kondisi mahasiswa yang cukup beragam kompetensi awal dan latar belakang jurusannya karena sesungguhnya keberadaan dosen itu sangat penting dibanding lainnya yakni fasilitator dalam menghubungkan substansi materi dengan subyek belajar (ruhul mudarrisu ahammu minal maadah watthoriqoh). Dengan demikian, merupakan sesuatu yang sangat luar biasa, apabila dosen PAI pada Perguruan Tinggi Umum ini dapat mengelola pembelajaran PAI secara total baik dalam kelas pembelajaran maupun di luar kelas dalam upaya mencapai tujuan yang diinginkan (ruhul mudarisu ahammu minal mudarrisi nafsihi).
3.     Perlu dilakukannya optimalisasi peran masjid dalam pembinaan keilmuan dan akhlak mahasiswa di luar perkuliahan dalam mengkaji berbagai topik ke-Islaman dan ke-Indonesiaan sehingga dapat meminimalisir sikap radikal dan eksklusif dalam beragama.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar